-->
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
Lihat Detail

Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)

BEBERAPA FAKTOR RISIKO KEJADIAN BBLR DI RUMAH SAKIT
AL FATAH AMBON PERIODE JANUARI – DESEMBER
TAHUN 2006

Oleh :

Tim Peneliti
Zaenab R. SKM dan Joeharno, SKM


ABSTRAK


BEBERAPA FAKTOR RISIKO KEJADIAN BBLR DI RUMAH SAKIT AL FATAH AMBON PERIODE JANUARI – DESEMBER TAHUN 2006”
Xii + 69 halaman + 12 tabel + 8 lampiran
BBLR merupakan masalah kesehatan yang sering dialami pada sebahagian besar masyarakat yang ditandai dengan berat lahir yang kurang dari 2500 gram. Kejadian BBLR pada dasarnya berhubungan dengan kurangnya pemenuhan nutrisi pada masa kehamilan ibu dan hal ini berhubungan dengan banyak faktor dan lebih utama pada masalah perekonomian keluarga sehingga pemenuhan kebutuhan konsumsi makanan pun kurang. Namun kejadian BBLR juga dapat terjadi tidak hanya karena aspek perekonomian, dimana kejadian BBLR dapat saja terjadi pada mereka dengan status perekonomian yang cukup. Dan hal ini terkait adanya pengaruh dari berbagai faktor yang pada penelitian ini mencakup paritas, jarak kelahiran, kadar haemoglobin dan pemanfaatan pelayanan antenatal.
Jenis penelitian yang diguanakan adalah observasional dengan rancangan Case Control Study yang bertujuan untuk menganalisis besar risiko paritas, jarak kelahiran, kadar haemoglobin dan pemanfaatan pelayanan antenatal terhadap kejadian BBLR dengan mengambil subjek penelitian pada data rekam medis Rumah Sakit Umum Al Fatah Ambon periode Januari – Desember 2006.
Sampel penelitian dibedakan atas kasus (kelahiran bayi dengan BBLR) dan kontrol (kelahiran bayi tidak dengan BBLR) sebanyak 138 dengan perbandingan sampel 1 : 2 antara kasus dan kontrol. Pengumpulan data dengan melaksanakan penelusuran status rekam medis pada instalasi kebidanan. Pengolahan data secara komputerisasi dengan analisis data berdasarkan uji statistik Odds Ratio. Penyajian data dalam bentuk tabel distribusi frekuensi analisi univariat dan tabel silang analisis bivariat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa paritas merupakan faktor risiko yang signifikan terhadap kejadian BBLR sehingga ibu dengan paritas lebih dari 3 anak berrisiko 2,4 kali untuk melahirkan bayi dengan BBLR, Jarak kelahiran merupakan faktor risiko yang signifikan terhadap kejadian BBLR sehingga ibu dengan jarak antara kelahiran <>
Saran yang diajukan pada penelitian ini adalah Perlunya peningkatan pembinaan kepada masyarakat tentang norma keluarga kecil bahagia dan sejahtera sehingga dapat meningkatkan taraf kesejahteraan keluarga yang tidak hanya melibatkan ibu namun dengan adanya dukungan dari suami sehingga perwujudan masyarakat sehat dapat dicapai secara optimal, pemberian informasi secara aktual kepada ibu dan suami untuk mengatur jarak kelahiran dalam rangka mencegah timbulnya berbagai dampak kesehatan pada masa kehamilan dan persalinan, peningkatan kesadaran dari ibu tentang pentingnya pelaksanaan pemeriksaan kesehatan khususnya pemeriksaan pada masa kehamilan yang dilakukan secara lengkap melalui pemberian informasi akan pentingnya pemeriksaan kehamilan dalam rangka kontrol kesehatan ibu dan bayi pada masa kehamilan dan peningkatan pengetahuan tentang pentingnya hidup sehat pada ibu khususnya pada masa kehamilan dengan penerapan pola makan teratur dan seimbang sehingga dapat memenuhi kebutuhan nutrisi ibu dan bayi yang dikandungnya yang juga merupakan unsur pendukung pencapaian status kesehatan yang optimal baik ibu maupun bayi yang dikandungnya.
Kepustakaan : 32 (1982 – 2006)
P E N D A H U L U A N
  1. Latar Belakang
Bayi lahir dengan berat lahir renndah (BBLR) merupakan salah satu faktor resiko yanng mempunyai kontribusi terhadap kematian bayi khususnya pada masa perinatal. Selain itu bayi berat lahir rendah dapat mengalami gangguan mental dan fisik pada usia tumbuh kembang selanjutnya sehingga membutuhkan biaya perawatan yang tinggi (Anonim, 2006).
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah salah satu hasil dari ibu hamil yang menderita energi kronis dan akan mempunyai status gizi buruk. BBLR berkaitan dengan tingginya angka kematian bayi dan balita, juga dapat berdampak serius pada kualitas generasi mendatang, yaitu akan memperlambat pertumbuhan dan perkembangan anak, serta berpengaruh pada penurunan kecerdasan (Depkes RI, 2005).
Menurut perkiraan WHO, pada tahun 1995 hampir semua (98%) dari 5 juta kematian neonatal di negara berkembang atau berpenghasilan rendah. Lebih dari dua per tiga kematian adalah BBLR yaitu berat badan lahir kurang dari 2500 gram. Secara global diperkirakan terdapat 25 juta persalinan per tahun dimana 17% diantaranya adalah BBLR dan hampir semua terjadi di Negara berkembang (Hadi, 2001).
Data epidemiologi di Inggris dan berbagai Negara maju lainnya memperlihatkan, setelah menjadi dewasa bayi dengan berat ringan untuk masa kehamilannya akan lebih mudah terkena penyakit kronis seperti Diabetes Mellitus (DM) tipe 2 maupun penyakit kordiovaskuler (PKV) (Sayogo, 2003).
Berdasarkan hasil pengumpulan data indikator kesehatan propinsi yang berasal dari fasilitas pelayanan kesehatan, proporsi BBLR pada tahun 2000 berkisar antara 0,91% (Gorontalo) dan 18,89% (Jawa Tengah), sedangkan pada tahun 2001 berkisar antara 0,54% (NAD) dan 6,90% (Sumatra Utara). Angka tersebut belum mencerminkan kondisi sebenarnya yang ada di masyarakat karena belum semua berat badan bayi yang dilahirkan dapat dipantau oleh petugas kesehatan, khususnya yang ditolong oleh dukun atau tenaga non kesehatan lainnya (Profil Kesehatan RI, 2004).
Secara umum Indonesia belum mempunyai angka untuk bayi berat lahir rendah (BBLR) yang diperoleh berdasarkan survai nasional. Proporsi BBLR ditentukan berdasarkan estimasi yang sifatnya sangat kasar, yaitu berkisar antara 7 – 14% selama periode 1999 – 2000. Jika proporsi ibu hamil adalah 2,5% dari total penduduk maka setiap tahun diperkirakan 355.000 – 710.000 dari 5 juta bayi lahir dengan kondisi BBLR (Depkes RI, 2001).
Salah satu indikator untuk mengetahui derajat kesehatan masyarakat adalah angka kematian bayi (AKB). Angka kematian bayi di Indonesia saat ini masih tergolong tinggi. Angka kematian bayi di Indoesia tercatat 51,0 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2003, ini memang bukan gambaran yang indah karena masih terbilang tinggi bila di bandingkan dengan Negara –negara di bagian ASEAN. pennyebab kematian bayi terbanyak adalah karena gangguan perinatal. Dari seluruh kematian perinatal sekitar 2 – 27% disebabkan karena kelahiran bayi berat lahir rendah (BBLR). Sementara itu prevalensi BBLR pada saat ini diperkirakan 7 – 14% yaitu sekitar 459.200 – 900.000 bayi (Depkes RI, 2005).
Proporsi BBLR dapat diketahui berdasarkan estimasi dari Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI). Pada tahun 1992 – 1997 yaitu secara nasional proporsi bayi dengan berat badan lahir rendah yaitu 7,7% untuk perkotaan 6,6%, dan untuk pedesaan 8,4. Dan pada tahun 2002 – 2003 angka proporsi BBLR tidak mengalami penurunan yaitu sekitar 7,6% (Profil Kesehatan Propinsi Sulsel, 2005).
Hasil penelitian Rumah Sakit maupun Puskesmas menyatakan bahwa pada tahun 1999 tercatat kejadian BBLR sebesar 3,27% dari 25.422 bayi lahir hidup. Data di wilayah Puskesmas pada tahun 2000 menggambarkan bahwa bayi lahir hidup <2500>
BBLR bervariasi menurut propinsi dengan rentang 2,0% - 15,1% terendah di propinsi Sumatra Utara dan tertinggi di Sulawesi Selatan, tercatat bahwa jumlah bayi dengan BBLR sebanyak 1.554 (1,2% dari total bayi lahir) dan yang tertangani sebanyak 1.178 orang (75,8%), dengan kasus tertinggi terjadi di Kota Makassar yaitu 355 kasus (2,63%) dari 13.486 bayi lahir hidup dan yang terendah di Kabupaten Pangkep hanya 3 kasus (Profil Kesehatan Propinsi Sulsel,2005).
Rumah Sakit Al-Fatah adalah salah satu UPT Dinas Kesehatan Propinsi Maluku yang keberadaannya dilandasi dengan keputusan Gubernur Maluku No.5 tahun 1999. Adapun alasan memilih RS Al-Fatah karena Rumah Sakit tersebut melakukan pelayanan kesehatan ibu dan anak, merupakan salah satu Rumah Sakit rujukan untuk kasus – kasus obstetric dan angka kejadian BBLR dalam beberapa tahun ini masih tinggi. Berdasarkan laporan tahunan kegiatan pelayanan RS Al-Fatah, angka prevalensi dari tahun 2004 – 2006 cukup tinggi yaitu 9,05% pada tahun 2004, meningkat pada tahun 2005 sebesar 7,79% dan pada tahun 2006 prevalensi BBLR adalah 7,15%. Dari data tersebut terlihat bahwa selama kurun waktu tiga tahun memperlihatkan adanya masalah BBLR di Rumah Sakit Al-Fatah.
Berdasarkan data yang didapatkan di Rumah Sakit Al-Fatah Ambon yakni pada tahun 2003 ada 64 (10,30%) kasus BBLR dari 621 bayi lahir hidup, tahun 2004 ada 51 (9,05%) kasus BBLR dari 563 bayi lahir hidup, dan pada tahun 2005 ada 65 (7,79%) dari 834 bayi lahir hidup yang menderita BBLR. Sedangkan pada tahun 2006 ada 46 (7,15%) kasus BBLRdari 643 bayi lahir hidup.
Melihat masih tingginya kejadian bayi berat lahir rendah di Maluku termasuk kota Ambon Khususnya di Rumah Sakit Al-Fatah Ambon, maka peneliti tertarik untuk melihat faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian BBLR di Rumah Sakit al-Fatah Ambon untuk periode januari – desember tahun 2006.
  1. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas maka dapat diberikan rumusan masalahnya sebagai berikut :
  1. Apakah umur ibu menjadi faktor risiko kejadian bayi berat lahir rendah di RS Al-Fatah Ambon tahun 2006 ?
  2. Apakah jarak kehamilan menjadi faktor risiko kejadian bayi berat lahir rendah di RS Al-Fatah Ambon tahun 2006 ?
  3. Apakah paritas ibu menjadi faktor risko kejadian bayi berat lahir rendah di RS Al-Fatah Ambon tahun 2006 ?
  4. Apakah kadar Hb menjadi faktor risiko kejadian bayi berat lahir rendah di RS Al-Fatah Ambon tahun 2006 ?
  5. Apakah pemeriksaan kehamilan/ANC menjadi faktor risiko kejadian bayi berat lahir rendah di RS Al-Fatah Ambon tahun 2006 ?
  1. Tujuan penelitian
  1. Tujuan umum
Untuk mengetahui faktor risiko kejadian bayi berat lahir rendah (BBLR) di RS Al-Fatah Ambon periode januari – desember tahun 2006.
  1. Tujuan khusus
  1. Untuk mengetahui umur ibu sebagai faktor risiko kejadian bayi berat lahir rendah di RS Al-Fatah Ambon tahun 2006.
  2. Untuk mengetahui jarak kehamilan sebagai faktor risiko kejadian bayi berat lahir rendah di RS Al-Fatah Ambon tahun 2006.
  3. Untuk mengetahui paritas ibu sebagai faktor risiko kejadian bayi berat lahir rendah di RS Al-Fatah Ambon tahun 2006.
  4. Untuk mengetahui kadar Hb sebagai faktor risiko kejadian bayi berat lahir rendah di RS Al-Fatah Ambon tahun 2006
  5. Untuk mengetahui pemeriksaan kehamilan/ANC sebagai faktor risiko kejadian bayi berat lahir rendah di RS Al-fatah Ambon tahun 2006.
  1. Manfaat Penelitian
  1. Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan yang dapat menambah wawasan khususnya mengenai faktor penyebab kejadian bayi beral lahir rendah (BBLR).
  1. Manfaat praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi segenap penentu kebijakan dan instansi terkait untuk memprioritaskan program kesehatan dalam upaya menurunkan angka kejadian bayi berat lahir rendah (BBLR).


