Tugas Epid Komtemporer-Dr Zul-Konsep DM
Tugas : Epidemiologi Kontemporer
Dosen : DR. drg. A. Zulkifli Abdullah,M.Kes
DIABETES MELLITUS
MOH JOEHARNO
P1804208019
KONSENTRASI EPIDEMIOLOGI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2009
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia tentang Kesehatan No. 23
Tahun 1992 Pasal 3, digariskan bahwa pembangunan kesehatan
bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup
sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang optimal
(Depkes RI, 2004).
Saat ini, pembangunan bidang kesehatan di Indonesia mempunyai masalah
beban ganda dimana selain masih tingginya penyakit infeksi juga
disertai dengan penyakit tidak menular yang juga mengalami
peningkatan seperti jantung, stroke, kanker, diabetes mellitus
(Dunanty, 2002).
Di negara berkembang penyakit tidak menular
meningkat dengan pesat dan bermakna terhadap perkembangan sosial,
ekonomi dan risiko sulit lainnya. Pada tahun 2000 diperkirakan 60%
kematian dan 43% beban yang ditimbulkan akibat penyakit tidak
menular. Salah satu penyebab kematian diantaranya yaitu penyakit
diabetes mellitus (DM) yang dikatakan mewabah oleh karena insidennya
semakin meningkat dari tahun ke tahun.
Prevalensi diabetes mellitus di dunia semakin meningkat sehingga
dianggap sebagai wabah, dimana pada tahun 2000 diperkirakan jumlah
penduduk dunia yang menderita diabetes mellitus sebanyak 150 juta
jiwa dan pada tahun 2020 diperkirakan menjadi 300 juta. Angka
prevalensi yang sangat meningkat ini diperkirakan terjadi di negara
yang sedang berkembang seperti Cina dan India termasuk Indonesia.
Sebaliknya di negara yang berkembang, prevalensi diabetes mellitus
tidak begitu meningkat. Peningkatan yang luar biasa di negara sedang
berkembang diduga akibat perubahan pola hidup (Sanusi Harsinen,
2004).
Hasil survei yang dilakukan Badan Kesehatan
Dunia WHO, Indonesia menempati urutan ke-4 jumlah penderita diabetes
terbesar di dunia setelah India, Cina dan Amerika Serikat, dengan
prevalensi 8,6% dari total penduduk. Diperkirakan pada tahun 1995
terdapat 4,5 juta pengidap diabetes mellitus dan pada tahun 2025
diperkirakan meningkat menjadi 12,4 juta penderita. Sedangkan data
yang telah dihimpun Depkes, jumlah pasien rawat inap maupun rawat
jalan di rumah sakit menempati urutan pertama dari seluruh penyakit
endoktrin (Depkes
RI, 2006).
Diabetes (kencing manis) adalah penyakit di mana tubuh penderitanya
tidak bisa mengendalikan tingkat gula (glukosa) dalam darahnya. Jadi
penderita mengalami gangguan metabolisme dari distribusi gula oleh
tubuh sehingga tubuh tidak bisa memproduksi insulin dalam jumlah yang
cukup atau tidak mampu menggunakan insulin secara efektif. Akibatnya,
terjadi kelebihan gula di dalam darah sehingga menjadi racun bagi
tubuh (Rachmawati, 2005).
Diabetes mellitus pada dasarnya dibedakan menjadi 2 tipe yaitu tipe I
dengan nama Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) dan diabetes
tipe II dengan nama Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM).
Dari kedua jenis diabetes ini, menurut catatan WHO, diperkirakan
lebih dari 50 persen pengidap diabetes tipe II tidak terdiagnosis.
Mereka umumnya baru ketahuan saat berobat untuk penyakit lain. Ini
mengakibatkan komplikasi diabetes serius yang antara lain ditandai
hilangnya kesadaran, tekanan darah tinggi, penyakit jantung, gangguan
penglihatan sampai kebutaan, kerusakan jaringan (gangren) sehingga
harus diamputasi agar tidak menjalar ke jaringan lain (Rachmawati,
2005).
Penyakit ini dapat menyerang segala lapisan umur dan sosio ekonomi.
Dari berbagai penelitian epidemiologis di Indonesia di dapatkan
prevalensi sebesar 1,5-2,3 % pada penduduk usia lebih besar dari 15
tahun. Pada suatu penelitian di Manado didapatkan prevalensi 6,1 %.
Penelitian di Jakarta pada tahun 1993 menunjukkan prevalensi 5,7%
(Hiswani, 2005).
Penyakit diabetes mellitus adalah suatu penyakit menahun, tidak dapat
disembuhkan, bermasalah karena penyakit ini tidak dirasakan oleh
pasien pada stadium awal sehingga tidak diketahui lebih dini dan baru
terdiagnosa setelah timbul komplikasi dan pengobatan dilalaikan
(Sanusih Harsinen, 2004).
Diabetes adalah salah satu penyakit yang paling sering diderita dan
merupakan penyakit kronik yang serius di Indonesia saat ini. Hal ini
disebabkan karena setengah dari jumlah kasus Diabetes Mellitus (DM)
tidak terdiagnosa karena pada umumnya diabetes tidak disertai gejala
sampai terjadinya komplikasi. Prevalensi penyakit diabetes meningkat
karena terjadi perubahan gaya hidup, kenaikan jumlah kalori yang
dikonsumsi, kurangnya aktifitas fisik dan meningkatnya jumlah
populasi masyarakat usia lanjut (Hiswani, 2005).
Berdasarkan hal tersebut, upaya penanganan terhadap kejadian DM perlu
dilakukan yang harus dilaksanakan secara komprehensif. Pada
kesempatan ini, penulis akan mengutarakan strategi penanggulangan
penyakit DM dengan menggunakan bidang keilmuan epidemiologi.
Tujuan Penulisan
Untuk menganalisis kejadian DM dengan menggunakan pendekatan
strategi 6D (Disease, Death, Disability, Discomfort,
Dissatisfication and Destituition)
Untuk menganalisis konsep kejadian penyakit DM secara multicause
(penyebab penyakit yang jamak)
Untuk merumuskan dan mengembangkan tingkat
pencegahan dalam rangka penanggulangan DM
Manfaat Penulisan
Penulisan makalah ini diharapkan dapat memberi manfaat berupa :
Menambah pengetahuan tentang konsep terjadinya DM secara multicause
Memberi informasi kepada masyarakat khususnya kaum pembaca terlebih
bagi penulis sendiri dalam upaya penanggulangan DM
Merupakan salah satu syarat kelulusan mata kuliah Epidemiologi
Kontemporer Pascasarjana Program Magister Kesehatan Masyarakat
Konsentrasi Epidemiologi Universitas Hasanuddin
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DIABETES MELLITUS
Manifestasi Klinik
Diabetes militus adalah gangguan kadar glukosa darah yang disebabkan
oleh karena terjadinya penurunan jumlah atau kekurangmampuan tubuh
menggunakan insulin sehingga glukosa menumpuk dalam darah dan
melebihi keadaan normal (Iman Soeharto, 2004).
Pada orang normal konsentrasi glukosa darah diatur sangat sempit,
biasanya berkisar antara 80 – 90 mg/100 ml darah pada orang
yang puasa setiap pagi sebelum makan pagi dan konsentrasi ini
meningkat menjadi 120 – 140 mg/100 ml. Selama satu jam
pertama atau lebih setelah makan nilai abnormal dari glukosa darah
adalah jika lebih dari 140 mg/dl.
Diabetes (kencing manis) adalah penyakit di mana tubuh penderitanya
tidak bisa mengendalikan tingkat gula (glukosa) dalam darahnya. Jadi
penderita mengalami gangguan metabolisme dari distribusi gula oleh
tubuh sehingga tubuh tidak bisa memproduksi insulin dalam jumlah yang
cukup atau tidak mampu menggunakan insulin secara efektif. Akibatnya,
terjadi kelebihan gula di dalam darah sehingga menjadi racun bagi
tubuh. Sebagian glukosa yang tertahan dalam darah tersebut melimpah
ke sistem urine (Iman Soeharto, 2004).
Penentuan seseorang menderita dibetes berdasarkan hasil pengukuran
glukosa dalam darah dan pada urine. Seseorang yang menderita diabetes
jika pada pemeriksaan urine terdapat glukosa dan pada pemeriksaan
kadar glukosa darah menunjukkan jumlah yang melebihi batas normal.
Berikut adalah kadar gluksa dalam darah yang diinginkan (Iman
Soeharto, 2004) :
Sesudah puasa 10 jam : 80 – 120 mg/dl
2 jam sesudah makan : < 130 mg/dl
Acak (random) : 130 – 170 mg/dl
Penentuan kadar glukosa dalam darah lainnya adalah melalui
pemeriksaan HbA1C (glikohemoglobin). HbA1C merupakan ikatan antara
gula dan hemoglobin. Pemeriksaan HbA1C ini mampu menggambarkan kadar
glukosa rata-rata dalam jangka waktu 1 – 3 bulan sebelumnya
yaitu sesuai dengan umur sel-sel darah merah. Hasil pemeriksaan Hb1AC
digolongkan sebagai berikut
Baik jika HbA1C 4 – 6
Sedang jika HbA1C 6 – 8
Buruk jika HbA1C > 8
Tipe Diabetes Mellitus
Secara umum, diabetes dibedakan atas dua tipe yaitu (Iman Soeharto,
2004) :
Insuline dependent diabetes, dimana diabetes tergantung dengan
insulin dimana pankreas tidak menghasilkan atau menghasilkan
sedikit sekali insulin.
Non insuline dependent diabetes, yaitu diabetes yang tidak
tergantung dengan insulin dimana pankreas masih dapat menghasilkan
insulin yang bervariasi jumlahnya bahkan dapat mencapai jumlah
yang normal tetapi tubuh tidak dapat menggunakannya secara
efisien.
Organisasi kesehatan sedunia (WHO, 1985) melontarkan klasifikasi
baru untuk diabetes mellitus yang sedikit berbeda dengan laporan
sebelumnya (WHO, 1980) yaitu :
Kelas klinik
Kelas klinik diabetes mellitus (DM) adalah :
IDDM (Insulin Dependent Diabetes Mellitus)
NIDDM (Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus)
Non obies
Obies
MRDM (malnutrition related diabetes mellitus)
FCPD (Fibrocalaulous Pancreatic Diabetes)
PDPD (Protein Deficient Pancreatic Diabetes)
Diabetes Mellitus tipe lain berkaitan dengan syndrome tertentu
Penyakit pangkreas
Penyakit hormonal
Kondisi akibat obat atau bahan kimia
Kelainan insulin atau reseptornya
Lain-lain
IDDM (Insulin Dependent Diabetes Mellitus) di sebut pula diabetes
mellitus type I dimana disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin
oleh sel beta pula langerhas. Diabetes Mellitus type I ini
tergantung pada pemberian insulin, type ini meliputi 10% - 15%
penderita dan umumnya terdapat usia muda.
NIDDM ( Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus) dikenal dengan
diabetes mellitus type II, umumnya sel beta pancreas masih
berfungsi, type II, umumnya sel beta pancreas masih berfungsi, type
ini meliputi 75% - 85% penderita diabetes.
MRDM (in youth Diabetes atau Diabetes type) umumnya penderita
sangat kurus dan sebagian kasus menunjukkan karakter seperti type
I, diabetes mellitus type ini timbul berkaitan dengan defisiensi
protein pada masa anak-anak.
Gangguan toleransi glukosa
Non obeis
Obeis
Berkaitan dengan syndrome tertentu.
Diabetes Mellitus Gestasinal
Kelas risiko statistik (mereka dengan toleransi glukosa normal,
tetapi mempunyai resiko untuk menderita diabetes mellitus)
Toleransi glukosa abnormal
Toleransi glukosa potensial abnormal (WHO, 1999)
Tanda dan Gejala
Tanda-tanda penyakit diabetes antara lain adalah kelelahan, mudah
lapar dan haus, sering buang air kecil, menurunnya berat badan, ingin
muntah dan lambatnya penyembuhan luka yang diderita. Seringkali
tanda-tanda diabetes tipe muncul secara perlahan-lahan dan tidak
diketahui atau dirasakan dalam kurun waktu yang terlalu lama
(bertahun-tahun) dan baru diketahui setelah dilakukan pemeriksaan
kesehatan rutin.
Penentuan gejala dan tanda diabetes ditentukan berdasarkan tipe
diabetes yang dialami. Pada penderita diabetes tipe I mengalami
gejala antara lain, sering buang air kecil, terus lapar dan haus,
berat badan turun, kelelahan, penglihatan kabur, infeksi pada kulit
yang berulang, meningkatnya kadar gula dalam darah dan air seni.
Diabetes jenis ini cenderung terjadi pada mereka yang berusia di
bawah 20 tahun. Gejala ini mirip dengan tahap awal diabetes tipe II
yang biasanya terjadi pada usia di atas 40 tahun, tetapi kini
prevalensinya makin tinggi pada golongan anak-anak dan remaja.
Diabetes yang tidak terkendalikan (terkontrol) dalam jangka waktu
yang lama menyebabkan komplikasi pada mata yang dapat menyebabkan
kebutaan, seragan jantung yang mematikan, kerusakan gnjal, komplikasi
pada syaraf, gangren dan impotensi.
Diabetes merupakan faktor risiko terhadap kejadian penyakit jantung
koroner dimana jika terjadi peningkatan kadar glukosa dalam darah
dalam waktu yang lama akan mendorong terjadinya pengendapan
(atheroskelerosis) pada arteri koroner. Selain itu, kadar glukosa
darah yang tidak terkontrol cenderung meningkatkan kadar kolesterol
dan trigliserida
Mereka dengan penyakit diabetes tipe 2 mempunyai kemungkinan serius
mengalami peristiwa koroner yang besar atau kematian yang mendekati
risiko seperti halnya pasien PJK tanpa diabetes. Risiko tinggi ini
berhubungan dengan faktor risiko yang dikenal sebagai sindroma
metabolik.
Selain itu, diabetes juga dapat menimbulkan terjadinya beberapa
penyakit penyerta (komplikasi) yakni terjadinya nefropati diabetik.
Kejadian ini ditandai dengan kerusakan glomerulus ginjal yang
berfungsi sebagai alat penyaring atau filterisasi bahan-bahan
berbahaya dalam tubuh sehingg dapat menyebabkan gagal ginjal terminal
dimana penderita perlu menjalani cuci darah atau hemodialisis.
Timbulnya nefropati diabetik pada penderita DM jika pada 2 dari 3
kali pemeriksaan dalam waktu 3 – 6 bulan ditemukan alnumin
dalam urine 24 jam > 30 mg dengan catatan tidak ditemukan penyebab
albuminuria lain.
Gejala diabetes dapat pula dibedakan berdasarkan waktu timbulnya
yaitu gejala akut dan kronik. Gejala awal (akut) dari penyakit
diabetes mellitus yang timbul meliputi banyak makan (polifagi),
banyak minum (polidipsi), serta banyak kencing (poliurin). Dalam
keadaan ini biasanya penderita menunjukkan berat badan yang terus
naik (bertambah gemuk). Bila keadaan tersebut tidak cepat diobati
maka lama kelamaan mulai timbul gejala kemunduran kerja insulin
seperti nafsu makan mulai berkurang, banyak minum, banyak kencing
mudah capek, berat badan turun dengan cepat dan luar biasa, juga
timbul rasa mual. Bahkan penderita akan tidak sadarkan diri yang
disebut koma diabetik.
Gejala kronik penderita diabetes mellitus meliputi kesemutan, rasa
kulit panas, rasa tebal-tebal di kulit, kramp, capek, mengantuk, muka
kabur, gatal di sekitar kemaluan terutama wanita, gigi mudah goyah
dan mudah lepas, kemampuan seksual menurun, sering terjadi keguguran
pada ibu hamil atau melahirkan bagi mati (Askandar Tj, 1986).
BAB III
STRATEGI PENANGGULANGAN
Besaran Masalah Penyakit DM
Besaran masalah kesehatan sehubungan dengan penyakit pada dasarnya
sehubungan dengan banyaknya beban yang akan ditanggung yang tidak
hanya sehubungan dengan jumlah kejadian namun capaian kejadian dalam
lingkup masyarakat yang lebih luas. Dengan menggunakan pendekatan 6 D
maka dapat diketahui besaran masalah sehubungan dengan diabetes
mellitus :
Disease
Diabetes mellitus (DM) dapat ditemukan pada hampir semua masyarakat
di seluruh dunia, namun insidensi dan prevalensi DM yang tergantung
insulin (IDDM) dan yang tidak tergantung insulin (NIDDM) serta
distribusi relatif kedua jenis utama DM ini menunjukkan
perbedaan-perbedaan pokok antara negara dan kelompok etnik yang
berbeda dalam satu negara (WHO, 1999).
Pada tahun 2000 diperkirakan sekitar 150 juta orang di dunia mengidap
diabetes mellitus dan sekarang ini, jumlah penyandang penyakit
diabetes diperkirakan telah mencapai 246 juta jiwa dan pada tahun
2025 mendatang diperkirakan akan terjadi peningkatan mencapai 380
juta jiwa (Depkes RI, 2005 dan Yunir, 2007).
Sedangkan di Indonesia Diabetes Mellitus adalah salah satu penyakit
degeneratif, yang mencakup sepuluh besar penyakit di Indonesia. Pada
tahun 1995 tercatat jumlah penderita Diabetes Mellitus di Indoneisa
lebih kurang 5 juta jiwa dan pada saat ini diperkirakan terdapat
sekitar 14 juta penyandang diabetes (Depkes RI, 2005 dan Yunir,
2007).
Dengan makin majunya keadaan sosio ekonomi masyarakat Indonesia serta
pelayanan kesehatan yang makin baik dan merata, diperkirakan tingkat
kejadian penyakit diabetes mellitus (DM) akan makin meningkat.
Penyakit ini dapat menyerang segala lapisan umur dan sosio ekonomi.
Dari berbagai penelitian epidemiologis di Indonesia di dapatkan
prevalensi sebesar 1,5- 2,3 % pada penduduk usia lebih besar dari 15
tahun. Pada suatu penelitian di Manado didapatkan prevalensi 6,1 %.
Penelitian di Jakarta pada tahun 1993 menunjukkan prevalensi 5,7%
(Hiswani, 2005).
Melihat pola pertambahan penduduk saat ini diperkirakan pada tahun
2020 nanti akan ada sejumlah 178 juta penduduk berusia di atas 20
tahun dan dengan asumsi prevalensi Diabetes Mellitus sebesar 2 %,
akan didapatkan 3,56 juta pasien Diabetes Mellitus, suatu jumlah
yang besar untuk dapat ditanggani sendiri oleh para ahli DM. Oleh
karena itu antisipasi untuk mencegah dan menanggulangi timbulnya
ledakan pasien DM ini harus sudah dimulai dari sekarang (Hiswani,
2005).
Discomfort
Diabetes mellitus pada individu akan berdampak pada keadaan
ketidaknyamanan baik ditinjau dari individu yang juga akan
berimplikasi terhadap status kesehatan masyarakat dimana diabetes
mellitus merupakan penyakit yang memberi sumbangsi terhadap tingginya
angka kematian.
Ditinjau dari aspek discomfort, DM pada individu akan berdampak pada
kehilangan waktu kerja terutama pada mereka yang produktif dan lebih
lagi bahwa kejadian DM sendiri lebih banyak terjadi pada kelompok
usia produktif meskipun gejala pra diabetes sendiri dapat pula
diidentifikasi secara dini di kelompok masyarakat yang lebih muda
seperti pada usia sekolah.
Disability
Seorang yang mengalami DM terutama pada mereka yang tidak mendapatkan
penanganan yang segera akan berdampak pada kerusakan lapisan kulit
terutama pada saat terjadi luka. Dan jika berlangsung lama akan
berujung kepada kehilangan organ tertentu yang secara langsung dapat
mempengaruhi produktifitasnya.
Dissatisfication
Peningkatan jumlah kejadian DM pada masyarakat tidak terlepas dengan
rendahnya peran pelayanan kesehatan terutama yang berhubungan dengan
ketidakcukupan fasilitas dalam upaya pencegahan sekunder dan tersier
terhadap penderita IDDM dan NIDDM yang berakibat pada timbulnya
penyulit penyakit secara dini.
Destitution
Peningkatan kasus DM juga terkait dengan masih rendahnya upaya-upaya
pengidentifikasian penyakit baik secara lengkap maupun upaya-upaya
yang bersifat dini yang akan membantu upaya-upaya pencegahan.
Death
DM dapat memberi sumbangsi terhadap angka
kematian disebabkan dapat mempengaruhi perkembangan penyulit-penyulit
vaskuler, ginjal dan neuropati. DM yang terjadi pada usia anak
khususnya jenis IDDM di negara-negara sedang berkembang meninggal
dalam 5 tahun sesudah penegakkan diagnosa sedangkan di negara-negara
industri, nilai median (tengah) dari angka harapan hidup seorang
penderita IDDM berkisar 70 – 80% dari populasi umum (WHO,
1999).