TINJAUAN PUSTAKA

  1. Tinjauan umum tentang bayi berat lahir rendah
  1. Pengertian bayi dengan berat badan lahir rendah
  2. Karakteristik bayi berat lahir rendah
  3. Upaya mencegah terjadinya persalinan prematuritas atau bayi dengan berat badan lahir rendah.
  1. Tinjauan umum tentang umur ibu
  2. Tinjauan Umum Tentang Jarak Kelahiran
  3. Tinjauan umum tentang paritas ibu
E. Tinjauan Umum Tentang Kadar HB Ibu
  1. Tinjauan umum tentang pemeriksaan kehamilan/ANC

KERANGKA KONGSEP
  1. Dasar Pemikiran Variabel yang diteliti
  1. Umur ibu
Umur ibu merupakan salah satu faktor yang menyebabkan kejadian bayi dengan berat lahir rendah, dimana angka kejadian tertinggi BBLR adalah pada usia dibawah 20 tahun dan pada multigravida yang jarak antara kelahirannya terlalu dekat. Kejadian terendah adalah pada usia ibu antara 26 - 30 tahun (Hasan dkk, 2000).
  1. Jarak kelahiran
  1. Paritas ibu
d. Kadar HB
  1. Pemeriksaan kehamilan/ANC
  1. Pola Variabel Yang Diteliti
  2. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif
  1. Berat badan lahir
  2. Umur ibu
  3. Jarak kelahiran
  4. Paritas ibu
  5. Kadar Hb Ibu
  6. Pemeriksaan kehamilan/ANC


METODE PENELITIAN
Download MP3 Musik
A. Jenis penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional denga pendekatan case control study, dengan maksud untuk melihat apakah umur ibu, jarak kehamilan, paritas, kadar HB dan pemeriksaan kehamilan/ANC merupakan faktor resiko kejadian bayi berat lahir rendah.
B. Lokasi penelitian
Adapun lokasi penelitian adalah Rumah Sakit Al-Fatah Kota Ambon, propinsi Maluku
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Semua bayi yang dilahirkan hidup yang yang tercatat dalam rekam medik antara bulan januari sampai desember tahun 2006 dengan jumlah 643 bayi di Rumah Sakit Al-Fatah Kota Ambon.
2. Sampel
a. Kasus : Semua bayi yang lahir dengan berat badan rendah di Rumah Sakit Al-Fatah Ambon periode januari sampai desember tahun 2006.
b. Kontrol : Semua bayi yang lahir hidup di Rumah Sakit Al-Fatah Ambon periode januari sampai desember tahun 2006.
3. Besarnya sampel
Jumlah sample pada kelompok kasus sebanyak 46 orang yang terkena BBLR di Rumah Sakit Al-Fatah Ambon. Dan jumlah sample pada kelompok control sebanyak 92 orang yang tidak terkena BBLR, sehingga perbandingan antara kelompok kasus dan kelompok control yaitu 1 : 2 jadi total sample adalah sebanyak 138 orang.
4. Cara Pengambilan Sampel
Cara pengambilan sample dlakukan secara purposive sampling. Dengan criteria sample yang memiliki data yang lengkap, yang sesuai dengan variabel penelitian. Yang meliputi umur ibu, jarak kehamilan, paritas, kadar HB dan pemeriksaan kehamilan/ANC. Dengan cara mula-mula diambil sampel kasus, kemudian dipilih seperti kriteria seperti variable yang diteliti. Setelah itu di ambil sample control yang juga mempunyai kriteria yang sama.
D. Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data yang diolah dari rekam medik di Rumah Sakit Al-Fatah Ambon, propinsi maluku tahun 2006.
E. Pengolahan dan Penyajian Data
Data diolah dengan menggunakan bantuan elektronik berupa computer dengan metode sebagai berikut : membuat variable, input data, pengolahan data, dan disajikan dalam bentuk tabel dan penjelasan.
F. Analisis Data
Untuk menguji hipotesis nol (Ho) dengan analisis bivariat (oods Ratio) dengan menggunakan tabel 2 X 2
Interpretasi nilai OR dengan menggunakan interval kepercayaan 95% yakni :
OR <>
OR = 1, bukan factor risiko
OR > 1, berarti variable tersebut adalah factor risiko
Hubungan dikatakan bermakna apabila nilai lower limit dan upper limit tidak mencakup nilai 1.
Lower limit = OR x e ˉ­­
Upper limit = OR x eˉ
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
    1. Analisis Faktor Risiko Paritas Terhadap Kejadian BBLR
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebahagian besar ibu yang melaksanakan persalinan dengan paritas rendah minimal 3 anak (79,7%) yang menunjukkan bahwa ibu telah menerapkan normal keluarga kecil bahagia dan sejahtera sebagai salah satu bentuk program pembangunan kesehatan dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Paritas yang tinggi akan berdampak pada timbulnya berbagai masalah kesehatan baik bagi ibu maupun bayi yang dilahirkan. Salah satu dampak kesehatan yang mungkin timbul dari paritas yang tinggi adalah berhubungan dengan kejadian BBLR.
Sebagaimana hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu dengan paritas tinggi yang merupakan kelompok berisiko tinggi secara merata terdistribusi pada kelompok kasus dan kontrol (50%) yang memberi interpretasi bahwa paritas yang tinggi tidak mempengaruhi kesehatan ibu sehingga melahirkan bayi dengan berat lahir yang cenderung normal.
Pengaruh paritas terhadap kejadian BBLR berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan bahwa paritas merupakan faktor risiko penyebab kejadian BBLR pada bayi. Hal ini ditunjukkan dengan hasil pengujian statistik yang diperoleh nilai Odds Ratio (OR) = 2,438 sehingga dapat dikatakan bahwa paritas merupakan faktor risiko terhadap kejadian BBLR dimana ibu dengan paritas > 3 anak berisiko 2 kali terhadap melahirkan bayi dengan BBLR.
    1. Analisis Faktor Risiko Jarak Kelahiran Terhadap Kejadian BBLR
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebahagian besar ibu telah memiliki jarak antara kelahiran pada kategori renggang dan merupakan kelompok dengan risiko rendah (61,6%). Jarak kelahiran renggang pada penelitian ini jika rentang waktu antara satu kelahiran dengan kelahiran berikutnya minimal 2 tahun.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu dengan jarak kelahiran yang rapat lebih banyak dengan kelahiran bayi dengan berat lahir yang tidak tergolong BBLR (54,7%) namun jika ditinjau dari angka pencapai tersebut masih relatif rendah yang memberi indikasi bahwa kejadian BBLR sendiri masih cenderung tinggi yang disebabkan karena jarak kelahiran yang terlalu dekat.
Hasil uji statistik diperoleh nilai Odds Ratio (OR) = 2,370 sehingga dapat dikatakan bahwa jarak kelahiran merupakan faktor risiko terhadap kejadian BBLR dimana ibu yang memiliki jarak kelahiran <>
    1. Analisis Faktor Risiko Kadar Haemoglobin Terhadap Kejadian BBLR
Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih banyak dari ibu yang memiliki kadar haemoglobin yang berisiko (55,1%) dengan kadar haemoglobin dalam darah kurang 11 g/dl.. Kadar Hb yang normal pada penelitian ini adalah jika hasil pemeriksaan laboratorium darah ibu menunjukkan kadar ≥ 11 g/dl pada manusia normal.
Dampak kesehatan yang dapat dijadikan dasar dari pengaruh kejadian anemia pada ibu hamil salah satunya adalah kejadian berat bayi lahir rendah (BBLR). Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden dengan kadar Hb kurang (mengalami anemia) lebih banyak yang melahirkan bayi tidak dengan BBLR (59,2%) yang memberi interpretasi bahwa kadar Hb tidak memberi pengaruh terhadap kejadian BBLR.
Namun jika dengan meninjau ibu dengan kadar haemoglobin yang tidak berisiko dengan kadar Hb 11 g/dl keatas lebih banyak tidak mengalami kelahiran bayi dengan BBLR dan menunjukkan peningkatan yang berarti (70,9%). Hal ini memberi indikasi bahwa semakin baiknya kadar Hb dalam darah merupakan wujud nyata terhadap status kesehatan ibu yang optimal dan sekaligus sebagai unsur penunjang dalam pelaksanaan proses persalinan.
Hasil uji statistik diperoleh nilai Odds Ratio (OR) = 2,159 sehingga dapat dikatakan bahwa kadar haemoglobin merupakan faktor risiko terhadap kejadian BBLR dimana ibu yang memiliki kadar haemoglobin <>
    1. Analisis Faktor Risiko Pemanfaatan Antenatal Care (ANC) Terhadap Kejadian BBLR
Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih banyak dari ibu yang kurang memanfaatkan pemeriksaan pada masa kehamilan dan merupakan kelompok berisiko (51,4%). Pemeriksaan kehamilan yang lengkap dimaksudkan dalam penelitian ini adalah jika ibu telah melaksanakan pemeriksaan antenatal secara lengkap dan teratur mulai dari pemeriksaan kala 1 (KI) sampai kala 4 (Kala IV). Jadi frekuensi kunjungan ibu ke pelayanan kesehatan pada masa kehamilan harus dilaksanaka minimal 4 kali.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu dengan banyaknya pemeriksaan kehamilan yang kurang lengkap yang merupakan kelompok berisiko lebih banyak yang melahirkan bayi tidak dengan BBLR (50,7%) yang memberi indikasi bahwa pelayanan antenatal tidak memberi pengaruh terhadap status kesehatan bayi. Hal ini memberi gambaran akan adanya pengaruh dari faktor lain yang dapat berhubungan dengan penciptaan status gizi ibu yang optimal sehingga juga akan mendukung status kesehatan dan status gizi bayi yang dikandung dan lahir dengan tidak BBLR.
Selanjutnya berdasarkan hasil pengujian statistik diperoleh nilai Odds Ratio (OR) = 4,949 sehingga dapat dikatakan bahwa pemeriksaan kehamilan secara lengkap sebagai wujud pemanfaatan pelayanan antenatal care (ANC) merupakan faktor risiko terhadap kejadian BBLR dimana ibu yang tidak melaksanakan pemeriksaan kehamilan secara lengkap berisiko 5 kali untuk melahirkan bayi dengan BBLR.
Sedangkan dengan meninjau nilai Confidence Interval (CI) yang tidak mencakup nilai 1 (2,232 – 10,976) maka risiko yang ditimbulkan dikatakan bermakna, Ho ditolak. Sehingga dapat diinterpretasikan bahwa ibu yang kurang memanfaatkan pemeriksaan kehamilan dengan frekuensi kunjungan ke pelayanan ANC yang tidak secara lengkap memiliki hubungan yang bermakna terhadap kejadian BBLR pada bayi dan memiliki peluang untuk melahirkan bayi dengan berat lahir rendah <>


KESIMPULAN DAN SARAN
  1. Kesimpulan
    1. Paritas merupakan faktor risiko yang signifikan terhadap kejadian BBLR sehingga ibu dengan paritas lebih dari 3 anak berrisiko 2,4 kali untuk melahirkan bayi dengan BBLR
    2. Jarak kelahiran merupakan faktor risiko yang signifikan terhadap kejadian BBLR sehingga ibu dengan jarak antara kelahiran <>
    3. Kadar Haemoglobin merupakan faktor risiko yang signifikan terhadap kejadian BBLR sehingga ibu dengan kadar haemoglobin dalam darah yang kurang dari 11 g/dl berrisiko 2,2 kali untuk melahirkan bayi dengan BBLR
    4. Pemanfaatan pelayanan ANC merupakan faktor risiko yang signifikan terhadap kejadian BBLR sehingga ibu yang kurang memanfaatkan pelayanan ANC dengan frekuensi kunjungan pemeriksaan kehamilan yang tidak lengkap minimal 4 kali berrisiko 5 kali untuk melahirkan bayi dengan BBLR
  1. Saran
    1. Perlunya peningkatan pembinaan kepada masyarakat tentang norma keluarga kecil bahagia dan sejahtera sehingga dapat meningkatkan taraf kesejahteraan keluarga yang tidak hanya melibatkan ibu namun dengan adanya dukungan dari suami sehingga perwujudan masyarakat sehat dapat dicapai secara optimal.
    2. Perlunya pemberian informasi secara aktual kepada ibu dan suami untuk mengatur jarak kelahiran dalam rangka mencegah timbulnya berbagai dampak kesehatan pada masa kehamilan dan persalinan.
    3. Perlunya pula peningkatan kesadaran dari ibu tentang pentingnya pelaksanaan pemeriksaan kesehatan khususnya pemeriksaan pada masa kehamilan yang dilakukan secara lengkap melalui pemberian informasi akan pentingnya pemeriksaan kehamilan dalam rangka kontrol kesehatan ibu dan bayi pada masa kehamilan
    4. Adanya pengetahuan tentang pentingnya hidup sehat pada ibu khususnya pada masa kehamilan dengan penerapan pola makan teratur dan seimbang sehingga dapat memenuhi kebutuhan nutrisi ibu dan bayi yang dikandungnya yang juga merupakan unsur pendukung pencapaian status kesehatan yang optimal baik ibu maupun bayi yang dikandungnya.

Dokument lengkap dapat menghubungi
Rhano
Phone : 085242854524
BEBERAPA FAKTOR RISIKO KEJADIAN BBLR DI RUMAH SAKIT
AL FATAH AMBON PERIODE JANUARI – DESEMBER
TAHUN 2006

Oleh :

Tim Peneliti
Zaenab R. SKM dan Joeharno, SKM


ABSTRAK


BEBERAPA FAKTOR RISIKO KEJADIAN BBLR DI RUMAH SAKIT AL FATAH AMBON PERIODE JANUARI – DESEMBER TAHUN 2006”
Xii + 69 halaman + 12 tabel + 8 lampiran
BBLR merupakan masalah kesehatan yang sering dialami pada sebahagian besar masyarakat yang ditandai dengan berat lahir yang kurang dari 2500 gram. Kejadian BBLR pada dasarnya berhubungan dengan kurangnya pemenuhan nutrisi pada masa kehamilan ibu dan hal ini berhubungan dengan banyak faktor dan lebih utama pada masalah perekonomian keluarga sehingga pemenuhan kebutuhan konsumsi makanan pun kurang. Namun kejadian BBLR juga dapat terjadi tidak hanya karena aspek perekonomian, dimana kejadian BBLR dapat saja terjadi pada mereka dengan status perekonomian yang cukup. Dan hal ini terkait adanya pengaruh dari berbagai faktor yang pada penelitian ini mencakup paritas, jarak kelahiran, kadar haemoglobin dan pemanfaatan pelayanan antenatal.
Jenis penelitian yang diguanakan adalah observasional dengan rancangan Case Control Study yang bertujuan untuk menganalisis besar risiko paritas, jarak kelahiran, kadar haemoglobin dan pemanfaatan pelayanan antenatal terhadap kejadian BBLR dengan mengambil subjek penelitian pada data rekam medis Rumah Sakit Umum Al Fatah Ambon periode Januari – Desember 2006.
Sampel penelitian dibedakan atas kasus (kelahiran bayi dengan BBLR) dan kontrol (kelahiran bayi tidak dengan BBLR) sebanyak 138 dengan perbandingan sampel 1 : 2 antara kasus dan kontrol. Pengumpulan data dengan melaksanakan penelusuran status rekam medis pada instalasi kebidanan. Pengolahan data secara komputerisasi dengan analisis data berdasarkan uji statistik Odds Ratio. Penyajian data dalam bentuk tabel distribusi frekuensi analisi univariat dan tabel silang analisis bivariat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa paritas merupakan faktor risiko yang signifikan terhadap kejadian BBLR sehingga ibu dengan paritas lebih dari 3 anak berrisiko 2,4 kali untuk melahirkan bayi dengan BBLR, Jarak kelahiran merupakan faktor risiko yang signifikan terhadap kejadian BBLR sehingga ibu dengan jarak antara kelahiran <>
Saran yang diajukan pada penelitian ini adalah Perlunya peningkatan pembinaan kepada masyarakat tentang norma keluarga kecil bahagia dan sejahtera sehingga dapat meningkatkan taraf kesejahteraan keluarga yang tidak hanya melibatkan ibu namun dengan adanya dukungan dari suami sehingga perwujudan masyarakat sehat dapat dicapai secara optimal, pemberian informasi secara aktual kepada ibu dan suami untuk mengatur jarak kelahiran dalam rangka mencegah timbulnya berbagai dampak kesehatan pada masa kehamilan dan persalinan, peningkatan kesadaran dari ibu tentang pentingnya pelaksanaan pemeriksaan kesehatan khususnya pemeriksaan pada masa kehamilan yang dilakukan secara lengkap melalui pemberian informasi akan pentingnya pemeriksaan kehamilan dalam rangka kontrol kesehatan ibu dan bayi pada masa kehamilan dan peningkatan pengetahuan tentang pentingnya hidup sehat pada ibu khususnya pada masa kehamilan dengan penerapan pola makan teratur dan seimbang sehingga dapat memenuhi kebutuhan nutrisi ibu dan bayi yang dikandungnya yang juga merupakan unsur pendukung pencapaian status kesehatan yang optimal baik ibu maupun bayi yang dikandungnya.
Kepustakaan : 32 (1982 – 2006)
P E N D A H U L U A N
  1. Latar Belakang
Bayi lahir dengan berat lahir renndah (BBLR) merupakan salah satu faktor resiko yanng mempunyai kontribusi terhadap kematian bayi khususnya pada masa perinatal. Selain itu bayi berat lahir rendah dapat mengalami gangguan mental dan fisik pada usia tumbuh kembang selanjutnya sehingga membutuhkan biaya perawatan yang tinggi (Anonim, 2006).
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah salah satu hasil dari ibu hamil yang menderita energi kronis dan akan mempunyai status gizi buruk. BBLR berkaitan dengan tingginya angka kematian bayi dan balita, juga dapat berdampak serius pada kualitas generasi mendatang, yaitu akan memperlambat pertumbuhan dan perkembangan anak, serta berpengaruh pada penurunan kecerdasan (Depkes RI, 2005).
Menurut perkiraan WHO, pada tahun 1995 hampir semua (98%) dari 5 juta kematian neonatal di negara berkembang atau berpenghasilan rendah. Lebih dari dua per tiga kematian adalah BBLR yaitu berat badan lahir kurang dari 2500 gram. Secara global diperkirakan terdapat 25 juta persalinan per tahun dimana 17% diantaranya adalah BBLR dan hampir semua terjadi di Negara berkembang (Hadi, 2001).
Data epidemiologi di Inggris dan berbagai Negara maju lainnya memperlihatkan, setelah menjadi dewasa bayi dengan berat ringan untuk masa kehamilannya akan lebih mudah terkena penyakit kronis seperti Diabetes Mellitus (DM) tipe 2 maupun penyakit kordiovaskuler (PKV) (Sayogo, 2003).
Berdasarkan hasil pengumpulan data indikator kesehatan propinsi yang berasal dari fasilitas pelayanan kesehatan, proporsi BBLR pada tahun 2000 berkisar antara 0,91% (Gorontalo) dan 18,89% (Jawa Tengah), sedangkan pada tahun 2001 berkisar antara 0,54% (NAD) dan 6,90% (Sumatra Utara). Angka tersebut belum mencerminkan kondisi sebenarnya yang ada di masyarakat karena belum semua berat badan bayi yang dilahirkan dapat dipantau oleh petugas kesehatan, khususnya yang ditolong oleh dukun atau tenaga non kesehatan lainnya (Profil Kesehatan RI, 2004).
Secara umum Indonesia belum mempunyai angka untuk bayi berat lahir rendah (BBLR) yang diperoleh berdasarkan survai nasional. Proporsi BBLR ditentukan berdasarkan estimasi yang sifatnya sangat kasar, yaitu berkisar antara 7 – 14% selama periode 1999 – 2000. Jika proporsi ibu hamil adalah 2,5% dari total penduduk maka setiap tahun diperkirakan 355.000 – 710.000 dari 5 juta bayi lahir dengan kondisi BBLR (Depkes RI, 2001).
Salah satu indikator untuk mengetahui derajat kesehatan masyarakat adalah angka kematian bayi (AKB). Angka kematian bayi di Indonesia saat ini masih tergolong tinggi. Angka kematian bayi di Indoesia tercatat 51,0 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2003, ini memang bukan gambaran yang indah karena masih terbilang tinggi bila di bandingkan dengan Negara –negara di bagian ASEAN. pennyebab kematian bayi terbanyak adalah karena gangguan perinatal. Dari seluruh kematian perinatal sekitar 2 – 27% disebabkan karena kelahiran bayi berat lahir rendah (BBLR). Sementara itu prevalensi BBLR pada saat ini diperkirakan 7 – 14% yaitu sekitar 459.200 – 900.000 bayi (Depkes RI, 2005).
Proporsi BBLR dapat diketahui berdasarkan estimasi dari Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI). Pada tahun 1992 – 1997 yaitu secara nasional proporsi bayi dengan berat badan lahir rendah yaitu 7,7% untuk perkotaan 6,6%, dan untuk pedesaan 8,4. Dan pada tahun 2002 – 2003 angka proporsi BBLR tidak mengalami penurunan yaitu sekitar 7,6% (Profil Kesehatan Propinsi Sulsel, 2005).
Hasil penelitian Rumah Sakit maupun Puskesmas menyatakan bahwa pada tahun 1999 tercatat kejadian BBLR sebesar 3,27% dari 25.422 bayi lahir hidup. Data di wilayah Puskesmas pada tahun 2000 menggambarkan bahwa bayi lahir hidup <2500>
BBLR bervariasi menurut propinsi dengan rentang 2,0% - 15,1% terendah di propinsi Sumatra Utara dan tertinggi di Sulawesi Selatan, tercatat bahwa jumlah bayi dengan BBLR sebanyak 1.554 (1,2% dari total bayi lahir) dan yang tertangani sebanyak 1.178 orang (75,8%), dengan kasus tertinggi terjadi di Kota Makassar yaitu 355 kasus (2,63%) dari 13.486 bayi lahir hidup dan yang terendah di Kabupaten Pangkep hanya 3 kasus (Profil Kesehatan Propinsi Sulsel,2005).
Rumah Sakit Al-Fatah adalah salah satu UPT Dinas Kesehatan Propinsi Maluku yang keberadaannya dilandasi dengan keputusan Gubernur Maluku No.5 tahun 1999. Adapun alasan memilih RS Al-Fatah karena Rumah Sakit tersebut melakukan pelayanan kesehatan ibu dan anak, merupakan salah satu Rumah Sakit rujukan untuk kasus – kasus obstetric dan angka kejadian BBLR dalam beberapa tahun ini masih tinggi. Berdasarkan laporan tahunan kegiatan pelayanan RS Al-Fatah, angka prevalensi dari tahun 2004 – 2006 cukup tinggi yaitu 9,05% pada tahun 2004, meningkat pada tahun 2005 sebesar 7,79% dan pada tahun 2006 prevalensi BBLR adalah 7,15%. Dari data tersebut terlihat bahwa selama kurun waktu tiga tahun memperlihatkan adanya masalah BBLR di Rumah Sakit Al-Fatah.
Berdasarkan data yang didapatkan di Rumah Sakit Al-Fatah Ambon yakni pada tahun 2003 ada 64 (10,30%) kasus BBLR dari 621 bayi lahir hidup, tahun 2004 ada 51 (9,05%) kasus BBLR dari 563 bayi lahir hidup, dan pada tahun 2005 ada 65 (7,79%) dari 834 bayi lahir hidup yang menderita BBLR. Sedangkan pada tahun 2006 ada 46 (7,15%) kasus BBLRdari 643 bayi lahir hidup.
Melihat masih tingginya kejadian bayi berat lahir rendah di Maluku termasuk kota Ambon Khususnya di Rumah Sakit Al-Fatah Ambon, maka peneliti tertarik untuk melihat faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian BBLR di Rumah Sakit al-Fatah Ambon untuk periode januari – desember tahun 2006.
  1. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas maka dapat diberikan rumusan masalahnya sebagai berikut :
  1. Apakah umur ibu menjadi faktor risiko kejadian bayi berat lahir rendah di RS Al-Fatah Ambon tahun 2006 ?
  2. Apakah jarak kehamilan menjadi faktor risiko kejadian bayi berat lahir rendah di RS Al-Fatah Ambon tahun 2006 ?
  3. Apakah paritas ibu menjadi faktor risko kejadian bayi berat lahir rendah di RS Al-Fatah Ambon tahun 2006 ?
  4. Apakah kadar Hb menjadi faktor risiko kejadian bayi berat lahir rendah di RS Al-Fatah Ambon tahun 2006 ?
  5. Apakah pemeriksaan kehamilan/ANC menjadi faktor risiko kejadian bayi berat lahir rendah di RS Al-Fatah Ambon tahun 2006 ?
  1. Tujuan penelitian
  1. Tujuan umum
Untuk mengetahui faktor risiko kejadian bayi berat lahir rendah (BBLR) di RS Al-Fatah Ambon periode januari – desember tahun 2006.
  1. Tujuan khusus
  1. Untuk mengetahui umur ibu sebagai faktor risiko kejadian bayi berat lahir rendah di RS Al-Fatah Ambon tahun 2006.
  2. Untuk mengetahui jarak kehamilan sebagai faktor risiko kejadian bayi berat lahir rendah di RS Al-Fatah Ambon tahun 2006.
  3. Untuk mengetahui paritas ibu sebagai faktor risiko kejadian bayi berat lahir rendah di RS Al-Fatah Ambon tahun 2006.
  4. Untuk mengetahui kadar Hb sebagai faktor risiko kejadian bayi berat lahir rendah di RS Al-Fatah Ambon tahun 2006
  5. Untuk mengetahui pemeriksaan kehamilan/ANC sebagai faktor risiko kejadian bayi berat lahir rendah di RS Al-fatah Ambon tahun 2006.
  1. Manfaat Penelitian
  1. Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan yang dapat menambah wawasan khususnya mengenai faktor penyebab kejadian bayi beral lahir rendah (BBLR).
  1. Manfaat praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi segenap penentu kebijakan dan instansi terkait untuk memprioritaskan program kesehatan dalam upaya menurunkan angka kejadian bayi berat lahir rendah (BBLR).