Konsep Terjadinya Penyakit Diabetes
Mellitus
Diabetes mellitus merupakan masalah kesehatan yang perlu mendapat
perhatian. Upaya penanganan terhadap diabetes pada dasarnya ditujukan
pada upaya yang tidak hanya pada satu aspek saja namun juga harus
ditunjang dengan berbagai hal yang sehubungan dengan faktor yang
memperkuat individu mengalami diabetes mellitus. Oleh sebab itu,
pemahaman terhadap diagnosis penyebab penyakit DM akan membantu dalam
upaya penanggulangan. Pada kesempatan ini, pendekatan yang digunakan
untuk mengidentifikasi penyebab penyakit adalah dengan menggunakan
dasar pada aspek kausa primer (penyebab tunggal) dan kausa jamak
(penyebab yang lebih dari 1 faktor).
Kausa primer
Kausa primer lebih merujuk kepada penyebab utama terjadinya suatu
masalah kesehatan atau penyakit. Pemahaman dan penerapan konsep ini
merupakan hal yang pertama dilakukan untuk menentukan dan menegakkan
upaya intervensi yang dapat dilakukan.
Diabetes mellitus sendiri, pada dasarnya
disebabkan karena ketidakmampuan tubuh dalam melaksanakan kerja
sintesis kelebihan glukosa dalam tubuh. Ketidakmampuan ini merupakan
penyebab tunggal sehingga individu mengalami gangguan metabolisme
glukosa yang berujung pada kejadian diabetes mellitus.
Kausa jamak (multi cause)
Kausa jamak memberi penggambaran bahwa suatu masalah kesehatan
terkait dengan banyaknya faktor yang dianggap berhubungan dengan
mempengaruhi timbulnya suatu penyakit atau masalah kesehatan
tertentu. Dengan pendekatan ini, merupakan perkembangan terbaru
terhadap upaya penanganan dan penanggulangan penyakit lebih utama
lagi dalam upaya penyusunan rencana intervensi yang dapat dilakukan.
Pada kejadian diabetes mellitus sendiri
sehubungan dengan ketidakmampuan ataupun kegagalan terhadap
metabolisme glukosa dalam tubuh pada dasarnya terkait oleh adanya
berbagai faktor yang dianggap sebagai faktor risiko sehingga
terjadinya kegagalan atau ketidakmampuan tersebut. Jadi kejadian
diabetes mellitus sendiri terkait dengan adanya beberapa aspek yang
mempengaruhi terjadinya penyebab utama.
Diabetes mellitus adalah suatu gangguan
metabolik yang ditandai oleh hiperglikemia yang berkaitan dengan
abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak dan protein.
Hiperglikemia timbul karena penyerapan glukosa ke dalam sel terhambat
serta metabolisme glukosa yang terganggu. Dalam keadaan normal,
kira-kira 50% glukosa yang dimakan mengalami metabolisme sempurna
menjadi CO2 dan air, 5% diubah menjadi glikogen dan kira-kira
30 – 40% diubah menjadi lemak. Pada penderita DM semua proses
itu terganggu, glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel, sehingga
energi terutama diperoleh dari metabolisme protein dan lemak.
Sebenarnya hiperglikemia sendiri relatif tidak berbahaya, kecuali
apabila berlebihan sehingga darah menjadi hiperosmotik terhadap
cairan intrasel. Kondisi yang berbahaya ialah glikosuria karena
glukosa bersifat diuretik osmotik, sehingga diuresis meningkat
disertai hilangnya berbagai elektrolit. Hal ini menyebabkan dehidrasi
dan hilangnya elektrolit pada penderita DM yang tidak diobati. Karena
adanya dehidrasi, maka tubuh berusaha mengatasi dengan banyak minum
(polidipsia). Badan kehilangan 4 kalori untuk setiap gram glukosa
yang diekskresi. Polifagia timbul karena perangsangan pusat nafsu
makan di hipotalamus oleh kurangnya pemakaian glukosa di kelenjar
itu.
DM bukanlah penyakit yang disebabkan oleh satu faktor, tetapi
merupakan suatu sindrom yang disebabkan oleh banyak faktor. DM
dikarakterisasi oleh hiperglikemia kronik karena penurunan kerja
insulin pada jaringan target (disebabkan oleh kurangnya sekresi
insulin, resistensi insulin atau keduanya). Penurunan kerja insulin
ini berhubungan dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan
protein.
Penyebab pasti DM khususnya tipa 2 belum
sepenuhnya diketahui secara pasti. Namun, ada beberapa faktor yang
dianggap sebagai pencetus atau dianggap sebagai faktor risiko, yaitu
:
Kegemukan (Obesitas)
Makan makanan yang manis tidak akan menyebabkan timbulnya penyakit
ini, tetapi jika konsumsinya sangat berlebihan, ini bisa menyebabkan
kegemukan dan menderita DM.
Lain-lain
Faktor-faktor lain yang turut mencetus panyakit DM adalah resistensi
insulin, pola makan yang salah, proses penuaan (degeneratif) dan
stress yang berkepanjangan tanpa kendali.
Menurut WHO (1999), DM dapat dihubungkan oleh 3 faktor utama yaitu :
Faktor genetik
Predisposisi genetis utama DM dibentuk oleh gen-gen yang terletak
pada lengan pendek kromosom 6, baik di dalam atau berdekatan dengan
kompleks histokompatibilitas utama, yaitu daerah HLA. Gen-gen pada
daerah HLA yang menimbulkan risiko diabetes tipe I mengatur respon
imun. Gen-gen ini dikenal pula sebagai alel-alel kelas II kompleks
histokompatibilitas utama meliputi lokus HLA-DR, -DQ dan –DP.
Faktor lingkungan
Pengaruh lingkungan adalah berupa pemberian
nutrisi selama masa neonatus dan bayi muda. Pemberian konsumsi
protein susu sapi terutama di awal kehidupan bisa mengakibatkan
kepekaan terhadap diabetes tipe I. Selain itu, beberapa toksin kimia
tampak berpotensi menimbulkan cedera pada sel-sel beta pankreas.
Paparan terhadap virus terutama yang merusak sistem kerja pankreas
dapat mempengaruhi perkembangan diabetes tipe I.
Faktor imunologik
Faktor imunologik sehubungan dengan adanya
berbagai hal yang menyebabkan terjadinya kerusakan pada sel beta di
pankreas sebagai penyebab terjadinya kegagalan dalam metabolisme
glukosa dengan pengeluaran insulin yang rendah oleh pankreas. Adanya
produksi sitokin oleh makrofag dengan disertai peningkatan senyawa
radikal bebas seperti oksida nitrit akan mempengaruhi kerentanan sel
beta pankreas.
Faktor lain seperti stress berat dan berkepanjangan dan pengunaan
obat serta adanya ganguan kerja hormon
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka dapat disusun pola kejadian
DM disertai dengan berbagai faktor risiko pemicunya dalam bentuk
bagan sebagai berikut :
Strategi Pencegahan
Primordial prevention
Primordial prevention merupakan upaya untuk
mencegah terjadinya risiko atau mempertahankan keadaan risiko rendah
dalam masyarakat terhadap penyakit secara umum. Pada upaya
penanggulangan DM, upaya pencegahan yang sifatnya primordial adalah :
Intervensi terhadap pola makan dengan
tetap mempertahankan pola makan masyarakat yang masih
tradisional dengan tidak membudayakan pola makan cepat saji
yang tinggi lemak,
Membudayakan kebiasaan puasa senin dan
kamis
Intervensi terhadap aktifitas fisik dengan
mempertahankan kegiatan-kegiatan masyarakat sehubungan dengan
aktivitas fisik berupa olahraga teratur (lebih mengarahkan kepada
masyarakat kerja) dimana kegiatan-kegiatan masyarakat yang biasanya
aktif secara fisik seperti kebiasaan berkebun sekalipun dalam
lingkup kecil namun dapat bermanfaat sebagai sarana olahraga fisik.
Menanamkan kebiasaan berjalan kaki kepada masyarakat
Health promotion
Health promotion sehubungan dengan pemberian muatan informasi kepada
masyarakat sehubungan dengan masalah kesehatan. Dan pada upaya
pencegahan DM, tindakan yang dapat dilakukan adalah :
Pemberian informasi tentang manfaat
pemberian ASI eksklsif kepada masyarakat khususnya kaum
perempuan untuk mencegah terjadinya pemberian susu formula
yang terlalu dini
Pemberian informasi akan pentingnya aktivitas
olahraga rutin minimal 15 menit sehari
Spesific protection
Spesific protection dilakukan dalam upaya
pemberian perlindungan secara dini kepada masyarakat sehubungan
dengan masalah kesehatan. Pada beberapa penyakit biasanya dilakukan
dalam bentuk pemberian imunisasi namun untuk perkembangan sekarang,
diabetes mellitus dapat dilakukan melalui :
Pemberian penetral radikal bebas seperti nikotinamid
Mengistirahatkan sel-beta melalui pengobatan
insulin secara dini
Penghentian pemberian susu formula pada masa neonatus dan bayi sejak
dini
Pemberian imunosupresi atau imunomodulasi
Early diagnosis and promp treatment
Early diagnosis and prompt treatmen dilakukan
sehubungan dengan upaya pendeteksian secara dini terhadap individu
yang nantinya mengalami DM dimasa mendatang sehingga dapat dilakukan
upaya penanggulangan sedini mungkin untuk mencegah semakin
berkembangnya risiko terhadap timbulnya penyakit tersebut. Upaya
sehubungan dengan early diagnosis pada DM adalah dengan melakukan :
Melakukan skrining DM di masyarakat
Melakukan survei tentang pola konsumsi makanan
di tingkat keluarga pada kelompok masyarakat
Disability limitation
Disability limitation adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk
mencegah dampak lebih besar yang diakibatkan oleh DM yang ditujukan
kepada seorang yang telah diangap sebagai penderita DM karena risiko
keterpaparan sangat tinggi. Upaya yang dapat dilakukan adalah :
Pemberian insulin yang tepat waktu
Penanganan secara komprehensif oleh tenaga ahli medis di
rumah sakit
Perbaikan fasilitas-fasilitas pelayanan yang lebih baik
Rehabilitation
Rehabilitation ditujukan untuk mengadakan perbaikan-perbaikan kembali
pada individu yang telah mengalami sakit. Pada penderita DM, upaya
rehabilitasi yang dapat dilakukan adalah :
Pengaturan diet makanan sehari-hari
yang rendah lemak dan pengkonsumsian makanan karbohidrat
tinggi yang alami
Pemeriksaan kadar glukosa darah secara teratur dengan melaksanakan
pemeriksaan laboratorium komplit minimal sekali sebulan
Penghindaran atau penggunaan secara bijaksana terhadap obat-obat
yang diabetagonik
BAB IV
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penyajian sebelumnya di atas, dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut :
Diabetes mellitus merupakan penyakit yang
telah memberi sumbangsih terhadap peningkatan angka kematian yang
diperkirakan pada tahun 2025 mendatang diperkirakan akan terjadi
peningkatan mencapai 380 juta jiwa yang berhubungan dengan semakin
rendahnya angka harapan hidup.
Kejadian DM pada dasarnya sehubungan dengan ketidakmampuan atau
kegagalan tubuh dalam melaksanakan metabolisme glukosa dalam tubuh
yang terkait dengan banyak faktor risiko.
Upaya pengendalian DM dapat dilakukan dengan melakukan berbagai
upaya-upaya pencegahan yang lebih awal pada aspek primordial untuk
mencegah timbulnya risiko
Rekomendasi
Bentuk kegiatan yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut :
Mempertahankan pola makan masyarakat yang masih tradisional
Menanamkan kebiasaan berjalan kaki kepada masyarakat
Mencegah terjadinya pemberian susu formula yang terlalu dini
Melakukan skrining DM di masyarakat
Melakukan survei tentang pola konsumsi makanan di tingkat
keluarga pada kelompok masyarakat
Pemeriksaan kadar glukosa darah secara teratur
DAFTAR PUSTAKA
Askandar Tj, 1986. DM dan Macam-macam Diet
Diabetes, Air Langga University Press. Surabaya.
Depkes RI, 2004. Peran Diit dalam
Penanggulangan Diabetes. Dirjen Bina Kesmas. Jakarta.
Depkes
RI, 2006. Penderita
Diabetes Indonesia Urutan ke-4 di Dunia, www.depkes.go.id,
Jakarta.
Rachmawati, 2005. Ancaman Diabetes.www.klik-dokter.com.
Jakarta.
Dunanty, S. 2002. Indikator Perilaku
Kesehatan, Sehat Skala Nasional, (Merokok) Otot Pola Makan yang Baik,
Lakukan Aktivitas Fisik / Olahraga, Jakarta.
Sanusi Harsinen, 2004. Tinjauan Medis DM
Akibatnya pada Kematian, Makassar.
Hiswani, 2005. Penyuluhan Kesehatan pada
Penderita Diabetes Mellitus. FK USU. Medan.
Iman Soeharto, 2004. Serangan Jantung dan
Stroke Hubungannya Dengan Lemak dan Kolesterol. Edisi II. PR
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
WHO, 1999. Prefention of Diabetes Mellitus.
Alih Bahasa Arisman. Hipokrates. Jakarta.
Yunir, 2007. Mengenal Penyakit Diabetes
Mellitus. FKUI. Jakarta.
Tugas : Epidemiologi Kontemporer
Dosen : DR. drg. A. Zulkifli Abdullah,M.Kes
DIABETES MELLITUS
MOH JOEHARNO
P1804208019
KONSENTRASI EPIDEMIOLOGI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2009
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia tentang Kesehatan No. 23
Tahun 1992 Pasal 3, digariskan bahwa pembangunan kesehatan
bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup
sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang optimal
(Depkes RI, 2004).
Saat ini, pembangunan bidang kesehatan di Indonesia mempunyai masalah
beban ganda dimana selain masih tingginya penyakit infeksi juga
disertai dengan penyakit tidak menular yang juga mengalami
peningkatan seperti jantung, stroke, kanker, diabetes mellitus
(Dunanty, 2002).
Di negara berkembang penyakit tidak menular
meningkat dengan pesat dan bermakna terhadap perkembangan sosial,
ekonomi dan risiko sulit lainnya. Pada tahun 2000 diperkirakan 60%
kematian dan 43% beban yang ditimbulkan akibat penyakit tidak
menular. Salah satu penyebab kematian diantaranya yaitu penyakit
diabetes mellitus (DM) yang dikatakan mewabah oleh karena insidennya
semakin meningkat dari tahun ke tahun.
Prevalensi diabetes mellitus di dunia semakin meningkat sehingga
dianggap sebagai wabah, dimana pada tahun 2000 diperkirakan jumlah
penduduk dunia yang menderita diabetes mellitus sebanyak 150 juta
jiwa dan pada tahun 2020 diperkirakan menjadi 300 juta. Angka
prevalensi yang sangat meningkat ini diperkirakan terjadi di negara
yang sedang berkembang seperti Cina dan India termasuk Indonesia.
Sebaliknya di negara yang berkembang, prevalensi diabetes mellitus
tidak begitu meningkat. Peningkatan yang luar biasa di negara sedang
berkembang diduga akibat perubahan pola hidup (Sanusi Harsinen,
2004).
Hasil survei yang dilakukan Badan Kesehatan
Dunia WHO, Indonesia menempati urutan ke-4 jumlah penderita diabetes
terbesar di dunia setelah India, Cina dan Amerika Serikat, dengan
prevalensi 8,6% dari total penduduk. Diperkirakan pada tahun 1995
terdapat 4,5 juta pengidap diabetes mellitus dan pada tahun 2025
diperkirakan meningkat menjadi 12,4 juta penderita. Sedangkan data
yang telah dihimpun Depkes, jumlah pasien rawat inap maupun rawat
jalan di rumah sakit menempati urutan pertama dari seluruh penyakit
endoktrin (Depkes
RI, 2006).
Diabetes (kencing manis) adalah penyakit di mana tubuh penderitanya
tidak bisa mengendalikan tingkat gula (glukosa) dalam darahnya. Jadi
penderita mengalami gangguan metabolisme dari distribusi gula oleh
tubuh sehingga tubuh tidak bisa memproduksi insulin dalam jumlah yang
cukup atau tidak mampu menggunakan insulin secara efektif. Akibatnya,
terjadi kelebihan gula di dalam darah sehingga menjadi racun bagi
tubuh (Rachmawati, 2005).
Diabetes mellitus pada dasarnya dibedakan menjadi 2 tipe yaitu tipe I
dengan nama Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) dan diabetes
tipe II dengan nama Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM).
Dari kedua jenis diabetes ini, menurut catatan WHO, diperkirakan
lebih dari 50 persen pengidap diabetes tipe II tidak terdiagnosis.
Mereka umumnya baru ketahuan saat berobat untuk penyakit lain. Ini
mengakibatkan komplikasi diabetes serius yang antara lain ditandai
hilangnya kesadaran, tekanan darah tinggi, penyakit jantung, gangguan
penglihatan sampai kebutaan, kerusakan jaringan (gangren) sehingga
harus diamputasi agar tidak menjalar ke jaringan lain (Rachmawati,
2005).
Penyakit ini dapat menyerang segala lapisan umur dan sosio ekonomi.
Dari berbagai penelitian epidemiologis di Indonesia di dapatkan
prevalensi sebesar 1,5-2,3 % pada penduduk usia lebih besar dari 15
tahun. Pada suatu penelitian di Manado didapatkan prevalensi 6,1 %.
Penelitian di Jakarta pada tahun 1993 menunjukkan prevalensi 5,7%
(Hiswani, 2005).
Penyakit diabetes mellitus adalah suatu penyakit menahun, tidak dapat
disembuhkan, bermasalah karena penyakit ini tidak dirasakan oleh
pasien pada stadium awal sehingga tidak diketahui lebih dini dan baru
terdiagnosa setelah timbul komplikasi dan pengobatan dilalaikan
(Sanusih Harsinen, 2004).
Diabetes adalah salah satu penyakit yang paling sering diderita dan
merupakan penyakit kronik yang serius di Indonesia saat ini. Hal ini
disebabkan karena setengah dari jumlah kasus Diabetes Mellitus (DM)
tidak terdiagnosa karena pada umumnya diabetes tidak disertai gejala
sampai terjadinya komplikasi. Prevalensi penyakit diabetes meningkat
karena terjadi perubahan gaya hidup, kenaikan jumlah kalori yang
dikonsumsi, kurangnya aktifitas fisik dan meningkatnya jumlah
populasi masyarakat usia lanjut (Hiswani, 2005).
Berdasarkan hal tersebut, upaya penanganan terhadap kejadian DM perlu
dilakukan yang harus dilaksanakan secara komprehensif. Pada
kesempatan ini, penulis akan mengutarakan strategi penanggulangan
penyakit DM dengan menggunakan bidang keilmuan epidemiologi.
Tujuan Penulisan
Untuk menganalisis kejadian DM dengan menggunakan pendekatan
strategi 6D (Disease, Death, Disability, Discomfort,
Dissatisfication and Destituition)
Untuk menganalisis konsep kejadian penyakit DM secara multicause
(penyebab penyakit yang jamak)
Untuk merumuskan dan mengembangkan tingkat
pencegahan dalam rangka penanggulangan DM
Manfaat Penulisan
Penulisan makalah ini diharapkan dapat memberi manfaat berupa :
Menambah pengetahuan tentang konsep terjadinya DM secara multicause
Memberi informasi kepada masyarakat khususnya kaum pembaca terlebih
bagi penulis sendiri dalam upaya penanggulangan DM
Merupakan salah satu syarat kelulusan mata kuliah Epidemiologi
Kontemporer Pascasarjana Program Magister Kesehatan Masyarakat
Konsentrasi Epidemiologi Universitas Hasanuddin
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DIABETES MELLITUS
Manifestasi Klinik
Diabetes militus adalah gangguan kadar glukosa darah yang disebabkan
oleh karena terjadinya penurunan jumlah atau kekurangmampuan tubuh
menggunakan insulin sehingga glukosa menumpuk dalam darah dan
melebihi keadaan normal (Iman Soeharto, 2004).
Pada orang normal konsentrasi glukosa darah diatur sangat sempit,
biasanya berkisar antara 80 – 90 mg/100 ml darah pada orang
yang puasa setiap pagi sebelum makan pagi dan konsentrasi ini
meningkat menjadi 120 – 140 mg/100 ml. Selama satu jam
pertama atau lebih setelah makan nilai abnormal dari glukosa darah
adalah jika lebih dari 140 mg/dl.
Diabetes (kencing manis) adalah penyakit di mana tubuh penderitanya
tidak bisa mengendalikan tingkat gula (glukosa) dalam darahnya. Jadi
penderita mengalami gangguan metabolisme dari distribusi gula oleh
tubuh sehingga tubuh tidak bisa memproduksi insulin dalam jumlah yang
cukup atau tidak mampu menggunakan insulin secara efektif. Akibatnya,
terjadi kelebihan gula di dalam darah sehingga menjadi racun bagi
tubuh. Sebagian glukosa yang tertahan dalam darah tersebut melimpah
ke sistem urine (Iman Soeharto, 2004).
Penentuan seseorang menderita dibetes berdasarkan hasil pengukuran
glukosa dalam darah dan pada urine. Seseorang yang menderita diabetes
jika pada pemeriksaan urine terdapat glukosa dan pada pemeriksaan
kadar glukosa darah menunjukkan jumlah yang melebihi batas normal.