TINJAUAN PUSTAKA

  1. Tinjauan umum tentang bayi berat lahir rendah
  1. Pengertian bayi dengan berat badan lahir rendah
  2. Karakteristik bayi berat lahir rendah
  3. Upaya mencegah terjadinya persalinan prematuritas atau bayi dengan berat badan lahir rendah.
  1. Tinjauan umum tentang umur ibu
  2. Tinjauan Umum Tentang Jarak Kelahiran
  3. Tinjauan umum tentang paritas ibu
E. Tinjauan Umum Tentang Kadar HB Ibu
  1. Tinjauan umum tentang pemeriksaan kehamilan/ANC

KERANGKA KONGSEP
  1. Dasar Pemikiran Variabel yang diteliti
  1. Umur ibu
Umur ibu merupakan salah satu faktor yang menyebabkan kejadian bayi dengan berat lahir rendah, dimana angka kejadian tertinggi BBLR adalah pada usia dibawah 20 tahun dan pada multigravida yang jarak antara kelahirannya terlalu dekat. Kejadian terendah adalah pada usia ibu antara 26 - 30 tahun (Hasan dkk, 2000).
  1. Jarak kelahiran
  1. Paritas ibu
d. Kadar HB
  1. Pemeriksaan kehamilan/ANC
  1. Pola Variabel Yang Diteliti
  2. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif
  1. Berat badan lahir
  2. Umur ibu
  3. Jarak kelahiran
  4. Paritas ibu
  5. Kadar Hb Ibu
  6. Pemeriksaan kehamilan/ANC


METODE PENELITIAN
Download MP3 Musik
A. Jenis penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional denga pendekatan case control study, dengan maksud untuk melihat apakah umur ibu, jarak kehamilan, paritas, kadar HB dan pemeriksaan kehamilan/ANC merupakan faktor resiko kejadian bayi berat lahir rendah.
B. Lokasi penelitian
Adapun lokasi penelitian adalah Rumah Sakit Al-Fatah Kota Ambon, propinsi Maluku
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Semua bayi yang dilahirkan hidup yang yang tercatat dalam rekam medik antara bulan januari sampai desember tahun 2006 dengan jumlah 643 bayi di Rumah Sakit Al-Fatah Kota Ambon.
2. Sampel
a. Kasus : Semua bayi yang lahir dengan berat badan rendah di Rumah Sakit Al-Fatah Ambon periode januari sampai desember tahun 2006.
b. Kontrol : Semua bayi yang lahir hidup di Rumah Sakit Al-Fatah Ambon periode januari sampai desember tahun 2006.
3. Besarnya sampel
Jumlah sample pada kelompok kasus sebanyak 46 orang yang terkena BBLR di Rumah Sakit Al-Fatah Ambon. Dan jumlah sample pada kelompok control sebanyak 92 orang yang tidak terkena BBLR, sehingga perbandingan antara kelompok kasus dan kelompok control yaitu 1 : 2 jadi total sample adalah sebanyak 138 orang.
4. Cara Pengambilan Sampel
Cara pengambilan sample dlakukan secara purposive sampling. Dengan criteria sample yang memiliki data yang lengkap, yang sesuai dengan variabel penelitian. Yang meliputi umur ibu, jarak kehamilan, paritas, kadar HB dan pemeriksaan kehamilan/ANC. Dengan cara mula-mula diambil sampel kasus, kemudian dipilih seperti kriteria seperti variable yang diteliti. Setelah itu di ambil sample control yang juga mempunyai kriteria yang sama.
D. Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data yang diolah dari rekam medik di Rumah Sakit Al-Fatah Ambon, propinsi maluku tahun 2006.
E. Pengolahan dan Penyajian Data
Data diolah dengan menggunakan bantuan elektronik berupa computer dengan metode sebagai berikut : membuat variable, input data, pengolahan data, dan disajikan dalam bentuk tabel dan penjelasan.
F. Analisis Data
Untuk menguji hipotesis nol (Ho) dengan analisis bivariat (oods Ratio) dengan menggunakan tabel 2 X 2
Interpretasi nilai OR dengan menggunakan interval kepercayaan 95% yakni :
OR <>
OR = 1, bukan factor risiko
OR > 1, berarti variable tersebut adalah factor risiko
Hubungan dikatakan bermakna apabila nilai lower limit dan upper limit tidak mencakup nilai 1.
Lower limit = OR x e ˉ­­
Upper limit = OR x eˉ
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
    1. Analisis Faktor Risiko Paritas Terhadap Kejadian BBLR
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebahagian besar ibu yang melaksanakan persalinan dengan paritas rendah minimal 3 anak (79,7%) yang menunjukkan bahwa ibu telah menerapkan normal keluarga kecil bahagia dan sejahtera sebagai salah satu bentuk program pembangunan kesehatan dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Paritas yang tinggi akan berdampak pada timbulnya berbagai masalah kesehatan baik bagi ibu maupun bayi yang dilahirkan. Salah satu dampak kesehatan yang mungkin timbul dari paritas yang tinggi adalah berhubungan dengan kejadian BBLR.
Sebagaimana hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu dengan paritas tinggi yang merupakan kelompok berisiko tinggi secara merata terdistribusi pada kelompok kasus dan kontrol (50%) yang memberi interpretasi bahwa paritas yang tinggi tidak mempengaruhi kesehatan ibu sehingga melahirkan bayi dengan berat lahir yang cenderung normal.
Pengaruh paritas terhadap kejadian BBLR berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan bahwa paritas merupakan faktor risiko penyebab kejadian BBLR pada bayi. Hal ini ditunjukkan dengan hasil pengujian statistik yang diperoleh nilai Odds Ratio (OR) = 2,438 sehingga dapat dikatakan bahwa paritas merupakan faktor risiko terhadap kejadian BBLR dimana ibu dengan paritas > 3 anak berisiko 2 kali terhadap melahirkan bayi dengan BBLR.
    1. Analisis Faktor Risiko Jarak Kelahiran Terhadap Kejadian BBLR
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebahagian besar ibu telah memiliki jarak antara kelahiran pada kategori renggang dan merupakan kelompok dengan risiko rendah (61,6%). Jarak kelahiran renggang pada penelitian ini jika rentang waktu antara satu kelahiran dengan kelahiran berikutnya minimal 2 tahun.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu dengan jarak kelahiran yang rapat lebih banyak dengan kelahiran bayi dengan berat lahir yang tidak tergolong BBLR (54,7%) namun jika ditinjau dari angka pencapai tersebut masih relatif rendah yang memberi indikasi bahwa kejadian BBLR sendiri masih cenderung tinggi yang disebabkan karena jarak kelahiran yang terlalu dekat.
Hasil uji statistik diperoleh nilai Odds Ratio (OR) = 2,370 sehingga dapat dikatakan bahwa jarak kelahiran merupakan faktor risiko terhadap kejadian BBLR dimana ibu yang memiliki jarak kelahiran <>
    1. Analisis Faktor Risiko Kadar Haemoglobin Terhadap Kejadian BBLR
Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih banyak dari ibu yang memiliki kadar haemoglobin yang berisiko (55,1%) dengan kadar haemoglobin dalam darah kurang 11 g/dl.. Kadar Hb yang normal pada penelitian ini adalah jika hasil pemeriksaan laboratorium darah ibu menunjukkan kadar ≥ 11 g/dl pada manusia normal.
Dampak kesehatan yang dapat dijadikan dasar dari pengaruh kejadian anemia pada ibu hamil salah satunya adalah kejadian berat bayi lahir rendah (BBLR). Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden dengan kadar Hb kurang (mengalami anemia) lebih banyak yang melahirkan bayi tidak dengan BBLR (59,2%) yang memberi interpretasi bahwa kadar Hb tidak memberi pengaruh terhadap kejadian BBLR.
Namun jika dengan meninjau ibu dengan kadar haemoglobin yang tidak berisiko dengan kadar Hb 11 g/dl keatas lebih banyak tidak mengalami kelahiran bayi dengan BBLR dan menunjukkan peningkatan yang berarti (70,9%). Hal ini memberi indikasi bahwa semakin baiknya kadar Hb dalam darah merupakan wujud nyata terhadap status kesehatan ibu yang optimal dan sekaligus sebagai unsur penunjang dalam pelaksanaan proses persalinan.
Hasil uji statistik diperoleh nilai Odds Ratio (OR) = 2,159 sehingga dapat dikatakan bahwa kadar haemoglobin merupakan faktor risiko terhadap kejadian BBLR dimana ibu yang memiliki kadar haemoglobin <>
    1. Analisis Faktor Risiko Pemanfaatan Antenatal Care (ANC) Terhadap Kejadian BBLR
Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih banyak dari ibu yang kurang memanfaatkan pemeriksaan pada masa kehamilan dan merupakan kelompok berisiko (51,4%). Pemeriksaan kehamilan yang lengkap dimaksudkan dalam penelitian ini adalah jika ibu telah melaksanakan pemeriksaan antenatal secara lengkap dan teratur mulai dari pemeriksaan kala 1 (KI) sampai kala 4 (Kala IV). Jadi frekuensi kunjungan ibu ke pelayanan kesehatan pada masa kehamilan harus dilaksanaka minimal 4 kali.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu dengan banyaknya pemeriksaan kehamilan yang kurang lengkap yang merupakan kelompok berisiko lebih banyak yang melahirkan bayi tidak dengan BBLR (50,7%) yang memberi indikasi bahwa pelayanan antenatal tidak memberi pengaruh terhadap status kesehatan bayi. Hal ini memberi gambaran akan adanya pengaruh dari faktor lain yang dapat berhubungan dengan penciptaan status gizi ibu yang optimal sehingga juga akan mendukung status kesehatan dan status gizi bayi yang dikandung dan lahir dengan tidak BBLR.
Selanjutnya berdasarkan hasil pengujian statistik diperoleh nilai Odds Ratio (OR) = 4,949 sehingga dapat dikatakan bahwa pemeriksaan kehamilan secara lengkap sebagai wujud pemanfaatan pelayanan antenatal care (ANC) merupakan faktor risiko terhadap kejadian BBLR dimana ibu yang tidak melaksanakan pemeriksaan kehamilan secara lengkap berisiko 5 kali untuk melahirkan bayi dengan BBLR.
Sedangkan dengan meninjau nilai Confidence Interval (CI) yang tidak mencakup nilai 1 (2,232 – 10,976) maka risiko yang ditimbulkan dikatakan bermakna, Ho ditolak. Sehingga dapat diinterpretasikan bahwa ibu yang kurang memanfaatkan pemeriksaan kehamilan dengan frekuensi kunjungan ke pelayanan ANC yang tidak secara lengkap memiliki hubungan yang bermakna terhadap kejadian BBLR pada bayi dan memiliki peluang untuk melahirkan bayi dengan berat lahir rendah <>


KESIMPULAN DAN SARAN
  1. Kesimpulan
    1. Paritas merupakan faktor risiko yang signifikan terhadap kejadian BBLR sehingga ibu dengan paritas lebih dari 3 anak berrisiko 2,4 kali untuk melahirkan bayi dengan BBLR
    2. Jarak kelahiran merupakan faktor risiko yang signifikan terhadap kejadian BBLR sehingga ibu dengan jarak antara kelahiran <>
    3. Kadar Haemoglobin merupakan faktor risiko yang signifikan terhadap kejadian BBLR sehingga ibu dengan kadar haemoglobin dalam darah yang kurang dari 11 g/dl berrisiko 2,2 kali untuk melahirkan bayi dengan BBLR
    4. Pemanfaatan pelayanan ANC merupakan faktor risiko yang signifikan terhadap kejadian BBLR sehingga ibu yang kurang memanfaatkan pelayanan ANC dengan frekuensi kunjungan pemeriksaan kehamilan yang tidak lengkap minimal 4 kali berrisiko 5 kali untuk melahirkan bayi dengan BBLR
  1. Saran
    1. Perlunya peningkatan pembinaan kepada masyarakat tentang norma keluarga kecil bahagia dan sejahtera sehingga dapat meningkatkan taraf kesejahteraan keluarga yang tidak hanya melibatkan ibu namun dengan adanya dukungan dari suami sehingga perwujudan masyarakat sehat dapat dicapai secara optimal.
    2. Perlunya pemberian informasi secara aktual kepada ibu dan suami untuk mengatur jarak kelahiran dalam rangka mencegah timbulnya berbagai dampak kesehatan pada masa kehamilan dan persalinan.
    3. Perlunya pula peningkatan kesadaran dari ibu tentang pentingnya pelaksanaan pemeriksaan kesehatan khususnya pemeriksaan pada masa kehamilan yang dilakukan secara lengkap melalui pemberian informasi akan pentingnya pemeriksaan kehamilan dalam rangka kontrol kesehatan ibu dan bayi pada masa kehamilan
    4. Adanya pengetahuan tentang pentingnya hidup sehat pada ibu khususnya pada masa kehamilan dengan penerapan pola makan teratur dan seimbang sehingga dapat memenuhi kebutuhan nutrisi ibu dan bayi yang dikandungnya yang juga merupakan unsur pendukung pencapaian status kesehatan yang optimal baik ibu maupun bayi yang dikandungnya.