Berikut adalah kadar gluksa dalam darah yang diinginkan (Iman
Soeharto, 2004) :
Sesudah puasa 10 jam : 80 – 120 mg/dl
2 jam sesudah makan : < 130 mg/dl
Acak (random) : 130 – 170 mg/dl
Penentuan kadar glukosa dalam darah lainnya adalah melalui
pemeriksaan HbA1C (glikohemoglobin). HbA1C merupakan ikatan antara
gula dan hemoglobin. Pemeriksaan HbA1C ini mampu menggambarkan kadar
glukosa rata-rata dalam jangka waktu 1 – 3 bulan sebelumnya
yaitu sesuai dengan umur sel-sel darah merah. Hasil pemeriksaan Hb1AC
digolongkan sebagai berikut
Baik jika HbA1C 4 – 6
Sedang jika HbA1C 6 – 8
Buruk jika HbA1C > 8
Tipe Diabetes Mellitus
Secara umum, diabetes dibedakan atas dua tipe yaitu (Iman Soeharto,
2004) :
Insuline dependent diabetes, dimana diabetes tergantung dengan
insulin dimana pankreas tidak menghasilkan atau menghasilkan
sedikit sekali insulin.
Non insuline dependent diabetes, yaitu diabetes yang tidak
tergantung dengan insulin dimana pankreas masih dapat menghasilkan
insulin yang bervariasi jumlahnya bahkan dapat mencapai jumlah
yang normal tetapi tubuh tidak dapat menggunakannya secara
efisien.
Organisasi kesehatan sedunia (WHO, 1985) melontarkan klasifikasi
baru untuk diabetes mellitus yang sedikit berbeda dengan laporan
sebelumnya (WHO, 1980) yaitu :
Kelas klinik
Kelas klinik diabetes mellitus (DM) adalah :
IDDM (Insulin Dependent Diabetes Mellitus)
NIDDM (Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus)
Non obies
Obies
MRDM (malnutrition related diabetes mellitus)
FCPD (Fibrocalaulous Pancreatic Diabetes)
PDPD (Protein Deficient Pancreatic Diabetes)
Diabetes Mellitus tipe lain berkaitan dengan syndrome tertentu
Penyakit pangkreas
Penyakit hormonal
Kondisi akibat obat atau bahan kimia
Kelainan insulin atau reseptornya
Lain-lain
IDDM (Insulin Dependent Diabetes Mellitus) di sebut pula diabetes
mellitus type I dimana disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin
oleh sel beta pula langerhas. Diabetes Mellitus type I ini
tergantung pada pemberian insulin, type ini meliputi 10% - 15%
penderita dan umumnya terdapat usia muda.
NIDDM ( Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus) dikenal dengan
diabetes mellitus type II, umumnya sel beta pancreas masih
berfungsi, type II, umumnya sel beta pancreas masih berfungsi, type
ini meliputi 75% - 85% penderita diabetes.
MRDM (in youth Diabetes atau Diabetes type) umumnya penderita
sangat kurus dan sebagian kasus menunjukkan karakter seperti type
I, diabetes mellitus type ini timbul berkaitan dengan defisiensi
protein pada masa anak-anak.
Gangguan toleransi glukosa
Non obeis
Obeis
Berkaitan dengan syndrome tertentu.
Diabetes Mellitus Gestasinal
Kelas risiko statistik (mereka dengan toleransi glukosa normal,
tetapi mempunyai resiko untuk menderita diabetes mellitus)
Toleransi glukosa abnormal
Toleransi glukosa potensial abnormal (WHO, 1999)
Tanda dan Gejala
Tanda-tanda penyakit diabetes antara lain adalah kelelahan, mudah
lapar dan haus, sering buang air kecil, menurunnya berat badan, ingin
muntah dan lambatnya penyembuhan luka yang diderita. Seringkali
tanda-tanda diabetes tipe muncul secara perlahan-lahan dan tidak
diketahui atau dirasakan dalam kurun waktu yang terlalu lama
(bertahun-tahun) dan baru diketahui setelah dilakukan pemeriksaan
kesehatan rutin.
Penentuan gejala dan tanda diabetes ditentukan berdasarkan tipe
diabetes yang dialami. Pada penderita diabetes tipe I mengalami
gejala antara lain, sering buang air kecil, terus lapar dan haus,
berat badan turun, kelelahan, penglihatan kabur, infeksi pada kulit
yang berulang, meningkatnya kadar gula dalam darah dan air seni.
Diabetes jenis ini cenderung terjadi pada mereka yang berusia di
bawah 20 tahun. Gejala ini mirip dengan tahap awal diabetes tipe II
yang biasanya terjadi pada usia di atas 40 tahun, tetapi kini
prevalensinya makin tinggi pada golongan anak-anak dan remaja.
Diabetes yang tidak terkendalikan (terkontrol) dalam jangka waktu
yang lama menyebabkan komplikasi pada mata yang dapat menyebabkan
kebutaan, seragan jantung yang mematikan, kerusakan gnjal, komplikasi
pada syaraf, gangren dan impotensi.
Diabetes merupakan faktor risiko terhadap kejadian penyakit jantung
koroner dimana jika terjadi peningkatan kadar glukosa dalam darah
dalam waktu yang lama akan mendorong terjadinya pengendapan
(atheroskelerosis) pada arteri koroner. Selain itu, kadar glukosa
darah yang tidak terkontrol cenderung meningkatkan kadar kolesterol
dan trigliserida
Mereka dengan penyakit diabetes tipe 2 mempunyai kemungkinan serius
mengalami peristiwa koroner yang besar atau kematian yang mendekati
risiko seperti halnya pasien PJK tanpa diabetes. Risiko tinggi ini
berhubungan dengan faktor risiko yang dikenal sebagai sindroma
metabolik.
Selain itu, diabetes juga dapat menimbulkan terjadinya beberapa
penyakit penyerta (komplikasi) yakni terjadinya nefropati diabetik.
Kejadian ini ditandai dengan kerusakan glomerulus ginjal yang
berfungsi sebagai alat penyaring atau filterisasi bahan-bahan
berbahaya dalam tubuh sehingg dapat menyebabkan gagal ginjal terminal
dimana penderita perlu menjalani cuci darah atau hemodialisis.
Timbulnya nefropati diabetik pada penderita DM jika pada 2 dari 3
kali pemeriksaan dalam waktu 3 – 6 bulan ditemukan alnumin
dalam urine 24 jam > 30 mg dengan catatan tidak ditemukan penyebab
albuminuria lain.
Gejala diabetes dapat pula dibedakan berdasarkan waktu timbulnya
yaitu gejala akut dan kronik. Gejala awal (akut) dari penyakit
diabetes mellitus yang timbul meliputi banyak makan (polifagi),
banyak minum (polidipsi), serta banyak kencing (poliurin). Dalam
keadaan ini biasanya penderita menunjukkan berat badan yang terus
naik (bertambah gemuk). Bila keadaan tersebut tidak cepat diobati
maka lama kelamaan mulai timbul gejala kemunduran kerja insulin
seperti nafsu makan mulai berkurang, banyak minum, banyak kencing
mudah capek, berat badan turun dengan cepat dan luar biasa, juga
timbul rasa mual. Bahkan penderita akan tidak sadarkan diri yang
disebut koma diabetik.
Gejala kronik penderita diabetes mellitus meliputi kesemutan, rasa
kulit panas, rasa tebal-tebal di kulit, kramp, capek, mengantuk, muka
kabur, gatal di sekitar kemaluan terutama wanita, gigi mudah goyah
dan mudah lepas, kemampuan seksual menurun, sering terjadi keguguran
pada ibu hamil atau melahirkan bagi mati (Askandar Tj, 1986).
BAB III
STRATEGI PENANGGULANGAN
Besaran Masalah Penyakit DM
Besaran masalah kesehatan sehubungan dengan penyakit pada dasarnya
sehubungan dengan banyaknya beban yang akan ditanggung yang tidak
hanya sehubungan dengan jumlah kejadian namun capaian kejadian dalam
lingkup masyarakat yang lebih luas. Dengan menggunakan pendekatan 6 D
maka dapat diketahui besaran masalah sehubungan dengan diabetes
mellitus :
Disease
Diabetes mellitus (DM) dapat ditemukan pada hampir semua masyarakat
di seluruh dunia, namun insidensi dan prevalensi DM yang tergantung
insulin (IDDM) dan yang tidak tergantung insulin (NIDDM) serta
distribusi relatif kedua jenis utama DM ini menunjukkan
perbedaan-perbedaan pokok antara negara dan kelompok etnik yang
berbeda dalam satu negara (WHO, 1999).
Pada tahun 2000 diperkirakan sekitar 150 juta orang di dunia mengidap
diabetes mellitus dan sekarang ini, jumlah penyandang penyakit
diabetes diperkirakan telah mencapai 246 juta jiwa dan pada tahun
2025 mendatang diperkirakan akan terjadi peningkatan mencapai 380
juta jiwa (Depkes RI, 2005 dan Yunir, 2007).
Sedangkan di Indonesia Diabetes Mellitus adalah salah satu penyakit
degeneratif, yang mencakup sepuluh besar penyakit di Indonesia. Pada
tahun 1995 tercatat jumlah penderita Diabetes Mellitus di Indoneisa
lebih kurang 5 juta jiwa dan pada saat ini diperkirakan terdapat
sekitar 14 juta penyandang diabetes (Depkes RI, 2005 dan Yunir,
2007).
Dengan makin majunya keadaan sosio ekonomi masyarakat Indonesia serta
pelayanan kesehatan yang makin baik dan merata, diperkirakan tingkat
kejadian penyakit diabetes mellitus (DM) akan makin meningkat.
Penyakit ini dapat menyerang segala lapisan umur dan sosio ekonomi.
Dari berbagai penelitian epidemiologis di Indonesia di dapatkan
prevalensi sebesar 1,5- 2,3 % pada penduduk usia lebih besar dari 15
tahun. Pada suatu penelitian di Manado didapatkan prevalensi 6,1 %.
Penelitian di Jakarta pada tahun 1993 menunjukkan prevalensi 5,7%
(Hiswani, 2005).
Melihat pola pertambahan penduduk saat ini diperkirakan pada tahun
2020 nanti akan ada sejumlah 178 juta penduduk berusia di atas 20
tahun dan dengan asumsi prevalensi Diabetes Mellitus sebesar 2 %,
akan didapatkan 3,56 juta pasien Diabetes Mellitus, suatu jumlah
yang besar untuk dapat ditanggani sendiri oleh para ahli DM. Oleh
karena itu antisipasi untuk mencegah dan menanggulangi timbulnya
ledakan pasien DM ini harus sudah dimulai dari sekarang (Hiswani,
2005).
Discomfort
Diabetes mellitus pada individu akan berdampak pada keadaan
ketidaknyamanan baik ditinjau dari individu yang juga akan
berimplikasi terhadap status kesehatan masyarakat dimana diabetes
mellitus merupakan penyakit yang memberi sumbangsi terhadap tingginya
angka kematian.
Ditinjau dari aspek discomfort, DM pada individu akan berdampak pada
kehilangan waktu kerja terutama pada mereka yang produktif dan lebih
lagi bahwa kejadian DM sendiri lebih banyak terjadi pada kelompok
usia produktif meskipun gejala pra diabetes sendiri dapat pula
diidentifikasi secara dini di kelompok masyarakat yang lebih muda
seperti pada usia sekolah.
Disability
Seorang yang mengalami DM terutama pada mereka yang tidak mendapatkan
penanganan yang segera akan berdampak pada kerusakan lapisan kulit
terutama pada saat terjadi luka. Dan jika berlangsung lama akan
berujung kepada kehilangan organ tertentu yang secara langsung dapat
mempengaruhi produktifitasnya.
Dissatisfication
Peningkatan jumlah kejadian DM pada masyarakat tidak terlepas dengan
rendahnya peran pelayanan kesehatan terutama yang berhubungan dengan
ketidakcukupan fasilitas dalam upaya pencegahan sekunder dan tersier
terhadap penderita IDDM dan NIDDM yang berakibat pada timbulnya
penyulit penyakit secara dini.
Destitution
Peningkatan kasus DM juga terkait dengan masih rendahnya upaya-upaya
pengidentifikasian penyakit baik secara lengkap maupun upaya-upaya
yang bersifat dini yang akan membantu upaya-upaya pencegahan.
Death
DM dapat memberi sumbangsi terhadap angka
kematian disebabkan dapat mempengaruhi perkembangan penyulit-penyulit
vaskuler, ginjal dan neuropati. DM yang terjadi pada usia anak
khususnya jenis IDDM di negara-negara sedang berkembang meninggal
dalam 5 tahun sesudah penegakkan diagnosa sedangkan di negara-negara
industri, nilai median (tengah) dari angka harapan hidup seorang
penderita IDDM berkisar 70 – 80% dari populasi umum (WHO,
1999).
Konsep Terjadinya Penyakit Diabetes
Mellitus
Diabetes mellitus merupakan masalah kesehatan yang perlu mendapat
perhatian. Upaya penanganan terhadap diabetes pada dasarnya ditujukan
pada upaya yang tidak hanya pada satu aspek saja namun juga harus
ditunjang dengan berbagai hal yang sehubungan dengan faktor yang
memperkuat individu mengalami diabetes mellitus. Oleh sebab itu,
pemahaman terhadap diagnosis penyebab penyakit DM akan membantu dalam
upaya penanggulangan. Pada kesempatan ini, pendekatan yang digunakan
untuk mengidentifikasi penyebab penyakit adalah dengan menggunakan
dasar pada aspek kausa primer (penyebab tunggal) dan kausa jamak
(penyebab yang lebih dari 1 faktor).
Kausa primer
Kausa primer lebih merujuk kepada penyebab utama terjadinya suatu
masalah kesehatan atau penyakit. Pemahaman dan penerapan konsep ini
merupakan hal yang pertama dilakukan untuk menentukan dan menegakkan
upaya intervensi yang dapat dilakukan.
Diabetes mellitus sendiri, pada dasarnya
disebabkan karena ketidakmampuan tubuh dalam melaksanakan kerja
sintesis kelebihan glukosa dalam tubuh. Ketidakmampuan ini merupakan
penyebab tunggal sehingga individu mengalami gangguan metabolisme
glukosa yang berujung pada kejadian diabetes mellitus.
Kausa jamak (multi cause)
Kausa jamak memberi penggambaran bahwa suatu masalah kesehatan
terkait dengan banyaknya faktor yang dianggap berhubungan dengan
mempengaruhi timbulnya suatu penyakit atau masalah kesehatan
tertentu. Dengan pendekatan ini, merupakan perkembangan terbaru
terhadap upaya penanganan dan penanggulangan penyakit lebih utama
lagi dalam upaya penyusunan rencana intervensi yang dapat dilakukan.
Pada kejadian diabetes mellitus sendiri
sehubungan dengan ketidakmampuan ataupun kegagalan terhadap
metabolisme glukosa dalam tubuh pada dasarnya terkait oleh adanya
berbagai faktor yang dianggap sebagai faktor risiko sehingga
terjadinya kegagalan atau ketidakmampuan tersebut. Jadi kejadian
diabetes mellitus sendiri terkait dengan adanya beberapa aspek yang
mempengaruhi terjadinya penyebab utama.
Diabetes mellitus adalah suatu gangguan
metabolik yang ditandai oleh hiperglikemia yang berkaitan dengan
abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak dan protein.
Hiperglikemia timbul karena penyerapan glukosa ke dalam sel terhambat
serta metabolisme glukosa yang terganggu. Dalam keadaan normal,
kira-kira 50% glukosa yang dimakan mengalami metabolisme sempurna
menjadi CO2 dan air, 5% diubah menjadi glikogen dan kira-kira
30 – 40% diubah menjadi lemak. Pada penderita DM semua proses
itu terganggu, glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel, sehingga
energi terutama diperoleh dari metabolisme protein dan lemak.
Sebenarnya hiperglikemia sendiri relatif tidak berbahaya, kecuali
apabila berlebihan sehingga darah menjadi hiperosmotik terhadap
cairan intrasel. Kondisi yang berbahaya ialah glikosuria karena
glukosa bersifat diuretik osmotik, sehingga diuresis meningkat
disertai hilangnya berbagai elektrolit. Hal ini menyebabkan dehidrasi
dan hilangnya elektrolit pada penderita DM yang tidak diobati. Karena
adanya dehidrasi, maka tubuh berusaha mengatasi dengan banyak minum
(polidipsia). Badan kehilangan 4 kalori untuk setiap gram glukosa
yang diekskresi. Polifagia timbul karena perangsangan pusat nafsu
makan di hipotalamus oleh kurangnya pemakaian glukosa di kelenjar
itu.
DM bukanlah penyakit yang disebabkan oleh satu faktor, tetapi
merupakan suatu sindrom yang disebabkan oleh banyak faktor. DM
dikarakterisasi oleh hiperglikemia kronik karena penurunan kerja
insulin pada jaringan target (disebabkan oleh kurangnya sekresi
insulin, resistensi insulin atau keduanya). Penurunan kerja insulin
ini berhubungan dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan
protein.
Penyebab pasti DM khususnya tipa 2 belum
sepenuhnya diketahui secara pasti. Namun, ada beberapa faktor yang
dianggap sebagai pencetus atau dianggap sebagai faktor risiko, yaitu
:
Kegemukan (Obesitas)
Makan makanan yang manis tidak akan menyebabkan timbulnya penyakit
ini, tetapi jika konsumsinya sangat berlebihan, ini bisa menyebabkan
kegemukan dan menderita DM.
Lain-lain
Faktor-faktor lain yang turut mencetus panyakit DM adalah resistensi
insulin, pola makan yang salah, proses penuaan (degeneratif) dan
stress yang berkepanjangan tanpa kendali.
Menurut WHO (1999), DM dapat dihubungkan oleh 3 faktor utama yaitu :
Faktor genetik
Predisposisi genetis utama DM dibentuk oleh gen-gen yang terletak
pada lengan pendek kromosom 6, baik di dalam atau berdekatan dengan
kompleks histokompatibilitas utama, yaitu daerah HLA. Gen-gen pada
daerah HLA yang menimbulkan risiko diabetes tipe I mengatur respon
imun. Gen-gen ini dikenal pula sebagai alel-alel kelas II kompleks
histokompatibilitas utama meliputi lokus HLA-DR, -DQ dan –DP.
Faktor lingkungan
Pengaruh lingkungan adalah berupa pemberian
nutrisi selama masa neonatus dan bayi muda. Pemberian konsumsi
protein susu sapi terutama di awal kehidupan bisa mengakibatkan
kepekaan terhadap diabetes tipe I. Selain itu, beberapa toksin kimia
tampak berpotensi menimbulkan cedera pada sel-sel beta pankreas.
Paparan terhadap virus terutama yang merusak sistem kerja pankreas
dapat mempengaruhi perkembangan diabetes tipe I.
Faktor imunologik
Faktor imunologik sehubungan dengan adanya
berbagai hal yang menyebabkan terjadinya kerusakan pada sel beta di
pankreas sebagai penyebab terjadinya kegagalan dalam metabolisme
glukosa dengan pengeluaran insulin yang rendah oleh pankreas. Adanya
produksi sitokin oleh makrofag dengan disertai peningkatan senyawa
radikal bebas seperti oksida nitrit akan mempengaruhi kerentanan sel
beta pankreas.
Faktor lain seperti stress berat dan berkepanjangan dan pengunaan
obat serta adanya ganguan kerja hormon
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka dapat disusun pola kejadian
DM disertai dengan berbagai faktor risiko pemicunya dalam bentuk
bagan sebagai berikut :
Strategi Pencegahan
Primordial prevention
Primordial prevention merupakan upaya untuk
mencegah terjadinya risiko atau mempertahankan keadaan risiko rendah
dalam masyarakat terhadap penyakit secara umum. Pada upaya
penanggulangan DM, upaya pencegahan yang sifatnya primordial adalah :
Intervensi terhadap pola makan dengan
tetap mempertahankan pola makan masyarakat yang masih
tradisional dengan tidak membudayakan pola makan cepat saji
yang tinggi lemak,
Membudayakan kebiasaan puasa senin dan
kamis
Intervensi terhadap aktifitas fisik dengan
mempertahankan kegiatan-kegiatan masyarakat sehubungan dengan
aktivitas fisik berupa olahraga teratur (lebih mengarahkan kepada
masyarakat kerja) dimana kegiatan-kegiatan masyarakat yang biasanya
aktif secara fisik seperti kebiasaan berkebun sekalipun dalam
lingkup kecil namun dapat bermanfaat sebagai sarana olahraga fisik.