Dokument lengkap dapat menghubungi
Rhano
Phone : 085242854524
BEBERAPA FAKTOR RISIKO KEJADIAN BBLR DI RUMAH SAKIT
AL FATAH AMBON PERIODE JANUARI – DESEMBER
TAHUN 2006

Oleh :

Tim Peneliti
Zaenab R. SKM dan Joeharno, SKM


ABSTRAK


BEBERAPA FAKTOR RISIKO KEJADIAN BBLR DI RUMAH SAKIT AL FATAH AMBON PERIODE JANUARI – DESEMBER TAHUN 2006”
Xii + 69 halaman + 12 tabel + 8 lampiran
BBLR merupakan masalah kesehatan yang sering dialami pada sebahagian besar masyarakat yang ditandai dengan berat lahir yang kurang dari 2500 gram. Kejadian BBLR pada dasarnya berhubungan dengan kurangnya pemenuhan nutrisi pada masa kehamilan ibu dan hal ini berhubungan dengan banyak faktor dan lebih utama pada masalah perekonomian keluarga sehingga pemenuhan kebutuhan konsumsi makanan pun kurang. Namun kejadian BBLR juga dapat terjadi tidak hanya karena aspek perekonomian, dimana kejadian BBLR dapat saja terjadi pada mereka dengan status perekonomian yang cukup. Dan hal ini terkait adanya pengaruh dari berbagai faktor yang pada penelitian ini mencakup paritas, jarak kelahiran, kadar haemoglobin dan pemanfaatan pelayanan antenatal.
Jenis penelitian yang diguanakan adalah observasional dengan rancangan Case Control Study yang bertujuan untuk menganalisis besar risiko paritas, jarak kelahiran, kadar haemoglobin dan pemanfaatan pelayanan antenatal terhadap kejadian BBLR dengan mengambil subjek penelitian pada data rekam medis Rumah Sakit Umum Al Fatah Ambon periode Januari – Desember 2006.
Sampel penelitian dibedakan atas kasus (kelahiran bayi dengan BBLR) dan kontrol (kelahiran bayi tidak dengan BBLR) sebanyak 138 dengan perbandingan sampel 1 : 2 antara kasus dan kontrol. Pengumpulan data dengan melaksanakan penelusuran status rekam medis pada instalasi kebidanan. Pengolahan data secara komputerisasi dengan analisis data berdasarkan uji statistik Odds Ratio. Penyajian data dalam bentuk tabel distribusi frekuensi analisi univariat dan tabel silang analisis bivariat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa paritas merupakan faktor risiko yang signifikan terhadap kejadian BBLR sehingga ibu dengan paritas lebih dari 3 anak berrisiko 2,4 kali untuk melahirkan bayi dengan BBLR, Jarak kelahiran merupakan faktor risiko yang signifikan terhadap kejadian BBLR sehingga ibu dengan jarak antara kelahiran <>
Saran yang diajukan pada penelitian ini adalah Perlunya peningkatan pembinaan kepada masyarakat tentang norma keluarga kecil bahagia dan sejahtera sehingga dapat meningkatkan taraf kesejahteraan keluarga yang tidak hanya melibatkan ibu namun dengan adanya dukungan dari suami sehingga perwujudan masyarakat sehat dapat dicapai secara optimal, pemberian informasi secara aktual kepada ibu dan suami untuk mengatur jarak kelahiran dalam rangka mencegah timbulnya berbagai dampak kesehatan pada masa kehamilan dan persalinan, peningkatan kesadaran dari ibu tentang pentingnya pelaksanaan pemeriksaan kesehatan khususnya pemeriksaan pada masa kehamilan yang dilakukan secara lengkap melalui pemberian informasi akan pentingnya pemeriksaan kehamilan dalam rangka kontrol kesehatan ibu dan bayi pada masa kehamilan dan peningkatan pengetahuan tentang pentingnya hidup sehat pada ibu khususnya pada masa kehamilan dengan penerapan pola makan teratur dan seimbang sehingga dapat memenuhi kebutuhan nutrisi ibu dan bayi yang dikandungnya yang juga merupakan unsur pendukung pencapaian status kesehatan yang optimal baik ibu maupun bayi yang dikandungnya.
Kepustakaan : 32 (1982 – 2006)
P E N D A H U L U A N
  1. Latar Belakang
Bayi lahir dengan berat lahir renndah (BBLR) merupakan salah satu faktor resiko yanng mempunyai kontribusi terhadap kematian bayi khususnya pada masa perinatal. Selain itu bayi berat lahir rendah dapat mengalami gangguan mental dan fisik pada usia tumbuh kembang selanjutnya sehingga membutuhkan biaya perawatan yang tinggi (Anonim, 2006).
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah salah satu hasil dari ibu hamil yang menderita energi kronis dan akan mempunyai status gizi buruk. BBLR berkaitan dengan tingginya angka kematian bayi dan balita, juga dapat berdampak serius pada kualitas generasi mendatang, yaitu akan memperlambat pertumbuhan dan perkembangan anak, serta berpengaruh pada penurunan kecerdasan (Depkes RI, 2005).
Menurut perkiraan WHO, pada tahun 1995 hampir semua (98%) dari 5 juta kematian neonatal di negara berkembang atau berpenghasilan rendah. Lebih dari dua per tiga kematian adalah BBLR yaitu berat badan lahir kurang dari 2500 gram. Secara global diperkirakan terdapat 25 juta persalinan per tahun dimana 17% diantaranya adalah BBLR dan hampir semua terjadi di Negara berkembang (Hadi, 2001).
Data epidemiologi di Inggris dan berbagai Negara maju lainnya memperlihatkan, setelah menjadi dewasa bayi dengan berat ringan untuk masa kehamilannya akan lebih mudah terkena penyakit kronis seperti Diabetes Mellitus (DM) tipe 2 maupun penyakit kordiovaskuler (PKV) (Sayogo, 2003).
Berdasarkan hasil pengumpulan data indikator kesehatan propinsi yang berasal dari fasilitas pelayanan kesehatan, proporsi BBLR pada tahun 2000 berkisar antara 0,91% (Gorontalo) dan 18,89% (Jawa Tengah), sedangkan pada tahun 2001 berkisar antara 0,54% (NAD) dan 6,90% (Sumatra Utara). Angka tersebut belum mencerminkan kondisi sebenarnya yang ada di masyarakat karena belum semua berat badan bayi yang dilahirkan dapat dipantau oleh petugas kesehatan, khususnya yang ditolong oleh dukun atau tenaga non kesehatan lainnya (Profil Kesehatan RI, 2004).
Secara umum Indonesia belum mempunyai angka untuk bayi berat lahir rendah (BBLR) yang diperoleh berdasarkan survai nasional. Proporsi BBLR ditentukan berdasarkan estimasi yang sifatnya sangat kasar, yaitu berkisar antara 7 – 14% selama periode 1999 – 2000. Jika proporsi ibu hamil adalah 2,5% dari total penduduk maka setiap tahun diperkirakan 355.000 – 710.000 dari 5 juta bayi lahir dengan kondisi BBLR (Depkes RI, 2001).
Salah satu indikator untuk mengetahui derajat kesehatan masyarakat adalah angka kematian bayi (AKB). Angka kematian bayi di Indonesia saat ini masih tergolong tinggi. Angka kematian bayi di Indoesia tercatat 51,0 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2003, ini memang bukan gambaran yang indah karena masih terbilang tinggi bila di bandingkan dengan Negara –negara di bagian ASEAN. pennyebab kematian bayi terbanyak adalah karena gangguan perinatal. Dari seluruh kematian perinatal sekitar 2 – 27% disebabkan karena kelahiran bayi berat lahir rendah (BBLR). Sementara itu prevalensi BBLR pada saat ini diperkirakan 7 – 14% yaitu sekitar 459.200 – 900.000 bayi (Depkes RI, 2005).
Proporsi BBLR dapat diketahui berdasarkan estimasi dari Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI). Pada tahun 1992 – 1997 yaitu secara nasional proporsi bayi dengan berat badan lahir rendah yaitu 7,7% untuk perkotaan 6,6%, dan untuk pedesaan 8,4. Dan pada tahun 2002 – 2003 angka proporsi BBLR tidak mengalami penurunan yaitu sekitar 7,6% (Profil Kesehatan Propinsi Sulsel, 2005).
Hasil penelitian Rumah Sakit maupun Puskesmas menyatakan bahwa pada tahun 1999 tercatat kejadian BBLR sebesar 3,27% dari 25.422 bayi lahir hidup. Data di wilayah Puskesmas pada tahun 2000 menggambarkan bahwa bayi lahir hidup <2500>
BBLR bervariasi menurut propinsi dengan rentang 2,0% - 15,1% terendah di propinsi Sumatra Utara dan tertinggi di Sulawesi Selatan, tercatat bahwa jumlah bayi dengan BBLR sebanyak 1.554 (1,2% dari total bayi lahir) dan yang tertangani sebanyak 1.178 orang (75,8%), dengan kasus tertinggi terjadi di Kota Makassar yaitu 355 kasus (2,63%) dari 13.486 bayi lahir hidup dan yang terendah di Kabupaten Pangkep hanya 3 kasus (Profil Kesehatan Propinsi Sulsel,2005).
Rumah Sakit Al-Fatah adalah salah satu UPT Dinas Kesehatan Propinsi Maluku yang keberadaannya dilandasi dengan keputusan Gubernur Maluku No.5 tahun 1999. Adapun alasan memilih RS Al-Fatah karena Rumah Sakit tersebut melakukan pelayanan kesehatan ibu dan anak, merupakan salah satu Rumah Sakit rujukan untuk kasus – kasus obstetric dan angka kejadian BBLR dalam beberapa tahun ini masih tinggi. Berdasarkan laporan tahunan kegiatan pelayanan RS Al-Fatah, angka prevalensi dari tahun 2004 – 2006 cukup tinggi yaitu 9,05% pada tahun 2004, meningkat pada tahun 2005 sebesar 7,79% dan pada tahun 2006 prevalensi BBLR adalah 7,15%. Dari data tersebut terlihat bahwa selama kurun waktu tiga tahun memperlihatkan adanya masalah BBLR di Rumah Sakit Al-Fatah.
Berdasarkan data yang didapatkan di Rumah Sakit Al-Fatah Ambon yakni pada tahun 2003 ada 64 (10,30%) kasus BBLR dari 621 bayi lahir hidup, tahun 2004 ada 51 (9,05%) kasus BBLR dari 563 bayi lahir hidup, dan pada tahun 2005 ada 65 (7,79%) dari 834 bayi lahir hidup yang menderita BBLR. Sedangkan pada tahun 2006 ada 46 (7,15%) kasus BBLRdari 643 bayi lahir hidup.
Melihat masih tingginya kejadian bayi berat lahir rendah di Maluku termasuk kota Ambon Khususnya di Rumah Sakit Al-Fatah Ambon, maka peneliti tertarik untuk melihat faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian BBLR di Rumah Sakit al-Fatah Ambon untuk periode januari – desember tahun 2006.
  1. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas maka dapat diberikan rumusan masalahnya sebagai berikut :
  1. Apakah umur ibu menjadi faktor risiko kejadian bayi berat lahir rendah di RS Al-Fatah Ambon tahun 2006 ?
  2. Apakah jarak kehamilan menjadi faktor risiko kejadian bayi berat lahir rendah di RS Al-Fatah Ambon tahun 2006 ?
  3. Apakah paritas ibu menjadi faktor risko kejadian bayi berat lahir rendah di RS Al-Fatah Ambon tahun 2006 ?
  4. Apakah kadar Hb menjadi faktor risiko kejadian bayi berat lahir rendah di RS Al-Fatah Ambon tahun 2006 ?
  5. Apakah pemeriksaan kehamilan/ANC menjadi faktor risiko kejadian bayi berat lahir rendah di RS Al-Fatah Ambon tahun 2006 ?
  1. Tujuan penelitian
  1. Tujuan umum
Untuk mengetahui faktor risiko kejadian bayi berat lahir rendah (BBLR) di RS Al-Fatah Ambon periode januari – desember tahun 2006.
  1. Tujuan khusus
  1. Untuk mengetahui umur ibu sebagai faktor risiko kejadian bayi berat lahir rendah di RS Al-Fatah Ambon tahun 2006.
  2. Untuk mengetahui jarak kehamilan sebagai faktor risiko kejadian bayi berat lahir rendah di RS Al-Fatah Ambon tahun 2006.
  3. Untuk mengetahui paritas ibu sebagai faktor risiko kejadian bayi berat lahir rendah di RS Al-Fatah Ambon tahun 2006.
  4. Untuk mengetahui kadar Hb sebagai faktor risiko kejadian bayi berat lahir rendah di RS Al-Fatah Ambon tahun 2006
  5. Untuk mengetahui pemeriksaan kehamilan/ANC sebagai faktor risiko kejadian bayi berat lahir rendah di RS Al-fatah Ambon tahun 2006.
  1. Manfaat Penelitian
  1. Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan yang dapat menambah wawasan khususnya mengenai faktor penyebab kejadian bayi beral lahir rendah (BBLR).
  1. Manfaat praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi segenap penentu kebijakan dan instansi terkait untuk memprioritaskan program kesehatan dalam upaya menurunkan angka kejadian bayi berat lahir rendah (BBLR).