Menanamkan kebiasaan berjalan kaki kepada masyarakat
Health promotion
Health promotion sehubungan dengan pemberian muatan informasi kepada
masyarakat sehubungan dengan masalah kesehatan. Dan pada upaya
pencegahan DM, tindakan yang dapat dilakukan adalah :
Pemberian informasi tentang manfaat
pemberian ASI eksklsif kepada masyarakat khususnya kaum
perempuan untuk mencegah terjadinya pemberian susu formula
yang terlalu dini
Pemberian informasi akan pentingnya aktivitas
olahraga rutin minimal 15 menit sehari
Spesific protection
Spesific protection dilakukan dalam upaya
pemberian perlindungan secara dini kepada masyarakat sehubungan
dengan masalah kesehatan. Pada beberapa penyakit biasanya dilakukan
dalam bentuk pemberian imunisasi namun untuk perkembangan sekarang,
diabetes mellitus dapat dilakukan melalui :
Pemberian penetral radikal bebas seperti nikotinamid
Mengistirahatkan sel-beta melalui pengobatan
insulin secara dini
Penghentian pemberian susu formula pada masa neonatus dan bayi sejak
dini
Pemberian imunosupresi atau imunomodulasi
Early diagnosis and promp treatment
Early diagnosis and prompt treatmen dilakukan
sehubungan dengan upaya pendeteksian secara dini terhadap individu
yang nantinya mengalami DM dimasa mendatang sehingga dapat dilakukan
upaya penanggulangan sedini mungkin untuk mencegah semakin
berkembangnya risiko terhadap timbulnya penyakit tersebut. Upaya
sehubungan dengan early diagnosis pada DM adalah dengan melakukan :
Melakukan skrining DM di masyarakat
Melakukan survei tentang pola konsumsi makanan
di tingkat keluarga pada kelompok masyarakat
Disability limitation
Disability limitation adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk
mencegah dampak lebih besar yang diakibatkan oleh DM yang ditujukan
kepada seorang yang telah diangap sebagai penderita DM karena risiko
keterpaparan sangat tinggi. Upaya yang dapat dilakukan adalah :
Pemberian insulin yang tepat waktu
Penanganan secara komprehensif oleh tenaga ahli medis di
rumah sakit
Perbaikan fasilitas-fasilitas pelayanan yang lebih baik
Rehabilitation
Rehabilitation ditujukan untuk mengadakan perbaikan-perbaikan kembali
pada individu yang telah mengalami sakit. Pada penderita DM, upaya
rehabilitasi yang dapat dilakukan adalah :
Pengaturan diet makanan sehari-hari
yang rendah lemak dan pengkonsumsian makanan karbohidrat
tinggi yang alami
Pemeriksaan kadar glukosa darah secara teratur dengan melaksanakan
pemeriksaan laboratorium komplit minimal sekali sebulan
Penghindaran atau penggunaan secara bijaksana terhadap obat-obat
yang diabetagonik
BAB IV
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penyajian sebelumnya di atas, dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut :
Diabetes mellitus merupakan penyakit yang
telah memberi sumbangsih terhadap peningkatan angka kematian yang
diperkirakan pada tahun 2025 mendatang diperkirakan akan terjadi
peningkatan mencapai 380 juta jiwa yang berhubungan dengan semakin
rendahnya angka harapan hidup.
Kejadian DM pada dasarnya sehubungan dengan ketidakmampuan atau
kegagalan tubuh dalam melaksanakan metabolisme glukosa dalam tubuh
yang terkait dengan banyak faktor risiko.
Upaya pengendalian DM dapat dilakukan dengan melakukan berbagai
upaya-upaya pencegahan yang lebih awal pada aspek primordial untuk
mencegah timbulnya risiko
Rekomendasi
Bentuk kegiatan yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut :
Mempertahankan pola makan masyarakat yang masih tradisional
Menanamkan kebiasaan berjalan kaki kepada masyarakat
Mencegah terjadinya pemberian susu formula yang terlalu dini
Melakukan skrining DM di masyarakat
Melakukan survei tentang pola konsumsi makanan di tingkat
keluarga pada kelompok masyarakat
Pemeriksaan kadar glukosa darah secara teratur
DAFTAR PUSTAKA
Askandar Tj, 1986. DM dan Macam-macam Diet
Diabetes, Air Langga University Press. Surabaya.
Depkes RI, 2004. Peran Diit dalam
Penanggulangan Diabetes. Dirjen Bina Kesmas. Jakarta.
Depkes
RI, 2006. Penderita
Diabetes Indonesia Urutan ke-4 di Dunia, www.depkes.go.id,
Jakarta.
Rachmawati, 2005. Ancaman Diabetes.www.klik-dokter.com.
Jakarta.
Dunanty, S. 2002. Indikator Perilaku
Kesehatan, Sehat Skala Nasional, (Merokok) Otot Pola Makan yang Baik,
Lakukan Aktivitas Fisik / Olahraga, Jakarta.
Sanusi Harsinen, 2004. Tinjauan Medis DM
Akibatnya pada Kematian, Makassar.
Hiswani, 2005. Penyuluhan Kesehatan pada
Penderita Diabetes Mellitus. FK USU. Medan.
Iman Soeharto, 2004. Serangan Jantung dan
Stroke Hubungannya Dengan Lemak dan Kolesterol. Edisi II. PR
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
WHO, 1999. Prefention of Diabetes Mellitus.
Alih Bahasa Arisman. Hipokrates. Jakarta.
Yunir, 2007. Mengenal Penyakit Diabetes
Mellitus. FKUI. Jakarta.
Tugas : Epidemiologi Kontemporer
Dosen : DR. drg. A. Zulkifli Abdullah,M.Kes
DIABETES MELLITUS
MOH JOEHARNO
P1804208019
KONSENTRASI EPIDEMIOLOGI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2009
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia tentang Kesehatan No. 23
Tahun 1992 Pasal 3, digariskan bahwa pembangunan kesehatan
bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup
sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang optimal
(Depkes RI, 2004).
Saat ini, pembangunan bidang kesehatan di Indonesia mempunyai masalah
beban ganda dimana selain masih tingginya penyakit infeksi juga
disertai dengan penyakit tidak menular yang juga mengalami
peningkatan seperti jantung, stroke, kanker, diabetes mellitus
(Dunanty, 2002).
Di negara berkembang penyakit tidak menular
meningkat dengan pesat dan bermakna terhadap perkembangan sosial,
ekonomi dan risiko sulit lainnya. Pada tahun 2000 diperkirakan 60%
kematian dan 43% beban yang ditimbulkan akibat penyakit tidak
menular. Salah satu penyebab kematian diantaranya yaitu penyakit
diabetes mellitus (DM) yang dikatakan mewabah oleh karena insidennya
semakin meningkat dari tahun ke tahun.
Prevalensi diabetes mellitus di dunia semakin meningkat sehingga
dianggap sebagai wabah, dimana pada tahun 2000 diperkirakan jumlah
penduduk dunia yang menderita diabetes mellitus sebanyak 150 juta
jiwa dan pada tahun 2020 diperkirakan menjadi 300 juta. Angka
prevalensi yang sangat meningkat ini diperkirakan terjadi di negara
yang sedang berkembang seperti Cina dan India termasuk Indonesia.
Sebaliknya di negara yang berkembang, prevalensi diabetes mellitus
tidak begitu meningkat. Peningkatan yang luar biasa di negara sedang
berkembang diduga akibat perubahan pola hidup (Sanusi Harsinen,
2004).
Hasil survei yang dilakukan Badan Kesehatan
Dunia WHO, Indonesia menempati urutan ke-4 jumlah penderita diabetes
terbesar di dunia setelah India, Cina dan Amerika Serikat, dengan
prevalensi 8,6% dari total penduduk. Diperkirakan pada tahun 1995
terdapat 4,5 juta pengidap diabetes mellitus dan pada tahun 2025
diperkirakan meningkat menjadi 12,4 juta penderita. Sedangkan data
yang telah dihimpun Depkes, jumlah pasien rawat inap maupun rawat
jalan di rumah sakit menempati urutan pertama dari seluruh penyakit
endoktrin (Depkes
RI, 2006).
Diabetes (kencing manis) adalah penyakit di mana tubuh penderitanya
tidak bisa mengendalikan tingkat gula (glukosa) dalam darahnya. Jadi
penderita mengalami gangguan metabolisme dari distribusi gula oleh
tubuh sehingga tubuh tidak bisa memproduksi insulin dalam jumlah yang
cukup atau tidak mampu menggunakan insulin secara efektif. Akibatnya,
terjadi kelebihan gula di dalam darah sehingga menjadi racun bagi
tubuh (Rachmawati, 2005).
Diabetes mellitus pada dasarnya dibedakan menjadi 2 tipe yaitu tipe I
dengan nama Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) dan diabetes
tipe II dengan nama Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM).
Dari kedua jenis diabetes ini, menurut catatan WHO, diperkirakan
lebih dari 50 persen pengidap diabetes tipe II tidak terdiagnosis.
Mereka umumnya baru ketahuan saat berobat untuk penyakit lain. Ini
mengakibatkan komplikasi diabetes serius yang antara lain ditandai
hilangnya kesadaran, tekanan darah tinggi, penyakit jantung, gangguan
penglihatan sampai kebutaan, kerusakan jaringan (gangren) sehingga
harus diamputasi agar tidak menjalar ke jaringan lain (Rachmawati,
2005).
Penyakit ini dapat menyerang segala lapisan umur dan sosio ekonomi.
Dari berbagai penelitian epidemiologis di Indonesia di dapatkan
prevalensi sebesar 1,5-2,3 % pada penduduk usia lebih besar dari 15
tahun. Pada suatu penelitian di Manado didapatkan prevalensi 6,1 %.
Penelitian di Jakarta pada tahun 1993 menunjukkan prevalensi 5,7%
(Hiswani, 2005).
Penyakit diabetes mellitus adalah suatu penyakit menahun, tidak dapat
disembuhkan, bermasalah karena penyakit ini tidak dirasakan oleh
pasien pada stadium awal sehingga tidak diketahui lebih dini dan baru
terdiagnosa setelah timbul komplikasi dan pengobatan dilalaikan
(Sanusih Harsinen, 2004).
Diabetes adalah salah satu penyakit yang paling sering diderita dan
merupakan penyakit kronik yang serius di Indonesia saat ini. Hal ini
disebabkan karena setengah dari jumlah kasus Diabetes Mellitus (DM)
tidak terdiagnosa karena pada umumnya diabetes tidak disertai gejala
sampai terjadinya komplikasi. Prevalensi penyakit diabetes meningkat
karena terjadi perubahan gaya hidup, kenaikan jumlah kalori yang
dikonsumsi, kurangnya aktifitas fisik dan meningkatnya jumlah
populasi masyarakat usia lanjut (Hiswani, 2005).
Berdasarkan hal tersebut, upaya penanganan terhadap kejadian DM perlu
dilakukan yang harus dilaksanakan secara komprehensif. Pada
kesempatan ini, penulis akan mengutarakan strategi penanggulangan
penyakit DM dengan menggunakan bidang keilmuan epidemiologi.
Tujuan Penulisan
Untuk menganalisis kejadian DM dengan menggunakan pendekatan
strategi 6D (Disease, Death, Disability, Discomfort,
Dissatisfication and Destituition)
Untuk menganalisis konsep kejadian penyakit DM secara multicause
(penyebab penyakit yang jamak)
Untuk merumuskan dan mengembangkan tingkat
pencegahan dalam rangka penanggulangan DM
Manfaat Penulisan
Penulisan makalah ini diharapkan dapat memberi manfaat berupa :
Menambah pengetahuan tentang konsep terjadinya DM secara multicause
Memberi informasi kepada masyarakat khususnya kaum pembaca terlebih
bagi penulis sendiri dalam upaya penanggulangan DM
Merupakan salah satu syarat kelulusan mata kuliah Epidemiologi
Kontemporer Pascasarjana Program Magister Kesehatan Masyarakat
Konsentrasi Epidemiologi Universitas Hasanuddin
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DIABETES MELLITUS
Manifestasi Klinik
Diabetes militus adalah gangguan kadar glukosa darah yang disebabkan
oleh karena terjadinya penurunan jumlah atau kekurangmampuan tubuh
menggunakan insulin sehingga glukosa menumpuk dalam darah dan
melebihi keadaan normal (Iman Soeharto, 2004).
Pada orang normal konsentrasi glukosa darah diatur sangat sempit,
biasanya berkisar antara 80 – 90 mg/100 ml darah pada orang
yang puasa setiap pagi sebelum makan pagi dan konsentrasi ini
meningkat menjadi 120 – 140 mg/100 ml. Selama satu jam
pertama atau lebih setelah makan nilai abnormal dari glukosa darah
adalah jika lebih dari 140 mg/dl.
Diabetes (kencing manis) adalah penyakit di mana tubuh penderitanya
tidak bisa mengendalikan tingkat gula (glukosa) dalam darahnya. Jadi
penderita mengalami gangguan metabolisme dari distribusi gula oleh
tubuh sehingga tubuh tidak bisa memproduksi insulin dalam jumlah yang
cukup atau tidak mampu menggunakan insulin secara efektif. Akibatnya,
terjadi kelebihan gula di dalam darah sehingga menjadi racun bagi
tubuh. Sebagian glukosa yang tertahan dalam darah tersebut melimpah
ke sistem urine (Iman Soeharto, 2004).
Penentuan seseorang menderita dibetes berdasarkan hasil pengukuran
glukosa dalam darah dan pada urine. Seseorang yang menderita diabetes
jika pada pemeriksaan urine terdapat glukosa dan pada pemeriksaan
kadar glukosa darah menunjukkan jumlah yang melebihi batas normal.
Berikut adalah kadar gluksa dalam darah yang diinginkan (Iman
Soeharto, 2004) :
Sesudah puasa 10 jam : 80 – 120 mg/dl
2 jam sesudah makan : < 130 mg/dl
Acak (random) : 130 – 170 mg/dl
Penentuan kadar glukosa dalam darah lainnya adalah melalui
pemeriksaan HbA1C (glikohemoglobin). HbA1C merupakan ikatan antara
gula dan hemoglobin. Pemeriksaan HbA1C ini mampu menggambarkan kadar
glukosa rata-rata dalam jangka waktu 1 – 3 bulan sebelumnya
yaitu sesuai dengan umur sel-sel darah merah. Hasil pemeriksaan Hb1AC
digolongkan sebagai berikut
Baik jika HbA1C 4 – 6
Sedang jika HbA1C 6 – 8
Buruk jika HbA1C > 8
Tipe Diabetes Mellitus
Secara umum, diabetes dibedakan atas dua tipe yaitu (Iman Soeharto,
2004) :
Insuline dependent diabetes, dimana diabetes tergantung dengan
insulin dimana pankreas tidak menghasilkan atau menghasilkan
sedikit sekali insulin.
Non insuline dependent diabetes, yaitu diabetes yang tidak
tergantung dengan insulin dimana pankreas masih dapat menghasilkan
insulin yang bervariasi jumlahnya bahkan dapat mencapai jumlah
yang normal tetapi tubuh tidak dapat menggunakannya secara
efisien.
Organisasi kesehatan sedunia (WHO, 1985) melontarkan klasifikasi
baru untuk diabetes mellitus yang sedikit berbeda dengan laporan
sebelumnya (WHO, 1980) yaitu :
Kelas klinik
Kelas klinik diabetes mellitus (DM) adalah :
IDDM (Insulin Dependent Diabetes Mellitus)
NIDDM (Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus)
Non obies
Obies
MRDM (malnutrition related diabetes mellitus)
FCPD (Fibrocalaulous Pancreatic Diabetes)
PDPD (Protein Deficient Pancreatic Diabetes)
Diabetes Mellitus tipe lain berkaitan dengan syndrome tertentu
Penyakit pangkreas
Penyakit hormonal
Kondisi akibat obat atau bahan kimia
Kelainan insulin atau reseptornya
Lain-lain
IDDM (Insulin Dependent Diabetes Mellitus) di sebut pula diabetes
mellitus type I dimana disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin
oleh sel beta pula langerhas. Diabetes Mellitus type I ini
tergantung pada pemberian insulin, type ini meliputi 10% - 15%
penderita dan umumnya terdapat usia muda.
NIDDM ( Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus) dikenal dengan
diabetes mellitus type II, umumnya sel beta pancreas masih
berfungsi, type II, umumnya sel beta pancreas masih berfungsi, type
ini meliputi 75% - 85% penderita diabetes.
MRDM (in youth Diabetes atau Diabetes type) umumnya penderita
sangat kurus dan sebagian kasus menunjukkan karakter seperti type
I, diabetes mellitus type ini timbul berkaitan dengan defisiensi
protein pada masa anak-anak.
Gangguan toleransi glukosa
Non obeis
Obeis
Berkaitan dengan syndrome tertentu.
Diabetes Mellitus Gestasinal
Kelas risiko statistik (mereka dengan toleransi glukosa normal,
tetapi mempunyai resiko untuk menderita diabetes mellitus)
Toleransi glukosa abnormal
Toleransi glukosa potensial abnormal (WHO, 1999)
Tanda dan Gejala
Tanda-tanda penyakit diabetes antara lain adalah kelelahan, mudah
lapar dan haus, sering buang air kecil, menurunnya berat badan, ingin
muntah dan lambatnya penyembuhan luka yang diderita. Seringkali
tanda-tanda diabetes tipe muncul secara perlahan-lahan dan tidak
diketahui atau dirasakan dalam kurun waktu yang terlalu lama
(bertahun-tahun) dan baru diketahui setelah dilakukan pemeriksaan
kesehatan rutin.
Penentuan gejala dan tanda diabetes ditentukan berdasarkan tipe
diabetes yang dialami. Pada penderita diabetes tipe I mengalami
gejala antara lain, sering buang air kecil, terus lapar dan haus,
berat badan turun, kelelahan, penglihatan kabur, infeksi pada kulit
yang berulang, meningkatnya kadar gula dalam darah dan air seni.
Diabetes jenis ini cenderung terjadi pada mereka yang berusia di
bawah 20 tahun. Gejala ini mirip dengan tahap awal diabetes tipe II
yang biasanya terjadi pada usia di atas 40 tahun, tetapi kini
prevalensinya makin tinggi pada golongan anak-anak dan remaja.
Diabetes yang tidak terkendalikan (terkontrol) dalam jangka waktu
yang lama menyebabkan komplikasi pada mata yang dapat menyebabkan
kebutaan, seragan jantung yang mematikan, kerusakan gnjal, komplikasi
pada syaraf, gangren dan impotensi.
Diabetes merupakan faktor risiko terhadap kejadian penyakit jantung
koroner dimana jika terjadi peningkatan kadar glukosa dalam darah
dalam waktu yang lama akan mendorong terjadinya pengendapan
(atheroskelerosis) pada arteri koroner. Selain itu, kadar glukosa
darah yang tidak terkontrol cenderung meningkatkan kadar kolesterol
dan trigliserida
Mereka dengan penyakit diabetes tipe 2 mempunyai kemungkinan serius
mengalami peristiwa koroner yang besar atau kematian yang mendekati
risiko seperti halnya pasien PJK tanpa diabetes. Risiko tinggi ini
berhubungan dengan faktor risiko yang dikenal sebagai sindroma
metabolik.
Selain itu, diabetes juga dapat menimbulkan terjadinya beberapa
penyakit penyerta (komplikasi) yakni terjadinya nefropati diabetik.
Kejadian ini ditandai dengan kerusakan glomerulus ginjal yang
berfungsi sebagai alat penyaring atau filterisasi bahan-bahan
berbahaya dalam tubuh sehingg dapat menyebabkan gagal ginjal terminal
dimana penderita perlu menjalani cuci darah atau hemodialisis.
Timbulnya nefropati diabetik pada penderita DM jika pada 2 dari 3
kali pemeriksaan dalam waktu 3 – 6 bulan ditemukan alnumin
dalam urine 24 jam > 30 mg dengan catatan tidak ditemukan penyebab
albuminuria lain.
Gejala diabetes dapat pula dibedakan berdasarkan waktu timbulnya
yaitu gejala akut dan kronik. Gejala awal (akut) dari penyakit
diabetes mellitus yang timbul meliputi banyak makan (polifagi),
banyak minum (polidipsi), serta banyak kencing (poliurin). Dalam
keadaan ini biasanya penderita menunjukkan berat badan yang terus
naik (bertambah gemuk). Bila keadaan tersebut tidak cepat diobati
maka lama kelamaan mulai timbul gejala kemunduran kerja insulin
seperti nafsu makan mulai berkurang, banyak minum, banyak kencing
mudah capek, berat badan turun dengan cepat dan luar biasa, juga
timbul rasa mual. Bahkan penderita akan tidak sadarkan diri yang
disebut koma diabetik.
Gejala kronik penderita diabetes mellitus meliputi kesemutan, rasa
kulit panas, rasa tebal-tebal di kulit, kramp, capek, mengantuk, muka
kabur, gatal di sekitar kemaluan terutama wanita, gigi mudah goyah
dan mudah lepas, kemampuan seksual menurun, sering terjadi keguguran
pada ibu hamil atau melahirkan bagi mati (Askandar Tj, 1986).
BAB III
STRATEGI PENANGGULANGAN
Besaran Masalah Penyakit DM
Besaran masalah kesehatan sehubungan dengan penyakit pada dasarnya
sehubungan dengan banyaknya beban yang akan ditanggung yang tidak
hanya sehubungan dengan jumlah kejadian namun capaian kejadian dalam
lingkup masyarakat yang lebih luas. Dengan menggunakan pendekatan 6 D
maka dapat diketahui besaran masalah sehubungan dengan diabetes
mellitus :
Disease
Diabetes mellitus (DM) dapat ditemukan pada hampir semua masyarakat
di seluruh dunia, namun insidensi dan prevalensi DM yang tergantung
insulin (IDDM) dan yang tidak tergantung insulin (NIDDM) serta
distribusi relatif kedua jenis utama DM ini menunjukkan
perbedaan-perbedaan pokok antara negara dan kelompok etnik yang
berbeda dalam satu negara (WHO, 1999).
Pada tahun 2000 diperkirakan sekitar 150 juta orang di dunia mengidap
diabetes mellitus dan sekarang ini, jumlah penyandang penyakit
diabetes diperkirakan telah mencapai 246 juta jiwa dan pada tahun
2025 mendatang diperkirakan akan terjadi peningkatan mencapai 380
juta jiwa (Depkes RI, 2005 dan Yunir, 2007).