TINJAUAN PUSTAKA

  1. Tinjauan umum tentang bayi berat lahir rendah
  1. Pengertian bayi dengan berat badan lahir rendah
  2. Karakteristik bayi berat lahir rendah
  3. Upaya mencegah terjadinya persalinan prematuritas atau bayi dengan berat badan lahir rendah.
  1. Tinjauan umum tentang umur ibu
  2. Tinjauan Umum Tentang Jarak Kelahiran
  3. Tinjauan umum tentang paritas ibu
E. Tinjauan Umum Tentang Kadar HB Ibu
  1. Tinjauan umum tentang pemeriksaan kehamilan/ANC

KERANGKA KONGSEP
  1. Dasar Pemikiran Variabel yang diteliti
  1. Umur ibu
Umur ibu merupakan salah satu faktor yang menyebabkan kejadian bayi dengan berat lahir rendah, dimana angka kejadian tertinggi BBLR adalah pada usia dibawah 20 tahun dan pada multigravida yang jarak antara kelahirannya terlalu dekat. Kejadian terendah adalah pada usia ibu antara 26 - 30 tahun (Hasan dkk, 2000).
  1. Jarak kelahiran
  1. Paritas ibu
d. Kadar HB
  1. Pemeriksaan kehamilan/ANC
  1. Pola Variabel Yang Diteliti
  2. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif
  1. Berat badan lahir
  2. Umur ibu
  3. Jarak kelahiran
  4. Paritas ibu
  5. Kadar Hb Ibu
  6. Pemeriksaan kehamilan/ANC


METODE PENELITIAN
Download MP3 Musik
A. Jenis penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional denga pendekatan case control study, dengan maksud untuk melihat apakah umur ibu, jarak kehamilan, paritas, kadar HB dan pemeriksaan kehamilan/ANC merupakan faktor resiko kejadian bayi berat lahir rendah.
B. Lokasi penelitian
Adapun lokasi penelitian adalah Rumah Sakit Al-Fatah Kota Ambon, propinsi Maluku
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Semua bayi yang dilahirkan hidup yang yang tercatat dalam rekam medik antara bulan januari sampai desember tahun 2006 dengan jumlah 643 bayi di Rumah Sakit Al-Fatah Kota Ambon.
2. Sampel
a. Kasus : Semua bayi yang lahir dengan berat badan rendah di Rumah Sakit Al-Fatah Ambon periode januari sampai desember tahun 2006.
b. Kontrol : Semua bayi yang lahir hidup di Rumah Sakit Al-Fatah Ambon periode januari sampai desember tahun 2006.
3. Besarnya sampel
Jumlah sample pada kelompok kasus sebanyak 46 orang yang terkena BBLR di Rumah Sakit Al-Fatah Ambon. Dan jumlah sample pada kelompok control sebanyak 92 orang yang tidak terkena BBLR, sehingga perbandingan antara kelompok kasus dan kelompok control yaitu 1 : 2 jadi total sample adalah sebanyak 138 orang.
4. Cara Pengambilan Sampel
Cara pengambilan sample dlakukan secara purposive sampling. Dengan criteria sample yang memiliki data yang lengkap, yang sesuai dengan variabel penelitian. Yang meliputi umur ibu, jarak kehamilan, paritas, kadar HB dan pemeriksaan kehamilan/ANC. Dengan cara mula-mula diambil sampel kasus, kemudian dipilih seperti kriteria seperti variable yang diteliti. Setelah itu di ambil sample control yang juga mempunyai kriteria yang sama.
D. Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data yang diolah dari rekam medik di Rumah Sakit Al-Fatah Ambon, propinsi maluku tahun 2006.
E. Pengolahan dan Penyajian Data
Data diolah dengan menggunakan bantuan elektronik berupa computer dengan metode sebagai berikut : membuat variable, input data, pengolahan data, dan disajikan dalam bentuk tabel dan penjelasan.
F. Analisis Data
Untuk menguji hipotesis nol (Ho) dengan analisis bivariat (oods Ratio) dengan menggunakan tabel 2 X 2
Interpretasi nilai OR dengan menggunakan interval kepercayaan 95% yakni :
OR <>
OR = 1, bukan factor risiko
OR > 1, berarti variable tersebut adalah factor risiko
Hubungan dikatakan bermakna apabila nilai lower limit dan upper limit tidak mencakup nilai 1.
Lower limit = OR x e ˉ­­
Upper limit = OR x eˉ
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
    1. Analisis Faktor Risiko Paritas Terhadap Kejadian BBLR
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebahagian besar ibu yang melaksanakan persalinan dengan paritas rendah minimal 3 anak (79,7%) yang menunjukkan bahwa ibu telah menerapkan normal keluarga kecil bahagia dan sejahtera sebagai salah satu bentuk program pembangunan kesehatan dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Paritas yang tinggi akan berdampak pada timbulnya berbagai masalah kesehatan baik bagi ibu maupun bayi yang dilahirkan. Salah satu dampak kesehatan yang mungkin timbul dari paritas yang tinggi adalah berhubungan dengan kejadian BBLR.
Sebagaimana hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu dengan paritas tinggi yang merupakan kelompok berisiko tinggi secara merata terdistribusi pada kelompok kasus dan kontrol (50%) yang memberi interpretasi bahwa paritas yang tinggi tidak mempengaruhi kesehatan ibu sehingga melahirkan bayi dengan berat lahir yang cenderung normal.
Pengaruh paritas terhadap kejadian BBLR berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan bahwa paritas merupakan faktor risiko penyebab kejadian BBLR pada bayi. Hal ini ditunjukkan dengan hasil pengujian statistik yang diperoleh nilai Odds Ratio (OR) = 2,438 sehingga dapat dikatakan bahwa paritas merupakan faktor risiko terhadap kejadian BBLR dimana ibu dengan paritas > 3 anak berisiko 2 kali terhadap melahirkan bayi dengan BBLR.
    1. Analisis Faktor Risiko Jarak Kelahiran Terhadap Kejadian BBLR
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebahagian besar ibu telah memiliki jarak antara kelahiran pada kategori renggang dan merupakan kelompok dengan risiko rendah (61,6%). Jarak kelahiran renggang pada penelitian ini jika rentang waktu antara satu kelahiran dengan kelahiran berikutnya minimal 2 tahun.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu dengan jarak kelahiran yang rapat lebih banyak dengan kelahiran bayi dengan berat lahir yang tidak tergolong BBLR (54,7%) namun jika ditinjau dari angka pencapai tersebut masih relatif rendah yang memberi indikasi bahwa kejadian BBLR sendiri masih cenderung tinggi yang disebabkan karena jarak kelahiran yang terlalu dekat.
Hasil uji statistik diperoleh nilai Odds Ratio (OR) = 2,370 sehingga dapat dikatakan bahwa jarak kelahiran merupakan faktor risiko terhadap kejadian BBLR dimana ibu yang memiliki jarak kelahiran <>
    1. Analisis Faktor Risiko Kadar Haemoglobin Terhadap Kejadian BBLR
Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih banyak dari ibu yang memiliki kadar haemoglobin yang berisiko (55,1%) dengan kadar haemoglobin dalam darah kurang 11 g/dl.. Kadar Hb yang normal pada penelitian ini adalah jika hasil pemeriksaan laboratorium darah ibu menunjukkan kadar ≥ 11 g/dl pada manusia normal.
Dampak kesehatan yang dapat dijadikan dasar dari pengaruh kejadian anemia pada ibu hamil salah satunya adalah kejadian berat bayi lahir rendah (BBLR). Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden dengan kadar Hb kurang (mengalami anemia) lebih banyak yang melahirkan bayi tidak dengan BBLR (59,2%) yang memberi interpretasi bahwa kadar Hb tidak memberi pengaruh terhadap kejadian BBLR.
Namun jika dengan meninjau ibu dengan kadar haemoglobin yang tidak berisiko dengan kadar Hb 11 g/dl keatas lebih banyak tidak mengalami kelahiran bayi dengan BBLR dan menunjukkan peningkatan yang berarti (70,9%). Hal ini memberi indikasi bahwa semakin baiknya kadar Hb dalam darah merupakan wujud nyata terhadap status kesehatan ibu yang optimal dan sekaligus sebagai unsur penunjang dalam pelaksanaan proses persalinan.
Hasil uji statistik diperoleh nilai Odds Ratio (OR) = 2,159 sehingga dapat dikatakan bahwa kadar haemoglobin merupakan faktor risiko terhadap kejadian BBLR dimana ibu yang memiliki kadar haemoglobin <>
    1. Analisis Faktor Risiko Pemanfaatan Antenatal Care (ANC) Terhadap Kejadian BBLR
Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih banyak dari ibu yang kurang memanfaatkan pemeriksaan pada masa kehamilan dan merupakan kelompok berisiko (51,4%). Pemeriksaan kehamilan yang lengkap dimaksudkan dalam penelitian ini adalah jika ibu telah melaksanakan pemeriksaan antenatal secara lengkap dan teratur mulai dari pemeriksaan kala 1 (KI) sampai kala 4 (Kala IV). Jadi frekuensi kunjungan ibu ke pelayanan kesehatan pada masa kehamilan harus dilaksanaka minimal 4 kali.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu dengan banyaknya pemeriksaan kehamilan yang kurang lengkap yang merupakan kelompok berisiko lebih banyak yang melahirkan bayi tidak dengan BBLR (50,7%) yang memberi indikasi bahwa pelayanan antenatal tidak memberi pengaruh terhadap status kesehatan bayi. Hal ini memberi gambaran akan adanya pengaruh dari faktor lain yang dapat berhubungan dengan penciptaan status gizi ibu yang optimal sehingga juga akan mendukung status kesehatan dan status gizi bayi yang dikandung dan lahir dengan tidak BBLR.
Selanjutnya berdasarkan hasil pengujian statistik diperoleh nilai Odds Ratio (OR) = 4,949 sehingga dapat dikatakan bahwa pemeriksaan kehamilan secara lengkap sebagai wujud pemanfaatan pelayanan antenatal care (ANC) merupakan faktor risiko terhadap kejadian BBLR dimana ibu yang tidak melaksanakan pemeriksaan kehamilan secara lengkap berisiko 5 kali untuk melahirkan bayi dengan BBLR.
Sedangkan dengan meninjau nilai Confidence Interval (CI) yang tidak mencakup nilai 1 (2,232 – 10,976) maka risiko yang ditimbulkan dikatakan bermakna, Ho ditolak. Sehingga dapat diinterpretasikan bahwa ibu yang kurang memanfaatkan pemeriksaan kehamilan dengan frekuensi kunjungan ke pelayanan ANC yang tidak secara lengkap memiliki hubungan yang bermakna terhadap kejadian BBLR pada bayi dan memiliki peluang untuk melahirkan bayi dengan berat lahir rendah <>


KESIMPULAN DAN SARAN
  1. Kesimpulan
    1. Paritas merupakan faktor risiko yang signifikan terhadap kejadian BBLR sehingga ibu dengan paritas lebih dari 3 anak berrisiko 2,4 kali untuk melahirkan bayi dengan BBLR
    2. Jarak kelahiran merupakan faktor risiko yang signifikan terhadap kejadian BBLR sehingga ibu dengan jarak antara kelahiran <>
    3. Kadar Haemoglobin merupakan faktor risiko yang signifikan terhadap kejadian BBLR sehingga ibu dengan kadar haemoglobin dalam darah yang kurang dari 11 g/dl berrisiko 2,2 kali untuk melahirkan bayi dengan BBLR
    4. Pemanfaatan pelayanan ANC merupakan faktor risiko yang signifikan terhadap kejadian BBLR sehingga ibu yang kurang memanfaatkan pelayanan ANC dengan frekuensi kunjungan pemeriksaan kehamilan yang tidak lengkap minimal 4 kali berrisiko 5 kali untuk melahirkan bayi dengan BBLR
  1. Saran
    1. Perlunya peningkatan pembinaan kepada masyarakat tentang norma keluarga kecil bahagia dan sejahtera sehingga dapat meningkatkan taraf kesejahteraan keluarga yang tidak hanya melibatkan ibu namun dengan adanya dukungan dari suami sehingga perwujudan masyarakat sehat dapat dicapai secara optimal.
    2. Perlunya pemberian informasi secara aktual kepada ibu dan suami untuk mengatur jarak kelahiran dalam rangka mencegah timbulnya berbagai dampak kesehatan pada masa kehamilan dan persalinan.
    3. Perlunya pula peningkatan kesadaran dari ibu tentang pentingnya pelaksanaan pemeriksaan kesehatan khususnya pemeriksaan pada masa kehamilan yang dilakukan secara lengkap melalui pemberian informasi akan pentingnya pemeriksaan kehamilan dalam rangka kontrol kesehatan ibu dan bayi pada masa kehamilan
    4. Adanya pengetahuan tentang pentingnya hidup sehat pada ibu khususnya pada masa kehamilan dengan penerapan pola makan teratur dan seimbang sehingga dapat memenuhi kebutuhan nutrisi ibu dan bayi yang dikandungnya yang juga merupakan unsur pendukung pencapaian status kesehatan yang optimal baik ibu maupun bayi yang dikandungnya.

Dokument lengkap dapat menghubungi
Rhano
Phone : 085242854524
Kinerja Kader Posyandu
Lihat Detail

Kinerja Kader Posyandu

Skripsi


STUDI TENTANG FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KINERJA KADER POSYANDU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS POMPANUA KECAMATAN AJANGALE

KABUPATEN BONE TAHUN 2006


Oleh


Sahrul, SKM


ABSTRAK



Studi Tentang Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kinerja Kader Posyandu Di Wilayah Kerja Puskesmas Pompanua Kecamatan Ajangale Kabupaten Bone Tahun 2006”

xiii + 14 tabel + 82 halaman + 7 lampiran


Posyandu sebagai sebuah wadah UKBM (upaya kesehatan bersumber daya masyarakat) mempunyai peranan yang sangat besar dan strategis didalam masyarakat secara umum dan khususnya bidang kesehatan. Masih tingginya masalah kesehatan yang terjadi didalam sebuah komunitas masyarakat tidak terlepas dari peranan yang dilakukan kader disebuah posyandu. Kader sebagai salah satu sub system dalam posyandu yang bertugas untuk mengatur jalannya program dalam posyandu, kader harus lebih tahu atau lebih menguasai tentang kegiatan yang harus dijalankan atau dilaksanakan. Banyak faktor yang mempengaruhi kinerja kader posyandu diantaranya yang diteliti pada penelitian ini adalah pengetahuan, pelatihan, pekerjaan, status perkawinan dan motivasi.

Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional dengan pendekatan Cross Sectional Study dengan tujuan penyelenggaraan penelitian adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja kader dalam penyelenggaraan kegiatan posyandu di wilayah kerja Puskesmas Pompanua. Besar sampel penelitian yang diperoleh sebanyak 49 kader posyandu dengan penentuan besar sampel secara purposive sampling. Pengumpulan data variabel penelitian melalui wawancara langsung dengan menggunakan kuesioner penelitian. Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah dengan menggunakan bantuan komputer program Microsoft Excel 2003 dan SPSS for windows versi 12.0 yang disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dengan tujuan untuk mengetahui gambaran dari variabel penelitian dan tabel silang antara variabel dependen dan independen yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara variabel penelitian. Analisis data penelitian dengan menggunakan analisis Chi Square Test dengan memperhitungkan nilai probabilitas (p value) dengan interpretasi p value < α = 0,05 sehingga Ho ditolak.