Sedangkan di Indonesia Diabetes Mellitus adalah salah satu penyakit
degeneratif, yang mencakup sepuluh besar penyakit di Indonesia. Pada
tahun 1995 tercatat jumlah penderita Diabetes Mellitus di Indoneisa
lebih kurang 5 juta jiwa dan pada saat ini diperkirakan terdapat
sekitar 14 juta penyandang diabetes (Depkes RI, 2005 dan Yunir,
2007).
Dengan makin majunya keadaan sosio ekonomi masyarakat Indonesia serta
pelayanan kesehatan yang makin baik dan merata, diperkirakan tingkat
kejadian penyakit diabetes mellitus (DM) akan makin meningkat.
Penyakit ini dapat menyerang segala lapisan umur dan sosio ekonomi.
Dari berbagai penelitian epidemiologis di Indonesia di dapatkan
prevalensi sebesar 1,5- 2,3 % pada penduduk usia lebih besar dari 15
tahun. Pada suatu penelitian di Manado didapatkan prevalensi 6,1 %.
Penelitian di Jakarta pada tahun 1993 menunjukkan prevalensi 5,7%
(Hiswani, 2005).
Melihat pola pertambahan penduduk saat ini diperkirakan pada tahun
2020 nanti akan ada sejumlah 178 juta penduduk berusia di atas 20
tahun dan dengan asumsi prevalensi Diabetes Mellitus sebesar 2 %,
akan didapatkan 3,56 juta pasien Diabetes Mellitus, suatu jumlah
yang besar untuk dapat ditanggani sendiri oleh para ahli DM. Oleh
karena itu antisipasi untuk mencegah dan menanggulangi timbulnya
ledakan pasien DM ini harus sudah dimulai dari sekarang (Hiswani,
2005).
Discomfort
Diabetes mellitus pada individu akan berdampak pada keadaan
ketidaknyamanan baik ditinjau dari individu yang juga akan
berimplikasi terhadap status kesehatan masyarakat dimana diabetes
mellitus merupakan penyakit yang memberi sumbangsi terhadap tingginya
angka kematian.
Ditinjau dari aspek discomfort, DM pada individu akan berdampak pada
kehilangan waktu kerja terutama pada mereka yang produktif dan lebih
lagi bahwa kejadian DM sendiri lebih banyak terjadi pada kelompok
usia produktif meskipun gejala pra diabetes sendiri dapat pula
diidentifikasi secara dini di kelompok masyarakat yang lebih muda
seperti pada usia sekolah.
Disability
Seorang yang mengalami DM terutama pada mereka yang tidak mendapatkan
penanganan yang segera akan berdampak pada kerusakan lapisan kulit
terutama pada saat terjadi luka. Dan jika berlangsung lama akan
berujung kepada kehilangan organ tertentu yang secara langsung dapat
mempengaruhi produktifitasnya.
Dissatisfication
Peningkatan jumlah kejadian DM pada masyarakat tidak terlepas dengan
rendahnya peran pelayanan kesehatan terutama yang berhubungan dengan
ketidakcukupan fasilitas dalam upaya pencegahan sekunder dan tersier
terhadap penderita IDDM dan NIDDM yang berakibat pada timbulnya
penyulit penyakit secara dini.
Destitution
Peningkatan kasus DM juga terkait dengan masih rendahnya upaya-upaya
pengidentifikasian penyakit baik secara lengkap maupun upaya-upaya
yang bersifat dini yang akan membantu upaya-upaya pencegahan.
Death
DM dapat memberi sumbangsi terhadap angka
kematian disebabkan dapat mempengaruhi perkembangan penyulit-penyulit
vaskuler, ginjal dan neuropati. DM yang terjadi pada usia anak
khususnya jenis IDDM di negara-negara sedang berkembang meninggal
dalam 5 tahun sesudah penegakkan diagnosa sedangkan di negara-negara
industri, nilai median (tengah) dari angka harapan hidup seorang
penderita IDDM berkisar 70 – 80% dari populasi umum (WHO,
1999).
Konsep Terjadinya Penyakit Diabetes
Mellitus
Diabetes mellitus merupakan masalah kesehatan yang perlu mendapat
perhatian. Upaya penanganan terhadap diabetes pada dasarnya ditujukan
pada upaya yang tidak hanya pada satu aspek saja namun juga harus
ditunjang dengan berbagai hal yang sehubungan dengan faktor yang
memperkuat individu mengalami diabetes mellitus. Oleh sebab itu,
pemahaman terhadap diagnosis penyebab penyakit DM akan membantu dalam
upaya penanggulangan. Pada kesempatan ini, pendekatan yang digunakan
untuk mengidentifikasi penyebab penyakit adalah dengan menggunakan
dasar pada aspek kausa primer (penyebab tunggal) dan kausa jamak
(penyebab yang lebih dari 1 faktor).
Kausa primer
Kausa primer lebih merujuk kepada penyebab utama terjadinya suatu
masalah kesehatan atau penyakit. Pemahaman dan penerapan konsep ini
merupakan hal yang pertama dilakukan untuk menentukan dan menegakkan
upaya intervensi yang dapat dilakukan.
Diabetes mellitus sendiri, pada dasarnya
disebabkan karena ketidakmampuan tubuh dalam melaksanakan kerja
sintesis kelebihan glukosa dalam tubuh. Ketidakmampuan ini merupakan
penyebab tunggal sehingga individu mengalami gangguan metabolisme
glukosa yang berujung pada kejadian diabetes mellitus.
Kausa jamak (multi cause)
Kausa jamak memberi penggambaran bahwa suatu masalah kesehatan
terkait dengan banyaknya faktor yang dianggap berhubungan dengan
mempengaruhi timbulnya suatu penyakit atau masalah kesehatan
tertentu. Dengan pendekatan ini, merupakan perkembangan terbaru
terhadap upaya penanganan dan penanggulangan penyakit lebih utama
lagi dalam upaya penyusunan rencana intervensi yang dapat dilakukan.
Pada kejadian diabetes mellitus sendiri
sehubungan dengan ketidakmampuan ataupun kegagalan terhadap
metabolisme glukosa dalam tubuh pada dasarnya terkait oleh adanya
berbagai faktor yang dianggap sebagai faktor risiko sehingga
terjadinya kegagalan atau ketidakmampuan tersebut. Jadi kejadian
diabetes mellitus sendiri terkait dengan adanya beberapa aspek yang
mempengaruhi terjadinya penyebab utama.
Diabetes mellitus adalah suatu gangguan
metabolik yang ditandai oleh hiperglikemia yang berkaitan dengan
abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak dan protein.
Hiperglikemia timbul karena penyerapan glukosa ke dalam sel terhambat
serta metabolisme glukosa yang terganggu. Dalam keadaan normal,
kira-kira 50% glukosa yang dimakan mengalami metabolisme sempurna
menjadi CO2 dan air, 5% diubah menjadi glikogen dan kira-kira
30 – 40% diubah menjadi lemak. Pada penderita DM semua proses
itu terganggu, glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel, sehingga
energi terutama diperoleh dari metabolisme protein dan lemak.
Sebenarnya hiperglikemia sendiri relatif tidak berbahaya, kecuali
apabila berlebihan sehingga darah menjadi hiperosmotik terhadap
cairan intrasel. Kondisi yang berbahaya ialah glikosuria karena
glukosa bersifat diuretik osmotik, sehingga diuresis meningkat
disertai hilangnya berbagai elektrolit. Hal ini menyebabkan dehidrasi
dan hilangnya elektrolit pada penderita DM yang tidak diobati. Karena
adanya dehidrasi, maka tubuh berusaha mengatasi dengan banyak minum
(polidipsia). Badan kehilangan 4 kalori untuk setiap gram glukosa
yang diekskresi. Polifagia timbul karena perangsangan pusat nafsu
makan di hipotalamus oleh kurangnya pemakaian glukosa di kelenjar
itu.
DM bukanlah penyakit yang disebabkan oleh satu faktor, tetapi
merupakan suatu sindrom yang disebabkan oleh banyak faktor. DM
dikarakterisasi oleh hiperglikemia kronik karena penurunan kerja
insulin pada jaringan target (disebabkan oleh kurangnya sekresi
insulin, resistensi insulin atau keduanya). Penurunan kerja insulin
ini berhubungan dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan
protein.
Penyebab pasti DM khususnya tipa 2 belum
sepenuhnya diketahui secara pasti. Namun, ada beberapa faktor yang
dianggap sebagai pencetus atau dianggap sebagai faktor risiko, yaitu
:
Kegemukan (Obesitas)
Makan makanan yang manis tidak akan menyebabkan timbulnya penyakit
ini, tetapi jika konsumsinya sangat berlebihan, ini bisa menyebabkan
kegemukan dan menderita DM.
Lain-lain
Faktor-faktor lain yang turut mencetus panyakit DM adalah resistensi
insulin, pola makan yang salah, proses penuaan (degeneratif) dan
stress yang berkepanjangan tanpa kendali.
Menurut WHO (1999), DM dapat dihubungkan oleh 3 faktor utama yaitu :
Faktor genetik
Predisposisi genetis utama DM dibentuk oleh gen-gen yang terletak
pada lengan pendek kromosom 6, baik di dalam atau berdekatan dengan
kompleks histokompatibilitas utama, yaitu daerah HLA. Gen-gen pada
daerah HLA yang menimbulkan risiko diabetes tipe I mengatur respon
imun. Gen-gen ini dikenal pula sebagai alel-alel kelas II kompleks
histokompatibilitas utama meliputi lokus HLA-DR, -DQ dan –DP.
Faktor lingkungan
Pengaruh lingkungan adalah berupa pemberian
nutrisi selama masa neonatus dan bayi muda. Pemberian konsumsi
protein susu sapi terutama di awal kehidupan bisa mengakibatkan
kepekaan terhadap diabetes tipe I. Selain itu, beberapa toksin kimia
tampak berpotensi menimbulkan cedera pada sel-sel beta pankreas.
Paparan terhadap virus terutama yang merusak sistem kerja pankreas
dapat mempengaruhi perkembangan diabetes tipe I.
Faktor imunologik
Faktor imunologik sehubungan dengan adanya
berbagai hal yang menyebabkan terjadinya kerusakan pada sel beta di
pankreas sebagai penyebab terjadinya kegagalan dalam metabolisme
glukosa dengan pengeluaran insulin yang rendah oleh pankreas. Adanya
produksi sitokin oleh makrofag dengan disertai peningkatan senyawa
radikal bebas seperti oksida nitrit akan mempengaruhi kerentanan sel
beta pankreas.
Faktor lain seperti stress berat dan berkepanjangan dan pengunaan
obat serta adanya ganguan kerja hormon
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka dapat disusun pola kejadian
DM disertai dengan berbagai faktor risiko pemicunya dalam bentuk
bagan sebagai berikut :
Strategi Pencegahan
Primordial prevention
Primordial prevention merupakan upaya untuk
mencegah terjadinya risiko atau mempertahankan keadaan risiko rendah
dalam masyarakat terhadap penyakit secara umum. Pada upaya
penanggulangan DM, upaya pencegahan yang sifatnya primordial adalah :
Intervensi terhadap pola makan dengan
tetap mempertahankan pola makan masyarakat yang masih
tradisional dengan tidak membudayakan pola makan cepat saji
yang tinggi lemak,
Membudayakan kebiasaan puasa senin dan
kamis
Intervensi terhadap aktifitas fisik dengan
mempertahankan kegiatan-kegiatan masyarakat sehubungan dengan
aktivitas fisik berupa olahraga teratur (lebih mengarahkan kepada
masyarakat kerja) dimana kegiatan-kegiatan masyarakat yang biasanya
aktif secara fisik seperti kebiasaan berkebun sekalipun dalam
lingkup kecil namun dapat bermanfaat sebagai sarana olahraga fisik.
Menanamkan kebiasaan berjalan kaki kepada masyarakat
Health promotion
Health promotion sehubungan dengan pemberian muatan informasi kepada
masyarakat sehubungan dengan masalah kesehatan. Dan pada upaya
pencegahan DM, tindakan yang dapat dilakukan adalah :
Pemberian informasi tentang manfaat
pemberian ASI eksklsif kepada masyarakat khususnya kaum
perempuan untuk mencegah terjadinya pemberian susu formula
yang terlalu dini
Pemberian informasi akan pentingnya aktivitas
olahraga rutin minimal 15 menit sehari
Spesific protection
Spesific protection dilakukan dalam upaya
pemberian perlindungan secara dini kepada masyarakat sehubungan
dengan masalah kesehatan. Pada beberapa penyakit biasanya dilakukan
dalam bentuk pemberian imunisasi namun untuk perkembangan sekarang,
diabetes mellitus dapat dilakukan melalui :
Pemberian penetral radikal bebas seperti nikotinamid
Mengistirahatkan sel-beta melalui pengobatan
insulin secara dini
Penghentian pemberian susu formula pada masa neonatus dan bayi sejak
dini
Pemberian imunosupresi atau imunomodulasi
Early diagnosis and promp treatment
Early diagnosis and prompt treatmen dilakukan
sehubungan dengan upaya pendeteksian secara dini terhadap individu
yang nantinya mengalami DM dimasa mendatang sehingga dapat dilakukan
upaya penanggulangan sedini mungkin untuk mencegah semakin
berkembangnya risiko terhadap timbulnya penyakit tersebut. Upaya
sehubungan dengan early diagnosis pada DM adalah dengan melakukan :
Melakukan skrining DM di masyarakat
Melakukan survei tentang pola konsumsi makanan
di tingkat keluarga pada kelompok masyarakat
Disability limitation
Disability limitation adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk
mencegah dampak lebih besar yang diakibatkan oleh DM yang ditujukan
kepada seorang yang telah diangap sebagai penderita DM karena risiko
keterpaparan sangat tinggi. Upaya yang dapat dilakukan adalah :
Pemberian insulin yang tepat waktu
Penanganan secara komprehensif oleh tenaga ahli medis di
rumah sakit
Perbaikan fasilitas-fasilitas pelayanan yang lebih baik
Rehabilitation
Rehabilitation ditujukan untuk mengadakan perbaikan-perbaikan kembali
pada individu yang telah mengalami sakit. Pada penderita DM, upaya
rehabilitasi yang dapat dilakukan adalah :
Pengaturan diet makanan sehari-hari
yang rendah lemak dan pengkonsumsian makanan karbohidrat
tinggi yang alami
Pemeriksaan kadar glukosa darah secara teratur dengan melaksanakan
pemeriksaan laboratorium komplit minimal sekali sebulan
Penghindaran atau penggunaan secara bijaksana terhadap obat-obat
yang diabetagonik
BAB IV
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penyajian sebelumnya di atas, dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut :
Diabetes mellitus merupakan penyakit yang
telah memberi sumbangsih terhadap peningkatan angka kematian yang
diperkirakan pada tahun 2025 mendatang diperkirakan akan terjadi
peningkatan mencapai 380 juta jiwa yang berhubungan dengan semakin
rendahnya angka harapan hidup.
Kejadian DM pada dasarnya sehubungan dengan ketidakmampuan atau
kegagalan tubuh dalam melaksanakan metabolisme glukosa dalam tubuh
yang terkait dengan banyak faktor risiko.
Upaya pengendalian DM dapat dilakukan dengan melakukan berbagai
upaya-upaya pencegahan yang lebih awal pada aspek primordial untuk
mencegah timbulnya risiko
Rekomendasi
Bentuk kegiatan yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut :
Mempertahankan pola makan masyarakat yang masih tradisional
Menanamkan kebiasaan berjalan kaki kepada masyarakat
Mencegah terjadinya pemberian susu formula yang terlalu dini
Melakukan skrining DM di masyarakat
Melakukan survei tentang pola konsumsi makanan di tingkat
keluarga pada kelompok masyarakat
Pemeriksaan kadar glukosa darah secara teratur
DAFTAR PUSTAKA
Askandar Tj, 1986. DM dan Macam-macam Diet
Diabetes, Air Langga University Press. Surabaya.
Depkes RI, 2004. Peran Diit dalam
Penanggulangan Diabetes. Dirjen Bina Kesmas. Jakarta.
Depkes
RI, 2006. Penderita
Diabetes Indonesia Urutan ke-4 di Dunia, www.depkes.go.id,
Jakarta.
Rachmawati, 2005. Ancaman Diabetes.www.klik-dokter.com.
Jakarta.
Dunanty, S. 2002. Indikator Perilaku
Kesehatan, Sehat Skala Nasional, (Merokok) Otot Pola Makan yang Baik,
Lakukan Aktivitas Fisik / Olahraga, Jakarta.
Sanusi Harsinen, 2004. Tinjauan Medis DM
Akibatnya pada Kematian, Makassar.
Hiswani, 2005. Penyuluhan Kesehatan pada
Penderita Diabetes Mellitus. FK USU. Medan.
Iman Soeharto, 2004. Serangan Jantung dan
Stroke Hubungannya Dengan Lemak dan Kolesterol. Edisi II. PR
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
WHO, 1999. Prefention of Diabetes Mellitus.
Alih Bahasa Arisman. Hipokrates. Jakarta.
Yunir, 2007. Mengenal Penyakit Diabetes
Mellitus. FKUI. Jakarta.
Tugas Epd Klinik
Tugas : Epidemiologi Klinik
Dosen : Prof. Dr. dr. Rasdi Nawi, MS
PENDEKATAN
EPIDEMIOLOGI DALAM DIAGNOSIS PENYAKIT YANG BELUM DIKETAHUI
PENYEBABNYA
OLEH :
MOH
JOEHARNO
P1804208019
MAGISTER EPIDEMIOLOGI KESEHATAN MASYARAKAT
PASCA SARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2009
PENDEKATAN EPIDEMIOLOGI PADA PENYAKIT YANG BELUM DIKETAHUI
PENYEBABNYA
Latar Belakang
Penyakit merupakan suatu keadaan kesetimbangan dari interaksi yang
terjadi antara agen, host dan environment. Agent menyatakan
sumber atau penyebab penyakit yang dapat berupa aspek biologis maupun
non bioogis, host merupakan kelompok yang mengalami
keterpaparan terhadap penyakit oleh agent tertentu atau disebut
pejamu dan environment merupakan faktor eksternal yang berada
disekitar (lingkungan) yang turut serta mempengaruhi keadaan agent
dan pejamu.
Penyakit sebagai salah satu masalah kesehatan yang dapat memberi
dampak terhadap disability, discomfort, dan kematian bagi individu
sehingga peru dilakukan identifikasi secara lebih spesific sehingga
dapat dilakukan berbagai upaya intervensi dalam rangka penanganan
atau penanggulangan penyakit tersebut.
Berbagai jenis peyakit telah diidentifikasi, namun pada banyak kasus
khususnya dengan munculnya berbagai kasus-kasus baru merupakan suatu
pengalaman tersendiri yang harus dipahami tentang besaran masalah dan
dampak yang ditimbulkan oleh penyakit sehingga upaya
pengidentifikasian secara dini perlu dilakukan.
Gambaran Epidemiologi
Berdasarkan ilustrasi yang telah ditunjukkan, upaya identifikasi
penyakit dengan pendekatan epidmiologi dapat dilakukan dengan
meninjau besaran masalah yang terjadi dalam lingkup masyarakat.
Secara epidemiologi, pendekatan identifikasi penyakit dapat dilakukan
dengan menggunakan pendekatan frekuensi, distribusi, dan
faktor-faktor determinan dari penyakit tersebut.
Frekuensi
Frekuensi penyakit sehubungan dengan besaran kuantitatif dari
penyakit (masalah kesehatan) yang terjadi dalam masyarakat yang
ditunjukkan dengan jumlah kejadian atau angka serangan pada
masyarakat.
Berdasarkan ilustrasi, jumlah kuantitatif penyakit yang akan
diidentifikasi adalah sebagai berikut :
Sebanyak 1380 kasus yang dilaporkan di Propinsi Vicenza
Sebanyak 2974 kasus yang dilaporkan pada tahun 1860
Sebanyak 3400 kasus yang dilaporkan pada tahun 1879
Sebanyak 97855 kasus pada kaum petani di tahun 1879
Sebanyak 1000 kasus yang dilaporkan pada tahun 1910 di 13 negara
bagian USA
75 kasus yang dilaporkan di Lousiana yang 80% berasal dari panti
perawatan
Berdasarkan jumlah kasus penyakit yang belum diketahui penyebabnya,
jumlah kejadian penyakit mengalami peningkatan dari tahun 1860 –
1879 dan penyakit ini memiliki angka serangan yang cukup cepat dan
memiliki cakupan wilayah yang sangat besar sebagaimana telah
dilaporkan pada 13 negara bagian USA.
Distribusi
Distribusi menyatakan tingkat penyebaran penyakit dalam masyarakat
yang mencakup waktu, tempat dan orang.
Distribusi menurut waktu
Mulai dikenal pada tahun 1830 namun menghilang pada tahun 1890. Tahun
1910 dilaporkan pada 33 dari 49 negara bagian USA dan distrik
Colombia, tahun 1853 – 1855 dilaporkan 1380 kasus, 2974 kasus
tahun 1860 dan 3400 kasus pada tahun1879. Tahun 1879 diperkirakan
sejitar 97855 kasus pada petani dan tahun 1910 ditemukan 1000 kasus.
Distribusi menurut waktu menunjukkan peningkatan kejadian dari tahun
1860 – 1879 namun pada tahun selanjutnya menunjukkan tidak
adanya perbedaan waktu dimana penyakit ini dapat menyebar secara
merata dengan angka serangan yang tidak dapat diduga.
Distribusi menurut tempat
Menurut tempat, kejadian penyakit ini ditemukan pada : tempat-tempat
perawatan, rumah-rumah perawatan orang gila, rumah yatim piatu,
tempat, Atlantik Selatan dan Teluk Mexico, 33 negara bagian USA,
distrik Colombia, Propinsi Vicenza, Italia, Spanyol, Perancis,
Semenanjung Balkan, Austria, Hungaria, Mesir, Afrika Utara.
Berdasarkan data kejadian tempat, kasus penyakit lebih banyak terjadi
pada negara-negara di benua Eropa, Amerika dan Afrika yang
penyebarannya diduga berhubungan dengan aspek perpindahan penduduk
berupa emigrasi dan imigrasi khususnya perpindahan penduduk antara
negara, daerah dan benua. Namun kejadian penyakit tersebut terikat
antara perbedaan ras dimana pada daratan benua Asia tidak ditemukan
dan dilaporkannya penyakit tersebut.
Distribusi menurut orang
Besaran masalah berdasarkan orang menunjukkan kelompok yang dapat
terpapar terhadap penyakit tersebut. Kelompok yang dilaporkan
terhadap penyakit yang belum diketahui adalah : masyarakat suku
Indian dan Negro di Amerika, masyarakat petani di Italia, yatim piatu
di Atlantik Selatan dan Teluk Mexico.
Keadaan penyakit berdasarkan kelompok orang dapat memberi gambaran
akan kejadian penyakit sehubungan dengan tingkat ekonomi masyarakat
yang rendah dimana sebahagian besar kasus yang dilaporkan merupakan
kaum petani, suku Indian dan Negro yang dikenal pada waktu itu
memiliki keterbatasan dan keterlambatan dalam aspek informasi,
pengetahuan dan perekonomian.
Determinan
Faktor deteminan sehubungan dengan upaya pengidentifikasian berbagai
aspek yang diduga memiliki andil mempengaruhi perkembangan kejadian
penyakit tersebut. Jika ditinjau dari distribusi penyakit berdasarkan
waktu, tempat dan orang, yang diduga menjadi faktor determinan
penyakit adalah :
Keadaan sosial ekonomi
Pengetahuan dan perilaku hidup sehat
Keadaan higene perorangan
Keadaan sanitasi lingkungan
Identifikasi Gejala
Langkah selanjutnya dalam upaya pengidentifikasian penyakit yang
belum diketahui penyebabnya adalah dengan melakukan pembelajaran
terhadap gejala-gejala yang dialami dan dirasakan oleh penderita.
Berdasarkan ilustrasi, gejala-gejala yang teridentifikasi adalah
sebagai berikut :
Muka pucat dan cekung; gejala ini merupakan tanda dari individu yang
mengalami gangguan gizi sehubungan dengan anemia (kurang darah) baik
karena rendahnya asupan nutrisi ataupun karena mengalami kehilangan
cairan (dehidrasi yang berat). Khusus muka cekung merupakan tanda
khas seseorang mengalami kekurangan gizi (malnutrisi) yaitu
kwasiorkor dan marasmus.
Pandangan kosong; gejala ini merupakan tanda dari individu yang
mengalami gangguan fungsi kerja otak yang menyebabkan individu tidak
memiliki kesadaran penuh dan hal ini terkait dengan adanya gangguan
sistem saraf serta disertai dengan adanya tekanan batin yang
mempengaruhi jiwanya.
Tangan penuh dengan bekas luka terbakar atau luka yang besar; tanda
ini memberi indikasi bahwa penderita telah mengalami trauma atau
benturan terhadap benda keras atau karena adanya kerusakan kulit
baik berupa gangren
Sulit berjalan dengan normal seperti orang mabuk, kadang terjatuh
disertai tertawa sumbang atau menangis yang sangat mengharukan;
tanda ini memberi indikasi kearah gangguan keseimbangan diakibatkan
gangguan sistem saraf otak dan dapat diduga sehubungan dengan adanya
gangguan kejiwaan.
Dapat berlangsung akut, fulminant dan menimbulkan kematian dalam
beberapa minggu
Dapat pula berlangsung kronik
Seseorang dapat sembuh dan terhindar selama-lamanya namun adapula
yang terserang berulang kali
Kekurangan
Berdasarkan keadaan dan besaran masalah penyakit yang belum
diketahui, upaya pengidentifikasian akan mengalami hambatan dimana
tidak dapat dilakukan secara maksimal disebabkan karena
Belum tersedianya data kejadian yang spesifik berdasarkan waktu
kejadian setiap bulannya dalam kurun 1 tahun. Hal ini penting untuk
meninjau penyebaran dan peningkatan serangan berdasarkan musim dalam
1 tahun.
Belum tersedianya data kejadian penyakit tersebut berdasarkan
karakteristik khusus dari penderita seperti umur dan jenis kelamin
Belum tersedianya data tentang hasil pemeriksaan yang laboratoris
maupun bukti pemeriksaan lainnya yang lebih menunjang identifikasi
penyakit secara lebih baik.
Kesimpulan
Berdasarkan identifikasi besaran kasus dan distribusinya, kesimpulan
yang dapat ditarik adalah :
Besaran masalah kesehatan sehubungan dengan penyakit yang diketahui
tersebut yang berlangsung secara sporadis dan bahkan menimbulkan
wabah, dari aspek geografis dan topografi daerah, penyebaran
penyakit ini tidak berbeda antara daerah perbukitan dan pesisir
pantai serta belum menunjukkan perbedaan yang mencolok berdasarkan
distribusi orang, waktu dan tempat
Berdasarkan identifikasi gejala, jenis penyakit yang diderita
diawali dengan malnutrisi (kekurangan gizi) dengan gejala
muka pucat dan cekung disertai dengan keadaan lanjutan berupa
gangguan kesadaran sehubungan dengan gangguan sistem kerja otak.
Saran
Berdasarkan hasil kajian identifikasi penyakit, saran yang diajukan
berdasarkan kekurangan dalam pemberian kajian yaitu :
Perlunya perbaikan terhadap data kejadian penderita yang lebih
spesifik khusunya sehubungan dengan karakteristik penderita sehingga
akan membantu mengidentifikasi kemungkinan penyakit hanya dapat
terjadi pada individu dengan karakteristik tertentu
Perlunya ditunjang pula dengan ketersediaan data hasil pemeriksaan
laboratorium dari kejadian penyakit sehingga akan membantu dalam
upaya perumusan penyakit yang lebih spesifik dan lebih baik.
Tugas : Epidemiologi Klinik
Dosen : Prof. Dr. dr. Rasdi Nawi, MS
PENDEKATAN
EPIDEMIOLOGI DALAM DIAGNOSIS PENYAKIT YANG BELUM DIKETAHUI
PENYEBABNYA
OLEH :
MOH
JOEHARNO
P1804208019
MAGISTER EPIDEMIOLOGI KESEHATAN MASYARAKAT
PASCA SARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2009
PENDEKATAN EPIDEMIOLOGI PADA PENYAKIT YANG BELUM DIKETAHUI
PENYEBABNYA
Latar Belakang
Penyakit merupakan suatu keadaan kesetimbangan dari interaksi yang
terjadi antara agen, host dan environment. Agent menyatakan
sumber atau penyebab penyakit yang dapat berupa aspek biologis maupun
non bioogis, host merupakan kelompok yang mengalami
keterpaparan terhadap penyakit oleh agent tertentu atau disebut
pejamu dan environment merupakan faktor eksternal yang berada
disekitar (lingkungan) yang turut serta mempengaruhi keadaan agent
dan pejamu.
Penyakit sebagai salah satu masalah kesehatan yang dapat memberi
dampak terhadap disability, discomfort, dan kematian bagi individu
sehingga peru dilakukan identifikasi secara lebih spesific sehingga
dapat dilakukan berbagai upaya intervensi dalam rangka penanganan
atau penanggulangan penyakit tersebut.
Berbagai jenis peyakit telah diidentifikasi, namun pada banyak kasus
khususnya dengan munculnya berbagai kasus-kasus baru merupakan suatu
pengalaman tersendiri yang harus dipahami tentang besaran masalah dan
dampak yang ditimbulkan oleh penyakit sehingga upaya
pengidentifikasian secara dini perlu dilakukan.
Gambaran Epidemiologi
Berdasarkan ilustrasi yang telah ditunjukkan, upaya identifikasi
penyakit dengan pendekatan epidmiologi dapat dilakukan dengan
meninjau besaran masalah yang terjadi dalam lingkup masyarakat.
Secara epidemiologi, pendekatan identifikasi penyakit dapat dilakukan
dengan menggunakan pendekatan frekuensi, distribusi, dan
faktor-faktor determinan dari penyakit tersebut.
Frekuensi
Frekuensi penyakit sehubungan dengan besaran kuantitatif dari
penyakit (masalah kesehatan) yang terjadi dalam masyarakat yang
ditunjukkan dengan jumlah kejadian atau angka serangan pada
masyarakat.
Berdasarkan ilustrasi, jumlah kuantitatif penyakit yang akan
diidentifikasi adalah sebagai berikut :
Sebanyak 1380 kasus yang dilaporkan di Propinsi Vicenza
Sebanyak 2974 kasus yang dilaporkan pada tahun 1860
Sebanyak 3400 kasus yang dilaporkan pada tahun 1879
Sebanyak 97855 kasus pada kaum petani di tahun 1879
Sebanyak 1000 kasus yang dilaporkan pada tahun 1910 di 13 negara
bagian USA
75 kasus yang dilaporkan di Lousiana yang 80% berasal dari panti
perawatan
Berdasarkan jumlah kasus penyakit yang belum diketahui penyebabnya,
jumlah kejadian penyakit mengalami peningkatan dari tahun 1860 –
1879 dan penyakit ini memiliki angka serangan yang cukup cepat dan
memiliki cakupan wilayah yang sangat besar sebagaimana telah
dilaporkan pada 13 negara bagian USA.
Distribusi
Distribusi menyatakan tingkat penyebaran penyakit dalam masyarakat
yang mencakup waktu, tempat dan orang.
Distribusi menurut waktu
Mulai dikenal pada tahun 1830 namun menghilang pada tahun 1890. Tahun
1910 dilaporkan pada 33 dari 49 negara bagian USA dan distrik
Colombia, tahun 1853 – 1855 dilaporkan 1380 kasus, 2974 kasus
tahun 1860 dan 3400 kasus pada tahun1879. Tahun 1879 diperkirakan
sejitar 97855 kasus pada petani dan tahun 1910 ditemukan 1000 kasus.
Distribusi menurut waktu menunjukkan peningkatan kejadian dari tahun
1860 – 1879 namun pada tahun selanjutnya menunjukkan tidak
adanya perbedaan waktu dimana penyakit ini dapat menyebar secara
merata dengan angka serangan yang tidak dapat diduga.
Distribusi menurut tempat
Menurut tempat, kejadian penyakit ini ditemukan pada : tempat-tempat
perawatan, rumah-rumah perawatan orang gila, rumah yatim piatu,
tempat, Atlantik Selatan dan Teluk Mexico, 33 negara bagian USA,
distrik Colombia, Propinsi Vicenza, Italia, Spanyol, Perancis,
Semenanjung Balkan, Austria, Hungaria, Mesir, Afrika Utara.
Berdasarkan data kejadian tempat, kasus penyakit lebih banyak terjadi
pada negara-negara di benua Eropa, Amerika dan Afrika yang
penyebarannya diduga berhubungan dengan aspek perpindahan penduduk
berupa emigrasi dan imigrasi khususnya perpindahan penduduk antara
negara, daerah dan benua. Namun kejadian penyakit tersebut terikat
antara perbedaan ras dimana pada daratan benua Asia tidak ditemukan
dan dilaporkannya penyakit tersebut.
Distribusi menurut orang
Besaran masalah berdasarkan orang menunjukkan kelompok yang dapat
terpapar terhadap penyakit tersebut. Kelompok yang dilaporkan
terhadap penyakit yang belum diketahui adalah : masyarakat suku
Indian dan Negro di Amerika, masyarakat petani di Italia, yatim piatu
di Atlantik Selatan dan Teluk Mexico.
Keadaan penyakit berdasarkan kelompok orang dapat memberi gambaran
akan kejadian penyakit sehubungan dengan tingkat ekonomi masyarakat
yang rendah dimana sebahagian besar kasus yang dilaporkan merupakan
kaum petani, suku Indian dan Negro yang dikenal pada waktu itu
memiliki keterbatasan dan keterlambatan dalam aspek informasi,
pengetahuan dan perekonomian.
Determinan
Faktor deteminan sehubungan dengan upaya pengidentifikasian berbagai
aspek yang diduga memiliki andil mempengaruhi perkembangan kejadian
penyakit tersebut. Jika ditinjau dari distribusi penyakit berdasarkan
waktu, tempat dan orang, yang diduga menjadi faktor determinan
penyakit adalah :
Keadaan sosial ekonomi
Pengetahuan dan perilaku hidup sehat
Keadaan higene perorangan
Keadaan sanitasi lingkungan
Identifikasi Gejala
Langkah selanjutnya dalam upaya pengidentifikasian penyakit yang
belum diketahui penyebabnya adalah dengan melakukan pembelajaran
terhadap gejala-gejala yang dialami dan dirasakan oleh penderita.
Berdasarkan ilustrasi, gejala-gejala yang teridentifikasi adalah
sebagai berikut :
Muka pucat dan cekung; gejala ini merupakan tanda dari individu yang
mengalami gangguan gizi sehubungan dengan anemia (kurang darah) baik
karena rendahnya asupan nutrisi ataupun karena mengalami kehilangan
cairan (dehidrasi yang berat). Khusus muka cekung merupakan tanda
khas seseorang mengalami kekurangan gizi (malnutrisi) yaitu
kwasiorkor dan marasmus.
Pandangan kosong; gejala ini merupakan tanda dari individu yang
mengalami gangguan fungsi kerja otak yang menyebabkan individu tidak
memiliki kesadaran penuh dan hal ini terkait dengan adanya gangguan
sistem saraf serta disertai dengan adanya tekanan batin yang
mempengaruhi jiwanya.
Tangan penuh dengan bekas luka terbakar atau luka yang besar; tanda
ini memberi indikasi bahwa penderita telah mengalami trauma atau
benturan terhadap benda keras atau karena adanya kerusakan kulit
baik berupa gangren
Sulit berjalan dengan normal seperti orang mabuk, kadang terjatuh
disertai tertawa sumbang atau menangis yang sangat mengharukan;
tanda ini memberi indikasi kearah gangguan keseimbangan diakibatkan
gangguan sistem saraf otak dan dapat diduga sehubungan dengan adanya
gangguan kejiwaan.
Dapat berlangsung akut, fulminant dan menimbulkan kematian dalam
beberapa minggu
Dapat pula berlangsung kronik
Seseorang dapat sembuh dan terhindar selama-lamanya namun adapula
yang terserang berulang kali
Kekurangan
Berdasarkan keadaan dan besaran masalah penyakit yang belum
diketahui, upaya pengidentifikasian akan mengalami hambatan dimana
tidak dapat dilakukan secara maksimal disebabkan karena
Belum tersedianya data kejadian yang spesifik berdasarkan waktu
kejadian setiap bulannya dalam kurun 1 tahun. Hal ini penting untuk
meninjau penyebaran dan peningkatan serangan berdasarkan musim dalam
1 tahun.
Belum tersedianya data kejadian penyakit tersebut berdasarkan
karakteristik khusus dari penderita seperti umur dan jenis kelamin
Belum tersedianya data tentang hasil pemeriksaan yang laboratoris
maupun bukti pemeriksaan lainnya yang lebih menunjang identifikasi
penyakit secara lebih baik.
Kesimpulan
Berdasarkan identifikasi besaran kasus dan distribusinya, kesimpulan
yang dapat ditarik adalah :
Besaran masalah kesehatan sehubungan dengan penyakit yang diketahui
tersebut yang berlangsung secara sporadis dan bahkan menimbulkan
wabah, dari aspek geografis dan topografi daerah, penyebaran
penyakit ini tidak berbeda antara daerah perbukitan dan pesisir
pantai serta belum menunjukkan perbedaan yang mencolok berdasarkan
distribusi orang, waktu dan tempat
Berdasarkan identifikasi gejala, jenis penyakit yang diderita
diawali dengan malnutrisi (kekurangan gizi) dengan gejala
muka pucat dan cekung disertai dengan keadaan lanjutan berupa
gangguan kesadaran sehubungan dengan gangguan sistem kerja otak.
Saran
Berdasarkan hasil kajian identifikasi penyakit, saran yang diajukan
berdasarkan kekurangan dalam pemberian kajian yaitu :
Perlunya perbaikan terhadap data kejadian penderita yang lebih
spesifik khusunya sehubungan dengan karakteristik penderita sehingga
akan membantu mengidentifikasi kemungkinan penyakit hanya dapat
terjadi pada individu dengan karakteristik tertentu
Perlunya ditunjang pula dengan ketersediaan data hasil pemeriksaan
laboratorium dari kejadian penyakit sehingga akan membantu dalam
upaya perumusan penyakit yang lebih spesifik dan lebih baik.
Tugas : Epidemiologi Klinik
Dosen : Prof. Dr. dr. Rasdi Nawi, MS
PENDEKATAN
EPIDEMIOLOGI DALAM DIAGNOSIS PENYAKIT YANG BELUM DIKETAHUI
PENYEBABNYA
OLEH :
MOH
JOEHARNO
P1804208019
MAGISTER EPIDEMIOLOGI KESEHATAN MASYARAKAT
PASCA SARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2009
PENDEKATAN EPIDEMIOLOGI PADA PENYAKIT YANG BELUM DIKETAHUI
PENYEBABNYA
Latar Belakang
Penyakit merupakan suatu keadaan kesetimbangan dari interaksi yang
terjadi antara agen, host dan environment. Agent menyatakan
sumber atau penyebab penyakit yang dapat berupa aspek biologis maupun
non bioogis, host merupakan kelompok yang mengalami
keterpaparan terhadap penyakit oleh agent tertentu atau disebut
pejamu dan environment merupakan faktor eksternal yang berada
disekitar (lingkungan) yang turut serta mempengaruhi keadaan agent
dan pejamu.
Penyakit sebagai salah satu masalah kesehatan yang dapat memberi
dampak terhadap disability, discomfort, dan kematian bagi individu
sehingga peru dilakukan identifikasi secara lebih spesific sehingga
dapat dilakukan berbagai upaya intervensi dalam rangka penanganan
atau penanggulangan penyakit tersebut.
Berbagai jenis peyakit telah diidentifikasi, namun pada banyak kasus
khususnya dengan munculnya berbagai kasus-kasus baru merupakan suatu
pengalaman tersendiri yang harus dipahami tentang besaran masalah dan
dampak yang ditimbulkan oleh penyakit sehingga upaya
pengidentifikasian secara dini perlu dilakukan.
Gambaran Epidemiologi
Berdasarkan ilustrasi yang telah ditunjukkan, upaya identifikasi
penyakit dengan pendekatan epidmiologi dapat dilakukan dengan
meninjau besaran masalah yang terjadi dalam lingkup masyarakat.
Secara epidemiologi, pendekatan identifikasi penyakit dapat dilakukan
dengan menggunakan pendekatan frekuensi, distribusi, dan
faktor-faktor determinan dari penyakit tersebut.
Frekuensi
Frekuensi penyakit sehubungan dengan besaran kuantitatif dari
penyakit (masalah kesehatan) yang terjadi dalam masyarakat yang
ditunjukkan dengan jumlah kejadian atau angka serangan pada
masyarakat.
Berdasarkan ilustrasi, jumlah kuantitatif penyakit yang akan
diidentifikasi adalah sebagai berikut :
Sebanyak 1380 kasus yang dilaporkan di Propinsi Vicenza
Sebanyak 2974 kasus yang dilaporkan pada tahun 1860
Sebanyak 3400 kasus yang dilaporkan pada tahun 1879
Sebanyak 97855 kasus pada kaum petani di tahun 1879
Sebanyak 1000 kasus yang dilaporkan pada tahun 1910 di 13 negara
bagian USA
75 kasus yang dilaporkan di Lousiana yang 80% berasal dari panti
perawatan
Berdasarkan jumlah kasus penyakit yang belum diketahui penyebabnya,
jumlah kejadian penyakit mengalami peningkatan dari tahun 1860 –
1879 dan penyakit ini memiliki angka serangan yang cukup cepat dan
memiliki cakupan wilayah yang sangat besar sebagaimana telah
dilaporkan pada 13 negara bagian USA.
Distribusi
Distribusi menyatakan tingkat penyebaran penyakit dalam masyarakat
yang mencakup waktu, tempat dan orang.
Distribusi menurut waktu
Mulai dikenal pada tahun 1830 namun menghilang pada tahun 1890. Tahun
1910 dilaporkan pada 33 dari 49 negara bagian USA dan distrik
Colombia, tahun 1853 – 1855 dilaporkan 1380 kasus, 2974 kasus
tahun 1860 dan 3400 kasus pada tahun1879. Tahun 1879 diperkirakan
sejitar 97855 kasus pada petani dan tahun 1910 ditemukan 1000 kasus.
Distribusi menurut waktu menunjukkan peningkatan kejadian dari tahun
1860 – 1879 namun pada tahun selanjutnya menunjukkan tidak
adanya perbedaan waktu dimana penyakit ini dapat menyebar secara
merata dengan angka serangan yang tidak dapat diduga.
Distribusi menurut tempat
Menurut tempat, kejadian penyakit ini ditemukan pada : tempat-tempat
perawatan, rumah-rumah perawatan orang gila, rumah yatim piatu,
tempat, Atlantik Selatan dan Teluk Mexico, 33 negara bagian USA,
distrik Colombia, Propinsi Vicenza, Italia, Spanyol, Perancis,
Semenanjung Balkan, Austria, Hungaria, Mesir, Afrika Utara.
Berdasarkan data kejadian tempat, kasus penyakit lebih banyak terjadi
pada negara-negara di benua Eropa, Amerika dan Afrika yang
penyebarannya diduga berhubungan dengan aspek perpindahan penduduk
berupa emigrasi dan imigrasi khususnya perpindahan penduduk antara
negara, daerah dan benua. Namun kejadian penyakit tersebut terikat
antara perbedaan ras dimana pada daratan benua Asia tidak ditemukan
dan dilaporkannya penyakit tersebut.
Distribusi menurut orang
Besaran masalah berdasarkan orang menunjukkan kelompok yang dapat
terpapar terhadap penyakit tersebut. Kelompok yang dilaporkan
terhadap penyakit yang belum diketahui adalah : masyarakat suku
Indian dan Negro di Amerika, masyarakat petani di Italia, yatim piatu
di Atlantik Selatan dan Teluk Mexico.
Keadaan penyakit berdasarkan kelompok orang dapat memberi gambaran
akan kejadian penyakit sehubungan dengan tingkat ekonomi masyarakat
yang rendah dimana sebahagian besar kasus yang dilaporkan merupakan
kaum petani, suku Indian dan Negro yang dikenal pada waktu itu
memiliki keterbatasan dan keterlambatan dalam aspek informasi,
pengetahuan dan perekonomian.
Determinan
Faktor deteminan sehubungan dengan upaya pengidentifikasian berbagai
aspek yang diduga memiliki andil mempengaruhi perkembangan kejadian
penyakit tersebut. Jika ditinjau dari distribusi penyakit berdasarkan
waktu, tempat dan orang, yang diduga menjadi faktor determinan
penyakit adalah :
Keadaan sosial ekonomi
Pengetahuan dan perilaku hidup sehat
Keadaan higene perorangan
Keadaan sanitasi lingkungan
Identifikasi Gejala
Langkah selanjutnya dalam upaya pengidentifikasian penyakit yang
belum diketahui penyebabnya adalah dengan melakukan pembelajaran
terhadap gejala-gejala yang dialami dan dirasakan oleh penderita.
Berdasarkan ilustrasi, gejala-gejala yang teridentifikasi adalah
sebagai berikut :
Muka pucat dan cekung; gejala ini merupakan tanda dari individu yang
mengalami gangguan gizi sehubungan dengan anemia (kurang darah) baik
karena rendahnya asupan nutrisi ataupun karena mengalami kehilangan
cairan (dehidrasi yang berat). Khusus muka cekung merupakan tanda
khas seseorang mengalami kekurangan gizi (malnutrisi) yaitu
kwasiorkor dan marasmus.
Pandangan kosong; gejala ini merupakan tanda dari individu yang
mengalami gangguan fungsi kerja otak yang menyebabkan individu tidak
memiliki kesadaran penuh dan hal ini terkait dengan adanya gangguan
sistem saraf serta disertai dengan adanya tekanan batin yang
mempengaruhi jiwanya.
Tangan penuh dengan bekas luka terbakar atau luka yang besar; tanda
ini memberi indikasi bahwa penderita telah mengalami trauma atau
benturan terhadap benda keras atau karena adanya kerusakan kulit
baik berupa gangren
Sulit berjalan dengan normal seperti orang mabuk, kadang terjatuh
disertai tertawa sumbang atau menangis yang sangat mengharukan;
tanda ini memberi indikasi kearah gangguan keseimbangan diakibatkan
gangguan sistem saraf otak dan dapat diduga sehubungan dengan adanya
gangguan kejiwaan.
Dapat berlangsung akut, fulminant dan menimbulkan kematian dalam
beberapa minggu
Dapat pula berlangsung kronik
Seseorang dapat sembuh dan terhindar selama-lamanya namun adapula
yang terserang berulang kali
Kekurangan
Berdasarkan keadaan dan besaran masalah penyakit yang belum
diketahui, upaya pengidentifikasian akan mengalami hambatan dimana
tidak dapat dilakukan secara maksimal disebabkan karena
Belum tersedianya data kejadian yang spesifik berdasarkan waktu
kejadian setiap bulannya dalam kurun 1 tahun. Hal ini penting untuk
meninjau penyebaran dan peningkatan serangan berdasarkan musim dalam
1 tahun.
Belum tersedianya data kejadian penyakit tersebut berdasarkan
karakteristik khusus dari penderita seperti umur dan jenis kelamin
Belum tersedianya data tentang hasil pemeriksaan yang laboratoris
maupun bukti pemeriksaan lainnya yang lebih menunjang identifikasi
penyakit secara lebih baik.
Kesimpulan
Berdasarkan identifikasi besaran kasus dan distribusinya, kesimpulan
yang dapat ditarik adalah :
Besaran masalah kesehatan sehubungan dengan penyakit yang diketahui
tersebut yang berlangsung secara sporadis dan bahkan menimbulkan
wabah, dari aspek geografis dan topografi daerah, penyebaran
penyakit ini tidak berbeda antara daerah perbukitan dan pesisir
pantai serta belum menunjukkan perbedaan yang mencolok berdasarkan
distribusi orang, waktu dan tempat
Berdasarkan identifikasi gejala, jenis penyakit yang diderita
diawali dengan malnutrisi (kekurangan gizi) dengan gejala
muka pucat dan cekung disertai dengan keadaan lanjutan berupa
gangguan kesadaran sehubungan dengan gangguan sistem kerja otak.
Saran
Berdasarkan hasil kajian identifikasi penyakit, saran yang diajukan
berdasarkan kekurangan dalam pemberian kajian yaitu :
Perlunya perbaikan terhadap data kejadian penderita yang lebih
spesifik khusunya sehubungan dengan karakteristik penderita sehingga
akan membantu mengidentifikasi kemungkinan penyakit hanya dapat
terjadi pada individu dengan karakteristik tertentu
Perlunya ditunjang pula dengan ketersediaan data hasil pemeriksaan
laboratorium dari kejadian penyakit sehingga akan membantu dalam
upaya perumusan penyakit yang lebih spesifik dan lebih baik.
joe-spss-entridata-data-view
Entri
Data
Oleh
M. Joeharno, SKM
Email :
joeh_com@yahoo.com
atau MJoeharno@GMail.com
Input Data
Variabel
Setelah melaksanakan
pembuatan variabel dengan menggunakan jendela variabel view
selanjutnya adalah melaksanakan penginputan data berdasarkan
masing-masing variabel yang telah dibuat dengan menggunakan jendela
data view.
Buka kembali file
latihan 1 yang telah anda buat kemudian masuk pada jendela data view
pada SPSS anda. Berikut adalah tampilan jendela data view setelah
dilaksanakan proses pengisian dan pendefinisian dari variabel data.
Yang perlu
diperhatikan bahwa pada saat pertama anda membuka file latihan 1
tersebut, secara bersamaan juga terbuka file out put yang menunjukkan
deskripsi dari file yang terbuka tersebut dan ini merupakan
otomatisasi dari program SPSS versi 15. Tutup saja file tersebut
tanpa melakukan penyimpanan sehingga akan memudahkan anda dalam
penampilan SPSS di jendela windows pada desktop anda.
Selanjutnya adalah
dengan memasukkan angka-angka berdasarkan soal yang telah diberikan
sebelumnya :
No | Inisial | Umur | Jenis | Pendidikan | Pekerjaan |
1 | EL | 22 | Perempuan | Tdk | Tani |
2 | YP | 44 | Perempuan | SMP | Buruh |
3 | JR | 23 | Laki-laki | SD | Wiraswasta |
4 | DK | 52 | Perempuan | SMP | Tani |
5 | DA | 54 | Perempuan | SMA | PNS |
6 | YL | 29 | Perempuan | SMP | Buruh |
7 | LP | 53 | Perempuan | Tdk | URT/Tdk |
8 | LB | 36 | Perempuan | SD | Tani |
9 | LL | 19 | Perempuan | SD | Tani |
10 | LB | 51 | Perempuan | SMP | Wiraswasta |
11 | MS | 39 | Perempuan | SD | Buruh |
12 | PM | 42 | Perempuan | SMP | Wiraswasta |
13 | YS | 54 | Laki-laki | SD | URT/Tdk |
14 | SA | 21 | Laki-laki | SD | Tani |
15 | ER | 31 | Perempuan | SD | Buruh |
16 | SE | 16 | Perempuan | SMP | URT/Tdk |
17 | YA | 40 | Perempuan | SMP | PNS |
18 | DK | 18 | Laki-laki | SMP | URT/Tdk |
19 | HM | 42 | Perempuan | SD | Wiraswasta |
20 | MR | 38 | Perempuan | SMA | PNS |
21 | YS | 42 | Laki-laki | SD | Tani |
22 | BA | 34 | Laki-laki | SMP | Buruh |
23 | MA | 41 | Perempuan | SD | Buruh |
24 | CS | 31 | Perempuan | SD | Wiraswasta |
25 | PB | 45 | Laki-laki | SMP | Tani |
26 | MN | 36 | Laki-laki | SD | Tani |
27 | GG | 27 | Perempuan | SMP | Tani |
Pada jendela
windows, pointer anda berada pada baris pertama kolom variabel
Inisial sebagaimana yang ditunjukkan pada file latihan anda. Untuk
memudahkan anda dalam proses penginputan data dari tiap responden
sebaiknya penginputan dilakukan secara bervariabel sehingga setelah
variabel satu telah terisi selesai sesuai dengan jumlah sampel
(responden) baru pindah pada variabel selanjutnya dan begitupun
seterusnya.
Dalam melaksanakan
penginputan data, semua jenis data yang terklasifikasi atau dapat
diklasifikasi harus diubah dalam bentuk data numeric sehingga akan
memudahkan dalam pengolahan data selanjutnya.
Untuk variabel JK
(jenis kelamin)
Laki-laki digantikan
dengan angka 1 dan
Perempuan dengan
angka 2
Untuk variabel Didik
(pendidikan)
Tidak sekolah dengan
angka 1,
SD dengan angka 2
SMP dengan angka 3
SMU dengan angka 4
PT dengan angka 5
Selanjutnya untuk
variabel kerja (pekerjaan)
PNS digantikan
dengan angka 1
Tani/Nelayan dengan
angka 2
Buruh/Swasta denga
angka 3
Wiraswasta dengan
angka 4 dan
URT/tidak kerja
dengan angka 5
Setelah anda
melakukan pengubahan dari masing-masing data tersebut kemudian
lakukan pengisian berdasarkan masing-masing variabel sehingga
tampilan pada jendela data view SPSS anda sebagai berikut.
Pada jendela data
view anda menunjukkan bahwa pada masing-masing data variabel, angka
yang diisikan menunjukkan dua angka dibelakang koma (2,00). Munculnya
dua angka dibelakang koma berdasarkan data numeric yang disikan
karena pada saat pendiskripsian variabel di jendela variabel view
kolom desimal menggunakan angka 2. sebetulnya angka tersebut bukanlah
menjadi masalah namun untuk alasan penampilan biasanya angka tersebut
terkesan mengganggu dan anda dapat mengubahnya dengan masuk pada
jendela variabel view dan mengubah kolom desimal angka 2 menjadi 0.
Selanjutnya masuk ke
jendela data view kembali. Letakkan ponter anda pada kolom variabel
JK (jenis kelamin) baris pertama. Sekarang kita akan mencoba
melaksanakan pengklasifikasian umur dengan membagi menjadi beberapa
kelompok dalam bentuk data interval. Hal ini dilakukan untuk
memudahkan dalam pendeskripsian umur dari responden.
Letakkan kursor anda
pada nama variabel JK sehingga menunjukkan tanda sorot kebawah ()
sehingga data pada variabel JK tersorot secara langsung secara
keseluruhan kebawah dan Klik kanan pada nama variabel JK sehingga
akan tampil menu sebagai berikut
Pilih menu “Insert
Variables” untuk mengisikan variabel lain setelah variabel umur
sehingga termuat variabel tambahan dengan nama “VAR0001”
yang merupakan nama variabel secara default.
Masuk ke jendela
variabel view untuk melakukan pendeskripsian variabel tersebut. Sama
halnya pada saat pembuatan jenis variabel yang telah anda sebelumnya
dengan mengubah nama VAR0001 menjadi Klp_Umur menggunakan jenis data
– numeric, width – 8, desimal - 0, label - Kelompok Umur
Responden.
Kemudian kembali
pada jendela data view dan blok data pada variabel umur dengan tidak
melakukan pemblokiran pada variabel umur dan copy data variabel umur
dan masukkan ke variabel kelompok umur sehingga data pada umur sama
halnya dengan data pada variabel Klp_Umur. Berikut adalah
tampilannya.
Selanjutnya pada
menu bar SPSS pilih menu “Transorm” >> “Record
into Same Variables...” sehingga akan muncul tampilan sebagai
berikut.
Pilih variabel
Kelompok umur responden dan masukkan ke jendela kolom Variables
dengan menekan tanda
dalam rangka melaksanakan pendeskripsian dan pengelompokkan umur
responden. Berikut adalah tampilannya.
Pilih “Old and
New Values..” untuk melaksanakan pengelompokkan data variabel
sehingga akan muncul tampilan sebagai berikut.
Tampilan ini
merupakan menu untuk melaksanakan pengelompokkan data variabel umur
responden. Pengelompokkan umur dilakukan dengan pembagian sebagai
berikut.
Dengan menggunakan
jarak 5 dengan pembagian kelompok umur adalah :
< 20 tahun
(berdasarkan data terendah pada variabel umur yaitu umur 18 tahun)
20 – 24 tahun
25 – 29 tahun
30 – 34 tahun
35 – 39 tahun
40 – 44 tahun
45 – 49 tahun
> 49 tahun atau
≥ 50 tahun (berdasarkan data tertinggi pada variabel umur yaitu
umur 54 tahun)
Dengan menggunakan
jarak 10 dengan pembagian kelompok umur adalah :
< 20 tahun
20 – 29 tahun
30 – 39 tahun
40 – 49 tahun
> 49 tahun atau
≥ 50 tahun
Pengelompokkan umur
berdasarkan jarak tergantung dari penginput data, namun secara umum
yang digunakan adalah dengan menggunakan jarak 5 berdasarkan standar
pengelompokkan umur oleh badan statistik nasional dan internasional.
Adapun cara
pengelompokkan umur pada SPSS adalah dengan menerapkan
langkah-langkah sebagai berikut.
Untuk kelompok umur
terendah < 20 tahun dengan memilih menu “Range LOWEST
through values” dan mengisikan anka 19 (artinya dengan mensort
data umur yang lebih rendah dari 19 dan yang paling tinggi adalah 19
tahun) dan pada New value pada pilih Value dan masukkan angka 1
(artinya : mengganti kelompok umur < 20 tahun menjadi angka 1)
berikut adalah tampilannya
Pilih “Add”
sehingga akan masuk ke kolom OldNew.
Berikut adalah tampilannya.
Untuk kelompok umur
20 – 24 tahun dengan memilih menu Range dan masukkan angka 20
pada kolom pertama dan throuh 24 pada kolom kedua dan pada New Value
pilih Value dan masukkan angka 2 (mengganti kelompok umur 20 –
24 tahun dengan angka 2) dan pilih “ADD” berikut
tampilannya.
Step 1
Step 2
Selanjutnya untuk
kelompok umur 25 – 29 tahun, 30 – 34 tahun, 35 –
39 tahun, 40 – 44 tahun, 45 – 49 tahun sama halnya
dengan cara pengelompokkan pada kelompok umur 20 – 24 tahun
dengan menggunakan menu Range pada menu old view dan pada value
dengan menggunakan angka secara berurutan sehingga tampilan adalah
sebagai berikut.
Dari gambar
menunjukkan bahwa untuk kelompok umur 30 – 34 tahun
digantingkan dengan kelompok 4 dan seterusnya sampai pada kelompok
umur 45 – 49 tahun digantikan pada kelompok 7.
Sedangkan pada
kelompok umur > 49 tahun atau ≥ 50 tahun dengan menggunakan
menu Range, value through HIGHEST dengan mengisi angka 49 tahun
dengan menggantikan dengan value 8. berikut adalah tampilannya
Step 1
Step 2
Selanjutnya pilih
Continu >> OK
Secara otomatis,
umur yang ditampilkan berubah berdasarkan pengelompokkan umur yang
telah dilakukan.
Selanjutnya, masuk
kembali pada jendela variabel view untuk memberi penjelasan dari
pengelompokkan umur yang teolah dilakukan.
Dengan mengarahkan
pointer anda pada value variabel Klp_Umur (Kelompok umur responden)
dengan mengisikan pengkategorian sebagai berikut.
untuk umur < 20
tahun dengan mengisikan < 20 tahun pada ruang value
untuk umur 20 –
24 tahun dengan mengisikan 20 – 24 tahun
untuk umur 25 –
29 tahun
untuk umur 30 –
34 tahun
untuk umur 35 –
39 tahun
untuk umur 40 –
44 tahun
untuk umur 45 –
49 tahun dan
untuk umur > 49
tahun atau >= 50 tahun
Selanjutnya kembali
pada jendela data view dan pilih menu bar “View” dan beri
centang pada menu “Value labels” dengan mengklik satu
kali sehingga dapat menunjukkan keterangan dari pendefinisian
angka-angka yang telah dikategorikan pada ruang value jendela
variabel view. Berikut adalah tampilannya.
Pada hasil latihan
seperti yang ditunjukkan di atas menunjukkan bahwa pada variabel
jenis pekerjaan, secara keseluruhan dari nama jenis pekerjaan pada
tiap responden terdapat yang ditunjukkan tidak secara jelas. Hal ini
disebabkan karena jumlah karakter yang digunakan pada kolom value di
jendela data variabel tidak sesuai dengan lebar coloums yang
digunakan. Untuk memperjelas nama dari masing-masing jenis pekerjaan
dapat dilakukan dengan menarik kearah kanan garis antara variabel
kerja atau dengan mengatur lebar coloums pada jendela variabel view.
Bersambung pada
episode selanjutnya.
Entri
Data
Oleh
M. Joeharno, SKM
Email :
joeh_com@yahoo.com
atau MJoeharno@GMail.com
Input Data
Variabel
Setelah melaksanakan
pembuatan variabel dengan menggunakan jendela variabel view
selanjutnya adalah melaksanakan penginputan data berdasarkan
masing-masing variabel yang telah dibuat dengan menggunakan jendela
data view.
Buka kembali file
latihan 1 yang telah anda buat kemudian masuk pada jendela data view
pada SPSS anda. Berikut adalah tampilan jendela data view setelah
dilaksanakan proses pengisian dan pendefinisian dari variabel data.
Yang perlu
diperhatikan bahwa pada saat pertama anda membuka file latihan 1
tersebut, secara bersamaan juga terbuka file out put yang menunjukkan
deskripsi dari file yang terbuka tersebut dan ini merupakan
otomatisasi dari program SPSS versi 15. Tutup saja file tersebut
tanpa melakukan penyimpanan sehingga akan memudahkan anda dalam
penampilan SPSS di jendela windows pada desktop anda.
Selanjutnya adalah
dengan memasukkan angka-angka berdasarkan soal yang telah diberikan
sebelumnya :
No | Inisial | Umur | Jenis | Pendidikan | Pekerjaan |
1 | EL | 22 | Perempuan | Tdk | Tani |
2 | YP | 44 | Perempuan | SMP | Buruh |
3 | JR | 23 | Laki-laki | SD | Wiraswasta |
4 | DK | 52 | Perempuan | SMP | Tani |
5 | DA | 54 | Perempuan | SMA | PNS |
6 | YL | 29 | Perempuan | SMP | Buruh |
7 | LP | 53 | Perempuan | Tdk | URT/Tdk |
8 | LB | 36 | Perempuan | SD | Tani |
9 | LL | 19 | Perempuan | SD | Tani |
10 | LB | 51 | Perempuan | SMP | Wiraswasta |
11 | MS | 39 | Perempuan | SD | Buruh |
12 | PM | 42 | Perempuan | SMP | Wiraswasta |
13 | YS | 54 | Laki-laki | SD | URT/Tdk |
14 | SA | 21 | Laki-laki | SD | Tani |
15 | ER | 31 | Perempuan | SD | Buruh |
16 | SE | 16 | Perempuan | SMP | URT/Tdk |
17 | YA | 40 | Perempuan | SMP | PNS |
18 | DK | 18 | Laki-laki | SMP | URT/Tdk |
19 | HM | 42 | Perempuan | SD | Wiraswasta |
20 | MR | 38 | Perempuan | SMA | PNS |
21 | YS | 42 | Laki-laki | SD | Tani |
22 | BA | 34 | Laki-laki | SMP | Buruh |
23 | MA | 41 | Perempuan | SD | Buruh |
24 | CS | 31 | Perempuan | SD | Wiraswasta |
25 | PB | 45 | Laki-laki | SMP | Tani |
26 | MN | 36 | Laki-laki | SD | Tani |
27 | GG | 27 | Perempuan | SMP | Tani |
Pada jendela
windows, pointer anda berada pada baris pertama kolom variabel
Inisial sebagaimana yang ditunjukkan pada file latihan anda. Untuk
memudahkan anda dalam proses penginputan data dari tiap responden
sebaiknya penginputan dilakukan secara bervariabel sehingga setelah
variabel satu telah terisi selesai sesuai dengan jumlah sampel
(responden) baru pindah pada variabel selanjutnya dan begitupun
seterusnya.
Dalam melaksanakan
penginputan data, semua jenis data yang terklasifikasi atau dapat
diklasifikasi harus diubah dalam bentuk data numeric sehingga akan
memudahkan dalam pengolahan data selanjutnya.
Untuk variabel JK
(jenis kelamin)
Laki-laki digantikan
dengan angka 1 dan
Perempuan dengan
angka 2
Untuk variabel Didik
(pendidikan)
Tidak sekolah dengan
angka 1,
SD dengan angka 2
SMP dengan angka 3
SMU dengan angka 4
PT dengan angka 5
Selanjutnya untuk
variabel kerja (pekerjaan)
PNS digantikan
dengan angka 1
Tani/Nelayan dengan
angka 2
Buruh/Swasta denga
angka 3
Wiraswasta dengan
angka 4 dan
URT/tidak kerja
dengan angka 5
Setelah anda
melakukan pengubahan dari masing-masing data tersebut kemudian
lakukan pengisian berdasarkan masing-masing variabel sehingga
tampilan pada jendela data view SPSS anda sebagai berikut.
Pada jendela data
view anda menunjukkan bahwa pada masing-masing data variabel, angka
yang diisikan menunjukkan dua angka dibelakang koma (2,00). Munculnya
dua angka dibelakang koma berdasarkan data numeric yang disikan
karena pada saat pendiskripsian variabel di jendela variabel view
kolom desimal menggunakan angka 2. sebetulnya angka tersebut bukanlah
menjadi masalah namun untuk alasan penampilan biasanya angka tersebut
terkesan mengganggu dan anda dapat mengubahnya dengan masuk pada
jendela variabel view dan mengubah kolom desimal angka 2 menjadi 0.
Selanjutnya masuk ke
jendela data view kembali. Letakkan ponter anda pada kolom variabel
JK (jenis kelamin) baris pertama. Sekarang kita akan mencoba
melaksanakan pengklasifikasian umur dengan membagi menjadi beberapa
kelompok dalam bentuk data interval. Hal ini dilakukan untuk
memudahkan dalam pendeskripsian umur dari responden.
Letakkan kursor anda
pada nama variabel JK sehingga menunjukkan tanda sorot kebawah ()
sehingga data pada variabel JK tersorot secara langsung secara
keseluruhan kebawah dan Klik kanan pada nama variabel JK sehingga
akan tampil menu sebagai berikut
Pilih menu “Insert
Variables” untuk mengisikan variabel lain setelah variabel umur
sehingga termuat variabel tambahan dengan nama “VAR0001”
yang merupakan nama variabel secara default.
Masuk ke jendela
variabel view untuk melakukan pendeskripsian variabel tersebut. Sama
halnya pada saat pembuatan jenis variabel yang telah anda sebelumnya
dengan mengubah nama VAR0001 menjadi Klp_Umur menggunakan jenis data
– numeric, width – 8, desimal - 0, label - Kelompok Umur
Responden.
Kemudian kembali
pada jendela data view dan blok data pada variabel umur dengan tidak
melakukan pemblokiran pada variabel umur dan copy data variabel umur
dan masukkan ke variabel kelompok umur sehingga data pada umur sama
halnya dengan data pada variabel Klp_Umur. Berikut adalah
tampilannya.
Selanjutnya pada
menu bar SPSS pilih menu “Transorm” >> “Record
into Same Variables...” sehingga akan muncul tampilan sebagai
berikut.
Pilih variabel
Kelompok umur responden dan masukkan ke jendela kolom Variables
dengan menekan tanda
dalam rangka melaksanakan pendeskripsian dan pengelompokkan umur
responden. Berikut adalah tampilannya.
Pilih “Old and
New Values..” untuk melaksanakan pengelompokkan data variabel
sehingga akan muncul tampilan sebagai berikut.
Tampilan ini
merupakan menu untuk melaksanakan pengelompokkan data variabel umur
responden. Pengelompokkan umur dilakukan dengan pembagian sebagai
berikut.
Dengan menggunakan
jarak 5 dengan pembagian kelompok umur adalah :
< 20 tahun
(berdasarkan data terendah pada variabel umur yaitu umur 18 tahun)
20 – 24 tahun
25 – 29 tahun
30 – 34 tahun
35 – 39 tahun
40 – 44 tahun
45 – 49 tahun
> 49 tahun atau
≥ 50 tahun (berdasarkan data tertinggi pada variabel umur yaitu
umur 54 tahun)
Dengan menggunakan
jarak 10 dengan pembagian kelompok umur adalah :
< 20 tahun
20 – 29 tahun
30 – 39 tahun
40 – 49 tahun
> 49 tahun atau
≥ 50 tahun
Pengelompokkan umur
berdasarkan jarak tergantung dari penginput data, namun secara umum
yang digunakan adalah dengan menggunakan jarak 5 berdasarkan standar
pengelompokkan umur oleh badan statistik nasional dan internasional.
Adapun cara
pengelompokkan umur pada SPSS adalah dengan menerapkan
langkah-langkah sebagai berikut.
Untuk kelompok umur
terendah < 20 tahun dengan memilih menu “Range LOWEST
through values” dan mengisikan anka 19 (artinya dengan mensort
data umur yang lebih rendah dari 19 dan yang paling tinggi adalah 19
tahun) dan pada New value pada pilih Value dan masukkan angka 1
(artinya : mengganti kelompok umur < 20 tahun menjadi angka 1)
berikut adalah tampilannya
Pilih “Add”
sehingga akan masuk ke kolom OldNew.
Berikut adalah tampilannya.
Untuk kelompok umur
20 – 24 tahun dengan memilih menu Range dan masukkan angka 20
pada kolom pertama dan throuh 24 pada kolom kedua dan pada New Value
pilih Value dan masukkan angka 2 (mengganti kelompok umur 20 –
24 tahun dengan angka 2) dan pilih “ADD” berikut
tampilannya.
Step 1
Step 2
Selanjutnya untuk
kelompok umur 25 – 29 tahun, 30 – 34 tahun, 35 –
39 tahun, 40 – 44 tahun, 45 – 49 tahun sama halnya
dengan cara pengelompokkan pada kelompok umur 20 – 24 tahun
dengan menggunakan menu Range pada menu old view dan pada value
dengan menggunakan angka secara berurutan sehingga tampilan adalah
sebagai berikut.
Dari gambar
menunjukkan bahwa untuk kelompok umur 30 – 34 tahun
digantingkan dengan kelompok 4 dan seterusnya sampai pada kelompok
umur 45 – 49 tahun digantikan pada kelompok 7.
Sedangkan pada
kelompok umur > 49 tahun atau ≥ 50 tahun dengan menggunakan
menu Range, value through HIGHEST dengan mengisi angka 49 tahun
dengan menggantikan dengan value 8. berikut adalah tampilannya
Step 1
Step 2
Selanjutnya pilih
Continu >> OK
Secara otomatis,
umur yang ditampilkan berubah berdasarkan pengelompokkan umur yang
telah dilakukan.
Selanjutnya, masuk
kembali pada jendela variabel view untuk memberi penjelasan dari
pengelompokkan umur yang teolah dilakukan.
Dengan mengarahkan
pointer anda pada value variabel Klp_Umur (Kelompok umur responden)
dengan mengisikan pengkategorian sebagai berikut.
untuk umur < 20
tahun dengan mengisikan < 20 tahun pada ruang value
untuk umur 20 –
24 tahun dengan mengisikan 20 – 24 tahun
untuk umur 25 –
29 tahun
untuk umur 30 –
34 tahun
untuk umur 35 –
39 tahun
untuk umur 40 –
44 tahun
untuk umur 45 –
49 tahun dan
untuk umur > 49
tahun atau >= 50 tahun
Selanjutnya kembali
pada jendela data view dan pilih menu bar “View” dan beri
centang pada menu “Value labels” dengan mengklik satu
kali sehingga dapat menunjukkan keterangan dari pendefinisian
angka-angka yang telah dikategorikan pada ruang value jendela
variabel view. Berikut adalah tampilannya.
Pada hasil latihan
seperti yang ditunjukkan di atas menunjukkan bahwa pada variabel
jenis pekerjaan, secara keseluruhan dari nama jenis pekerjaan pada
tiap responden terdapat yang ditunjukkan tidak secara jelas. Hal ini
disebabkan karena jumlah karakter yang digunakan pada kolom value di
jendela data variabel tidak sesuai dengan lebar coloums yang
digunakan. Untuk memperjelas nama dari masing-masing jenis pekerjaan
dapat dilakukan dengan menarik kearah kanan garis antara variabel
kerja atau dengan mengatur lebar coloums pada jendela variabel view.
Bersambung pada
episode selanjutnya.
Entri
Data
Oleh
M. Joeharno, SKM
Email :
joeh_com@yahoo.com
atau MJoeharno@GMail.com
Input Data
Variabel
Setelah melaksanakan
pembuatan variabel dengan menggunakan jendela variabel view
selanjutnya adalah melaksanakan penginputan data berdasarkan
masing-masing variabel yang telah dibuat dengan menggunakan jendela
data view.
Buka kembali file
latihan 1 yang telah anda buat kemudian masuk pada jendela data view
pada SPSS anda. Berikut adalah tampilan jendela data view setelah
dilaksanakan proses pengisian dan pendefinisian dari variabel data.
Yang perlu
diperhatikan bahwa pada saat pertama anda membuka file latihan 1
tersebut, secara bersamaan juga terbuka file out put yang menunjukkan
deskripsi dari file yang terbuka tersebut dan ini merupakan
otomatisasi dari program SPSS versi 15. Tutup saja file tersebut
tanpa melakukan penyimpanan sehingga akan memudahkan anda dalam
penampilan SPSS di jendela windows pada desktop anda.
Selanjutnya adalah
dengan memasukkan angka-angka berdasarkan soal yang telah diberikan
sebelumnya :
No | Inisial | Umur | Jenis | Pendidikan | Pekerjaan |
1 | EL | 22 | Perempuan | Tdk | Tani |
2 | YP | 44 | Perempuan | SMP | Buruh |
3 | JR | 23 | Laki-laki | SD | Wiraswasta |
4 | DK | 52 | Perempuan | SMP | Tani |
5 | DA | 54 | Perempuan | SMA | PNS |
6 | YL | 29 | Perempuan | SMP | Buruh |
7 | LP | 53 | Perempuan | Tdk | URT/Tdk |
8 | LB | 36 | Perempuan | SD | Tani |
9 | LL | 19 | Perempuan | SD | Tani |
10 | LB | 51 | Perempuan | SMP | Wiraswasta |
11 | MS | 39 | Perempuan | SD | Buruh |
12 | PM | 42 | Perempuan | SMP | Wiraswasta |
13 | YS | 54 | Laki-laki | SD | URT/Tdk |
14 | SA | 21 | Laki-laki | SD | Tani |
15 | ER | 31 | Perempuan | SD | Buruh |
16 | SE | 16 | Perempuan | SMP | URT/Tdk |
17 | YA | 40 | Perempuan | SMP | PNS |
18 | DK | 18 | Laki-laki | SMP | URT/Tdk |
19 | HM | 42 | Perempuan | SD | Wiraswasta |
20 | MR | 38 | Perempuan | SMA | PNS |
21 | YS | 42 | Laki-laki | SD | Tani |
22 | BA | 34 | Laki-laki | SMP | Buruh |
23 | MA | 41 | Perempuan | SD | Buruh |
24 | CS | 31 | Perempuan | SD | Wiraswasta |
25 | PB | 45 | Laki-laki | SMP | Tani |
26 | MN | 36 | Laki-laki | SD | Tani |
27 | GG | 27 | Perempuan | SMP | Tani |
Pada jendela
windows, pointer anda berada pada baris pertama kolom variabel
Inisial sebagaimana yang ditunjukkan pada file latihan anda. Untuk
memudahkan anda dalam proses penginputan data dari tiap responden
sebaiknya penginputan dilakukan secara bervariabel sehingga setelah
variabel satu telah terisi selesai sesuai dengan jumlah sampel
(responden) baru pindah pada variabel selanjutnya dan begitupun
seterusnya.
Dalam melaksanakan
penginputan data, semua jenis data yang terklasifikasi atau dapat
diklasifikasi harus diubah dalam bentuk data numeric sehingga akan
memudahkan dalam pengolahan data selanjutnya.
Untuk variabel JK
(jenis kelamin)
Laki-laki digantikan
dengan angka 1 dan
Perempuan dengan
angka 2
Untuk variabel Didik
(pendidikan)
Tidak sekolah dengan
angka 1,
SD dengan angka 2
SMP dengan angka 3
SMU dengan angka 4
PT dengan angka 5
Selanjutnya untuk
variabel kerja (pekerjaan)
PNS digantikan
dengan angka 1
Tani/Nelayan dengan
angka 2
Buruh/Swasta denga
angka 3
Wiraswasta dengan
angka 4 dan
URT/tidak kerja
dengan angka 5
Setelah anda
melakukan pengubahan dari masing-masing data tersebut kemudian
lakukan pengisian berdasarkan masing-masing variabel sehingga
tampilan pada jendela data view SPSS anda sebagai berikut.
Pada jendela data
view anda menunjukkan bahwa pada masing-masing data variabel, angka
yang diisikan menunjukkan dua angka dibelakang koma (2,00). Munculnya
dua angka dibelakang koma berdasarkan data numeric yang disikan
karena pada saat pendiskripsian variabel di jendela variabel view
kolom desimal menggunakan angka 2. sebetulnya angka tersebut bukanlah
menjadi masalah namun untuk alasan penampilan biasanya angka tersebut
terkesan mengganggu dan anda dapat mengubahnya dengan masuk pada
jendela variabel view dan mengubah kolom desimal angka 2 menjadi 0.
Selanjutnya masuk ke
jendela data view kembali. Letakkan ponter anda pada kolom variabel
JK (jenis kelamin) baris pertama. Sekarang kita akan mencoba
melaksanakan pengklasifikasian umur dengan membagi menjadi beberapa
kelompok dalam bentuk data interval. Hal ini dilakukan untuk
memudahkan dalam pendeskripsian umur dari responden.
Letakkan kursor anda
pada nama variabel JK sehingga menunjukkan tanda sorot kebawah ()
sehingga data pada variabel JK tersorot secara langsung secara
keseluruhan kebawah dan Klik kanan pada nama variabel JK sehingga
akan tampil menu sebagai berikut
Pilih menu “Insert
Variables” untuk mengisikan variabel lain setelah variabel umur
sehingga termuat variabel tambahan dengan nama “VAR0001”
yang merupakan nama variabel secara default.
Masuk ke jendela
variabel view untuk melakukan pendeskripsian variabel tersebut. Sama
halnya pada saat pembuatan jenis variabel yang telah anda sebelumnya
dengan mengubah nama VAR0001 menjadi Klp_Umur menggunakan jenis data
– numeric, width – 8, desimal - 0, label - Kelompok Umur
Responden.
Kemudian kembali
pada jendela data view dan blok data pada variabel umur dengan tidak
melakukan pemblokiran pada variabel umur dan copy data variabel umur
dan masukkan ke variabel kelompok umur sehingga data pada umur sama
halnya dengan data pada variabel Klp_Umur. Berikut adalah
tampilannya.
Selanjutnya pada
menu bar SPSS pilih menu “Transorm” >> “Record
into Same Variables...” sehingga akan muncul tampilan sebagai
berikut.
Pilih variabel
Kelompok umur responden dan masukkan ke jendela kolom Variables
dengan menekan tanda
dalam rangka melaksanakan pendeskripsian dan pengelompokkan umur
responden. Berikut adalah tampilannya.
Pilih “Old and
New Values..” untuk melaksanakan pengelompokkan data variabel
sehingga akan muncul tampilan sebagai berikut.
Tampilan ini
merupakan menu untuk melaksanakan pengelompokkan data variabel umur
responden. Pengelompokkan umur dilakukan dengan pembagian sebagai
berikut.
Dengan menggunakan
jarak 5 dengan pembagian kelompok umur adalah :
< 20 tahun
(berdasarkan data terendah pada variabel umur yaitu umur 18 tahun)
20 – 24 tahun
25 – 29 tahun
30 – 34 tahun
35 – 39 tahun
40 – 44 tahun
45 – 49 tahun
> 49 tahun atau
≥ 50 tahun (berdasarkan data tertinggi pada variabel umur yaitu
umur 54 tahun)
Dengan menggunakan
jarak 10 dengan pembagian kelompok umur adalah :
< 20 tahun
20 – 29 tahun
30 – 39 tahun
40 – 49 tahun
> 49 tahun atau
≥ 50 tahun
Pengelompokkan umur
berdasarkan jarak tergantung dari penginput data, namun secara umum
yang digunakan adalah dengan menggunakan jarak 5 berdasarkan standar
pengelompokkan umur oleh badan statistik nasional dan internasional.
Adapun cara
pengelompokkan umur pada SPSS adalah dengan menerapkan
langkah-langkah sebagai berikut.
Untuk kelompok umur
terendah < 20 tahun dengan memilih menu “Range LOWEST
through values” dan mengisikan anka 19 (artinya dengan mensort
data umur yang lebih rendah dari 19 dan yang paling tinggi adalah 19
tahun) dan pada New value pada pilih Value dan masukkan angka 1
(artinya : mengganti kelompok umur < 20 tahun menjadi angka 1)
berikut adalah tampilannya
Pilih “Add”
sehingga akan masuk ke kolom OldNew.
Berikut adalah tampilannya.
Untuk kelompok umur
20 – 24 tahun dengan memilih menu Range dan masukkan angka 20
pada kolom pertama dan throuh 24 pada kolom kedua dan pada New Value
pilih Value dan masukkan angka 2 (mengganti kelompok umur 20 –
24 tahun dengan angka 2) dan pilih “ADD” berikut
tampilannya.
Step 1
Step 2
Selanjutnya untuk
kelompok umur 25 – 29 tahun, 30 – 34 tahun, 35 –
39 tahun, 40 – 44 tahun, 45 – 49 tahun sama halnya
dengan cara pengelompokkan pada kelompok umur 20 – 24 tahun
dengan menggunakan menu Range pada menu old view dan pada value
dengan menggunakan angka secara berurutan sehingga tampilan adalah
sebagai berikut.
Dari gambar
menunjukkan bahwa untuk kelompok umur 30 – 34 tahun
digantingkan dengan kelompok 4 dan seterusnya sampai pada kelompok
umur 45 – 49 tahun digantikan pada kelompok 7.
Sedangkan pada
kelompok umur > 49 tahun atau ≥ 50 tahun dengan menggunakan
menu Range, value through HIGHEST dengan mengisi angka 49 tahun
dengan menggantikan dengan value 8. berikut adalah tampilannya
Step 1
Step 2
Selanjutnya pilih
Continu >> OK
Secara otomatis,
umur yang ditampilkan berubah berdasarkan pengelompokkan umur yang
telah dilakukan.
Selanjutnya, masuk
kembali pada jendela variabel view untuk memberi penjelasan dari
pengelompokkan umur yang teolah dilakukan.
Dengan mengarahkan
pointer anda pada value variabel Klp_Umur (Kelompok umur responden)
dengan mengisikan pengkategorian sebagai berikut.
untuk umur < 20
tahun dengan mengisikan < 20 tahun pada ruang value
untuk umur 20 –
24 tahun dengan mengisikan 20 – 24 tahun
untuk umur 25 –
29 tahun
untuk umur 30 –
34 tahun
untuk umur 35 –
39 tahun
untuk umur 40 –
44 tahun
untuk umur 45 –
49 tahun dan
untuk umur > 49
tahun atau >= 50 tahun
Selanjutnya kembali
pada jendela data view dan pilih menu bar “View” dan beri
centang pada menu “Value labels” dengan mengklik satu
kali sehingga dapat menunjukkan keterangan dari pendefinisian
angka-angka yang telah dikategorikan pada ruang value jendela
variabel view. Berikut adalah tampilannya.
Pada hasil latihan
seperti yang ditunjukkan di atas menunjukkan bahwa pada variabel
jenis pekerjaan, secara keseluruhan dari nama jenis pekerjaan pada
tiap responden terdapat yang ditunjukkan tidak secara jelas. Hal ini
disebabkan karena jumlah karakter yang digunakan pada kolom value di
jendela data variabel tidak sesuai dengan lebar coloums yang
digunakan. Untuk memperjelas nama dari masing-masing jenis pekerjaan
dapat dilakukan dengan menarik kearah kanan garis antara variabel
kerja atau dengan mengatur lebar coloums pada jendela variabel view.
Bersambung pada
episode selanjutnya.