Hasil penelitian diperoleh bahwa terdapat hubungan pengetahuan, pelatihan dan motivasi kerja dengan kinerja kader posyandu sehingga kader dengan pengetahuan yang cukup, pelatihan cukup dan memperoleh motivasi yang cukup memiliki kinerja yang cukup dan tidak terdapat hubungan status kerja dan status perkawinan dengan kinerja kader posyandu sehingga jenis kerja yang dilakukan kader dan kader dengan status kawin tidak mempengaruhi kader untuk tetap aktif dalam berbagai kegiatan posyandu.

Saran yang diajukan pada penelitian ini adalah dalam rangka peningkatan keaktifan kader sebagai wujud kinerja kader terhadap pelaksanaan kegiatan posyandu, peningkatan pemahaman dan pengetahuan perlu menjadi bahan pertimbangan yang dapat dilaksanakan melalui pemberian informasi yang cukup kepada kader atau dengan menyelenggarakan pelatihan kepada kader yang bersangkutan dan pemberian imbalan sebagai wujud motivator sudah merupakan kebutuhan kader mengingat semakin tingginya tingkat kebutuhan masyarakat sehingga dalam rangka peningkatan keaktifan kader, aspek ini perlu mendapat perhatian dikarenakana setiap aktivitas memerlukan suatu bentuk penghargaan pada aktivitas kerja yang dilaksanakan.


Daftar pustaka : 32 (1979 – 2004)


DAFTAR ISI


Halaman


HALAMAN JUDUL i

LEMBAR PENGESAHAN ii

RINGKASAN iii

KATA PENGANTAR v

DAFTAR ISI viii

DAFTAR TABEL x

DAFTAR LAMPIRAN xi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 1

B. Batasan Masalah 6

C. Rumusan Masalah 7

D. Tujuan Penelitian 7

E. Manfaat Penelitian 8


BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

      1. Keadaan Geografi 9

      2. Keadaan Demografi 9

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Kinerja 11

B. Tinjauan Umum Kader 14

C. Tinjauan Umum Tentang Posyandu 18

D. Tinjauan Tentang Variabel Yang Diteliti 26

BAB IV KERANGKA KONSEP

A. Dasar Pemikiran Variabel Yang Diteliti 41

B. Pola Pikir Variabel Yang Diteliti 46

C. Definisi Operasional dan Kriteria Obyektif 47

D. Hipotesis Penelitian 49


BAB V METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian 50

B. Populasi dan Sampel 50

C. Pengumpulan Data 51

D. Pengolahan dan Penyajian Data 51

E. Analisis Data 52


BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

    1. Hasil Penelitian 53

    2. Pembahasan 63


BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

  1. Kesimpulan 81

  2. Saran 82


DAFTAR PUSTAKA

KUESIONER PENELITIAN

LAMPIRAN


DAFTAR TABEL


No.

Judul

Halaman

2.1

Distribusi Penduduk Menurut Kepala Keluarga dan Jenis Kelamin Di Wilayah Kerja Puskesmas Ajangale Tahun 2005


10

6.1

Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Umur Di Wilayah Kerja Puskesmas Pompanua Kecamatan Ajangale Kabupaten Bone Tahun 2006


54

6.2

Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Di Wilayah Kerja Puskesmas Pompanua Kecamatan Ajangale Kabupaten BoneTahun 2006


55

6.3

Distribusi Responden Berdasarkan Ikatan Perkawinan Di Wilayah Kerja Puskesmas Pompanua Kecamatan Ajangale Kabupaten Bone Tahun 2006


55

6.4

Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Di Wilayah Kerja Puskesmas Pompanua Kecamatan Ajangale Kabupaten Bone Tahun 2006


56

6.5

Distribusi Responden Berdasarkan Pelatihan Di Wilayah Kerja Puskesmas Pompanua Kecamatan Ajangale Kabupaten Bone Tahun 2006


56

6.6

Distribusi Responden Berdasarkan Status Pekerjaan Di Wilayah Kerja Puskesmas Pompanua Kecamatan Ajangale Kabupaten Bone Tahun 2006


57

6.7

Distribusi Responden Berdasarkan Status Perkawinan Di Wilayah Kerja Puskesmas Pompanua Kecamatan Ajangale Kabupaten Bone Tahun 2006


57

6.8

Distribusi Responden Berdasarkan Motivasi Kerja Di Wilayah Kerja Puskesmas Pompanua Kecamatan Ajangale Kabupaten Bone Tahun 2006


58

6.9

Distribusi Responden Berdasarkan Kinerja Di Wilayah Kerja Puskesmas Pompanua Kecamatan Ajangale Kabupaten Bone Tahun 2006


58

6.10

Hubungan Pengetahuan dan Kinerja Kader Posyandu Di Wilayah Kerja Puskesmas Pompanua Kecamatan Ajangale Kabupaten Bone Tahun 2006


59

6.11

Hubungan Pelatihan dan Kinerja Kader Posyandu Di Wilayah Kerja Puskesmas Pompanua Kecamatan Ajangale Kabupaten Bone Tahun 2006


60

6.12

Hubungan Status Kerja dan Kinerja Kader Posyandu Di Wilayah Kerja Puskesmas Pompanua Kecamatan Ajangale Kabupaten Bone Tahun 2006


61

6.13

Hubungan Status Kawin dan Kinerja Kader Posyandu Di Wilayah Kerja Puskesmas Pompanua Kecamatan Ajangale Kabupaten Bone Tahun 2006


62

6.14

Hubungan Status Pekerjaan dan Kinerja Kader Posyandu Di Wilayah Kerja Puskesmas Pompanua Kecamatan Ajangale Kabupaten Bone Tahun 2006


63


Dokument lengkap dapat menghubungi


Rhano


Email : joeh_com@yahoo.com


Phone : 085242854524


Skripsi


STUDI TENTANG FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KINERJA KADER POSYANDU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS POMPANUA KECAMATAN AJANGALE

KABUPATEN BONE TAHUN 2006


Oleh


Sahrul, SKM


ABSTRAK



Studi Tentang Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kinerja Kader Posyandu Di Wilayah Kerja Puskesmas Pompanua Kecamatan Ajangale Kabupaten Bone Tahun 2006”

xiii + 14 tabel + 82 halaman + 7 lampiran


Posyandu sebagai sebuah wadah UKBM (upaya kesehatan bersumber daya masyarakat) mempunyai peranan yang sangat besar dan strategis didalam masyarakat secara umum dan khususnya bidang kesehatan. Masih tingginya masalah kesehatan yang terjadi didalam sebuah komunitas masyarakat tidak terlepas dari peranan yang dilakukan kader disebuah posyandu. Kader sebagai salah satu sub system dalam posyandu yang bertugas untuk mengatur jalannya program dalam posyandu, kader harus lebih tahu atau lebih menguasai tentang kegiatan yang harus dijalankan atau dilaksanakan. Banyak faktor yang mempengaruhi kinerja kader posyandu diantaranya yang diteliti pada penelitian ini adalah pengetahuan, pelatihan, pekerjaan, status perkawinan dan motivasi.

Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional dengan pendekatan Cross Sectional Study dengan tujuan penyelenggaraan penelitian adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja kader dalam penyelenggaraan kegiatan posyandu di wilayah kerja Puskesmas Pompanua. Besar sampel penelitian yang diperoleh sebanyak 49 kader posyandu dengan penentuan besar sampel secara purposive sampling. Pengumpulan data variabel penelitian melalui wawancara langsung dengan menggunakan kuesioner penelitian. Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah dengan menggunakan bantuan komputer program Microsoft Excel 2003 dan SPSS for windows versi 12.0 yang disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dengan tujuan untuk mengetahui gambaran dari variabel penelitian dan tabel silang antara variabel dependen dan independen yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara variabel penelitian. Analisis data penelitian dengan menggunakan analisis Chi Square Test dengan memperhitungkan nilai probabilitas (p value) dengan interpretasi p value < α = 0,05 sehingga Ho ditolak.

Hasil penelitian diperoleh bahwa terdapat hubungan pengetahuan, pelatihan dan motivasi kerja dengan kinerja kader posyandu sehingga kader dengan pengetahuan yang cukup, pelatihan cukup dan memperoleh motivasi yang cukup memiliki kinerja yang cukup dan tidak terdapat hubungan status kerja dan status perkawinan dengan kinerja kader posyandu sehingga jenis kerja yang dilakukan kader dan kader dengan status kawin tidak mempengaruhi kader untuk tetap aktif dalam berbagai kegiatan posyandu.

Saran yang diajukan pada penelitian ini adalah dalam rangka peningkatan keaktifan kader sebagai wujud kinerja kader terhadap pelaksanaan kegiatan posyandu, peningkatan pemahaman dan pengetahuan perlu menjadi bahan pertimbangan yang dapat dilaksanakan melalui pemberian informasi yang cukup kepada kader atau dengan menyelenggarakan pelatihan kepada kader yang bersangkutan dan pemberian imbalan sebagai wujud motivator sudah merupakan kebutuhan kader mengingat semakin tingginya tingkat kebutuhan masyarakat sehingga dalam rangka peningkatan keaktifan kader, aspek ini perlu mendapat perhatian dikarenakana setiap aktivitas memerlukan suatu bentuk penghargaan pada aktivitas kerja yang dilaksanakan.


Daftar pustaka : 32 (1979 – 2004)


DAFTAR ISI


Halaman


HALAMAN JUDUL i

LEMBAR PENGESAHAN ii

RINGKASAN iii

KATA PENGANTAR v

DAFTAR ISI viii

DAFTAR TABEL x

DAFTAR LAMPIRAN xi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 1

B. Batasan Masalah 6

C. Rumusan Masalah 7

D. Tujuan Penelitian 7

E. Manfaat Penelitian 8


BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

      1. Keadaan Geografi 9

      2. Keadaan Demografi 9

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Kinerja 11

B. Tinjauan Umum Kader 14

C. Tinjauan Umum Tentang Posyandu 18

D. Tinjauan Tentang Variabel Yang Diteliti 26

BAB IV KERANGKA KONSEP

A. Dasar Pemikiran Variabel Yang Diteliti 41

B. Pola Pikir Variabel Yang Diteliti 46

C. Definisi Operasional dan Kriteria Obyektif 47

D. Hipotesis Penelitian 49


BAB V METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian 50

B. Populasi dan Sampel 50

C. Pengumpulan Data 51

D. Pengolahan dan Penyajian Data 51

E. Analisis Data 52


BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

    1. Hasil Penelitian 53

    2. Pembahasan 63


BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

  1. Kesimpulan 81

  2. Saran 82


DAFTAR PUSTAKA

KUESIONER PENELITIAN

LAMPIRAN


DAFTAR TABEL


No.

Judul

Halaman

2.1

Distribusi Penduduk Menurut Kepala Keluarga dan Jenis Kelamin Di Wilayah Kerja Puskesmas Ajangale Tahun 2005


10

6.1

Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Umur Di Wilayah Kerja Puskesmas Pompanua Kecamatan Ajangale Kabupaten Bone Tahun 2006


54

6.2

Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Di Wilayah Kerja Puskesmas Pompanua Kecamatan Ajangale Kabupaten BoneTahun 2006


55

6.3

Distribusi Responden Berdasarkan Ikatan Perkawinan Di Wilayah Kerja Puskesmas Pompanua Kecamatan Ajangale Kabupaten Bone Tahun 2006


55

6.4

Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Di Wilayah Kerja Puskesmas Pompanua Kecamatan Ajangale Kabupaten Bone Tahun 2006


56

6.5

Distribusi Responden Berdasarkan Pelatihan Di Wilayah Kerja Puskesmas Pompanua Kecamatan Ajangale Kabupaten Bone Tahun 2006


56

6.6

Distribusi Responden Berdasarkan Status Pekerjaan Di Wilayah Kerja Puskesmas Pompanua Kecamatan Ajangale Kabupaten Bone Tahun 2006


57

6.7

Distribusi Responden Berdasarkan Status Perkawinan Di Wilayah Kerja Puskesmas Pompanua Kecamatan Ajangale Kabupaten Bone Tahun 2006


57

6.8

Distribusi Responden Berdasarkan Motivasi Kerja Di Wilayah Kerja Puskesmas Pompanua Kecamatan Ajangale Kabupaten Bone Tahun 2006


58

6.9

Distribusi Responden Berdasarkan Kinerja Di Wilayah Kerja Puskesmas Pompanua Kecamatan Ajangale Kabupaten Bone Tahun 2006


58

6.10

Hubungan Pengetahuan dan Kinerja Kader Posyandu Di Wilayah Kerja Puskesmas Pompanua Kecamatan Ajangale Kabupaten Bone Tahun 2006


59

6.11

Hubungan Pelatihan dan Kinerja Kader Posyandu Di Wilayah Kerja Puskesmas Pompanua Kecamatan Ajangale Kabupaten Bone Tahun 2006


60

6.12

Hubungan Status Kerja dan Kinerja Kader Posyandu Di Wilayah Kerja Puskesmas Pompanua Kecamatan Ajangale Kabupaten Bone Tahun 2006


61

6.13

Hubungan Status Kawin dan Kinerja Kader Posyandu Di Wilayah Kerja Puskesmas Pompanua Kecamatan Ajangale Kabupaten Bone Tahun 2006


62

6.14

Hubungan Status Pekerjaan dan Kinerja Kader Posyandu Di Wilayah Kerja Puskesmas Pompanua Kecamatan Ajangale Kabupaten Bone Tahun 2006


63


Dokument lengkap dapat menghubungi


Rhano


Email : joeh_com@yahoo.com


Phone : 085242854524


Skripsi


STUDI TENTANG FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KINERJA KADER POSYANDU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS POMPANUA KECAMATAN AJANGALE

KABUPATEN BONE TAHUN 2006


Oleh


Sahrul, SKM


ABSTRAK



Studi Tentang Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kinerja Kader Posyandu Di Wilayah Kerja Puskesmas Pompanua Kecamatan Ajangale Kabupaten Bone Tahun 2006”

xiii + 14 tabel + 82 halaman + 7 lampiran


Posyandu sebagai sebuah wadah UKBM (upaya kesehatan bersumber daya masyarakat) mempunyai peranan yang sangat besar dan strategis didalam masyarakat secara umum dan khususnya bidang kesehatan. Masih tingginya masalah kesehatan yang terjadi didalam sebuah komunitas masyarakat tidak terlepas dari peranan yang dilakukan kader disebuah posyandu. Kader sebagai salah satu sub system dalam posyandu yang bertugas untuk mengatur jalannya program dalam posyandu, kader harus lebih tahu atau lebih menguasai tentang kegiatan yang harus dijalankan atau dilaksanakan. Banyak faktor yang mempengaruhi kinerja kader posyandu diantaranya yang diteliti pada penelitian ini adalah pengetahuan, pelatihan, pekerjaan, status perkawinan dan motivasi.

Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional dengan pendekatan Cross Sectional Study dengan tujuan penyelenggaraan penelitian adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja kader dalam penyelenggaraan kegiatan posyandu di wilayah kerja Puskesmas Pompanua. Besar sampel penelitian yang diperoleh sebanyak 49 kader posyandu dengan penentuan besar sampel secara purposive sampling. Pengumpulan data variabel penelitian melalui wawancara langsung dengan menggunakan kuesioner penelitian. Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah dengan menggunakan bantuan komputer program Microsoft Excel 2003 dan SPSS for windows versi 12.0 yang disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dengan tujuan untuk mengetahui gambaran dari variabel penelitian dan tabel silang antara variabel dependen dan independen yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara variabel penelitian. Analisis data penelitian dengan menggunakan analisis Chi Square Test dengan memperhitungkan nilai probabilitas (p value) dengan interpretasi p value < α = 0,05 sehingga Ho ditolak.

Hasil penelitian diperoleh bahwa terdapat hubungan pengetahuan, pelatihan dan motivasi kerja dengan kinerja kader posyandu sehingga kader dengan pengetahuan yang cukup, pelatihan cukup dan memperoleh motivasi yang cukup memiliki kinerja yang cukup dan tidak terdapat hubungan status kerja dan status perkawinan dengan kinerja kader posyandu sehingga jenis kerja yang dilakukan kader dan kader dengan status kawin tidak mempengaruhi kader untuk tetap aktif dalam berbagai kegiatan posyandu.

Saran yang diajukan pada penelitian ini adalah dalam rangka peningkatan keaktifan kader sebagai wujud kinerja kader terhadap pelaksanaan kegiatan posyandu, peningkatan pemahaman dan pengetahuan perlu menjadi bahan pertimbangan yang dapat dilaksanakan melalui pemberian informasi yang cukup kepada kader atau dengan menyelenggarakan pelatihan kepada kader yang bersangkutan dan pemberian imbalan sebagai wujud motivator sudah merupakan kebutuhan kader mengingat semakin tingginya tingkat kebutuhan masyarakat sehingga dalam rangka peningkatan keaktifan kader, aspek ini perlu mendapat perhatian dikarenakana setiap aktivitas memerlukan suatu bentuk penghargaan pada aktivitas kerja yang dilaksanakan.


Daftar pustaka : 32 (1979 – 2004)


DAFTAR ISI


Halaman


HALAMAN JUDUL i

LEMBAR PENGESAHAN ii

RINGKASAN iii

KATA PENGANTAR v

DAFTAR ISI viii

DAFTAR TABEL x

DAFTAR LAMPIRAN xi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 1

B. Batasan Masalah 6

C. Rumusan Masalah 7

D. Tujuan Penelitian 7

E. Manfaat Penelitian 8


BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

      1. Keadaan Geografi 9

      2. Keadaan Demografi 9

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Kinerja 11

B. Tinjauan Umum Kader 14

C. Tinjauan Umum Tentang Posyandu 18

D. Tinjauan Tentang Variabel Yang Diteliti 26

BAB IV KERANGKA KONSEP

A. Dasar Pemikiran Variabel Yang Diteliti 41

B. Pola Pikir Variabel Yang Diteliti 46

C. Definisi Operasional dan Kriteria Obyektif 47

D. Hipotesis Penelitian 49


BAB V METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian 50

B. Populasi dan Sampel 50

C. Pengumpulan Data 51

D. Pengolahan dan Penyajian Data 51

E. Analisis Data 52


BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

    1. Hasil Penelitian 53

    2. Pembahasan 63


BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

  1. Kesimpulan 81

  2. Saran 82


DAFTAR PUSTAKA

KUESIONER PENELITIAN

LAMPIRAN


DAFTAR TABEL


No.

Judul

Halaman

2.1

Distribusi Penduduk Menurut Kepala Keluarga dan Jenis Kelamin Di Wilayah Kerja Puskesmas Ajangale Tahun 2005


10

6.1

Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Umur Di Wilayah Kerja Puskesmas Pompanua Kecamatan Ajangale Kabupaten Bone Tahun 2006


54

6.2

Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Di Wilayah Kerja Puskesmas Pompanua Kecamatan Ajangale Kabupaten BoneTahun 2006


55

6.3

Distribusi Responden Berdasarkan Ikatan Perkawinan Di Wilayah Kerja Puskesmas Pompanua Kecamatan Ajangale Kabupaten Bone Tahun 2006


55

6.4

Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Di Wilayah Kerja Puskesmas Pompanua Kecamatan Ajangale Kabupaten Bone Tahun 2006


56

6.5

Distribusi Responden Berdasarkan Pelatihan Di Wilayah Kerja Puskesmas Pompanua Kecamatan Ajangale Kabupaten Bone Tahun 2006


56

6.6

Distribusi Responden Berdasarkan Status Pekerjaan Di Wilayah Kerja Puskesmas Pompanua Kecamatan Ajangale Kabupaten Bone Tahun 2006


57

6.7

Distribusi Responden Berdasarkan Status Perkawinan Di Wilayah Kerja Puskesmas Pompanua Kecamatan Ajangale Kabupaten Bone Tahun 2006


57

6.8

Distribusi Responden Berdasarkan Motivasi Kerja Di Wilayah Kerja Puskesmas Pompanua Kecamatan Ajangale Kabupaten Bone Tahun 2006


58

6.9

Distribusi Responden Berdasarkan Kinerja Di Wilayah Kerja Puskesmas Pompanua Kecamatan Ajangale Kabupaten Bone Tahun 2006


58

6.10

Hubungan Pengetahuan dan Kinerja Kader Posyandu Di Wilayah Kerja Puskesmas Pompanua Kecamatan Ajangale Kabupaten Bone Tahun 2006


59

6.11

Hubungan Pelatihan dan Kinerja Kader Posyandu Di Wilayah Kerja Puskesmas Pompanua Kecamatan Ajangale Kabupaten Bone Tahun 2006


60

6.12

Hubungan Status Kerja dan Kinerja Kader Posyandu Di Wilayah Kerja Puskesmas Pompanua Kecamatan Ajangale Kabupaten Bone Tahun 2006


61

6.13

Hubungan Status Kawin dan Kinerja Kader Posyandu Di Wilayah Kerja Puskesmas Pompanua Kecamatan Ajangale Kabupaten Bone Tahun 2006


62

6.14

Hubungan Status Pekerjaan dan Kinerja Kader Posyandu Di Wilayah Kerja Puskesmas Pompanua Kecamatan Ajangale Kabupaten Bone Tahun 2006


63


Dokument lengkap dapat menghubungi


Rhano


Email : joeh_com@yahoo.com


Phone : 085242854524


Kualitas Air Sumur Gali (SGL)
Lihat Detail

Kualitas Air Sumur Gali (SGL)

KUALITAS AIR BERDASARKAN KONSTRUKSI SUMUR GALI (SGL)
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS ANTANG KOTA MAKASSAR
TAHUN 2006

Oleh

Joeharno, SKM

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia sebagai Negara berkembang menghadapi banyak masalah kesehatan sebagai Negara yang memasuki era industrialisasi bangsa Indonesia mengalami berbagai transisi epidemiologi, demografi dan lingkungan, transisi yang dapat dilihat dengan adanya masalah yang berkaitan erat dengan "tradisional hazard" akibat belum terpenuhinya sanitasi dasar khususnya penyediaan air bersih (Tempo, Maret 2001).
Air adalah kekayaan alam yang dikaruniakan Allah SWT sebagai sarana hidup dan kehidupan yang amat penting dan menyangkut hajat hidup manusia, hewan, maupun tumbuhan. Kehidupan di alam ini berkepentingan kepada air. Adanya kenyataan bahwa bumi yang kita huni ini dua pertiga adalah laut, lebih memperkuat lagi kedudukan dan kepentingan air bagi seluruh makhluk dan lingkungan dimana ia berada.(Hefni E, 2003).
Masalah penyediaan air bersih ini menjadi salah satu prioritas dalam perbaikan derajat kesehatan masyarakat. Mengingat keberadaan air sangat vital dibutuhkan oleh makhluk hidup. Kehidupan di muka bumi ini hanya dapat berlangsung dengan keberadaan air. Seiring meningkatnya kepadatan penduduk dan pesatnya pembangunan, maka kebutuhan air pun semakin meningkat. Sehingga dituntut tersedianya air yang sehat yang meliputi pengawasan dan penetapan kualitas air untuk berbagai kebutuhan dan kehidupan manusia yang bertujuan untuk menjamin tercapainya air minum maupun air bersih yang memenuhi syarat kesehatan bagi seluruh lapisan masyarakat.
Banyak penduduk yang terpaksa memanfaatkan air yang kurang bagus kualitasnya. Tentu saja hal ini akan berakibat kurang baik bagi kesehatan masyarakat pada jangka pendek, kualitas yang kurang baik dapat mengakibatkan muntaber, diare, kolera, tipus, atau disentri. Hal ini dapat terjadi pada keadaan sanitasi lingkungan yang kurang baik. Bila air tanah dan air permukaan tercemari oleh kotoran, secara otomatis kuman kuman tersebar ke sumber air yang dipakai untuk keperluan rumah tangga. Dalam jangka panjang, air yang berkualitas kurang dapat mengakibatkan penyakit keropos tulang, korosi gigi, anemia, dan kerusakan ginjal. Hal ini terjadi karena terdapatnya logam logam yang berat yang banyak bersifat toksik (racun) dan pengendapan pada ginjal (Kusnaedi, 2002).
Salah satu upaya perlindungan air adalah dibangunnya sarana air bersih baik secara individual maupun berupa bantuan proyek dari pemerintah yang bertujuan untuk menyediakan air yang sehat bagi masyarakat. Salah satunya yang paling umum digunakan adalah sumur gali (Hlida, 2004).
Program cakupan air bersih di kota Makassar Pada tahun 2004 sebesar 82,55% , sedangkan cakupan air minum pada tahun 2004 sebesar 80,85% untuk fisik, cakupan kualitas air bersih sebesar 87,02% terjadi peningkatan dibandingkan dengan tahun 2003 yaitu 83,43 (Dinkes Kota Makassar, 2004).
Menurut data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Makassar, tahun 2004, bahwa jumlah sarana sumur gali yang ada di Kota Makassar sebanyak 42.003 buah, sedangkan untuk Kelurahan Antang jumlah sarana sumur gali sebanyak 800 buah SGL.
Keberadaan sumur gali (SGL) baik dari. segi konstruksinya maupun jarak peletakan terhadap sumber pencemaran masih sangat memprihatinkan disebabkan karena adanya konstruksi SGL yang tidak memenuhi syarat kesehatan dan letaknya kurang diperhatikan, sehingga mempunyai resiko tinggi terjadinya pencemaran kualitas air baik yang berasal dari jamban, sampah dan dari air buangan lainnya (Profil Puskesmas Antang, 2004).
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis ingin mengetahui gambaran kualitas air baik kualitas fisik, kimia dan bakteriologis terhadap konstruksi sumur gali di wilayah kerja Puskesmas Antang.

B. Rumusan Masalah
  1. Bagaimana gambaran kualitas fisik air berdasarkan konstruksi sumur gali ditinjuau dari aspek keadaan dinding, bibir dan jarak sumur dari sumber pencamaran.
  2. Bagaimana gambaran kualitas kimia air sumur gali berdasarkan konstruksi sumur gali ditinjau dari aspek keadaan dinding, bibir dan jarak sumur dari sumber pencemaran.
  3. Bagaimana gambaran kualitas bakteriologis air berdasarkan konstruksi sumur gali ditinjau dari aspek dinding, bibir dan jarak sumur gali dari sumber pencemaran.
C. Tujuan Penelitian
  1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran kualitas air berdasarkan konstruksi sumur gali di wilayah kerja Puskesmas Antang.
  1. Tujuan Khusus
    1. Untuk mengetahui gambaran kualitas fisik air berdasarkan konstruksi sumur gali.
    2. Untuk mengetahui gambaran kualitas kimia air berdasarkan konstruksi sumur gali.
    3. Untuk mengetahui gambaran kualitas bakteriologis air berdasarkan konstruksi sumur gali.

D. Manfaat Penelitian
      1. Sebagai bahan informasi bagi pihak instansi yang terkait dalam upaya penyediaan air bersih yang memenuhi syarat kesehatan.
      2. Sebagai sumbangan ilmiah dan informasi dalam memperkaya khasanah ilmu pengetahuan utamanya di bidang kesehatan lingkungan serta dapat menjadi bahan bacaan atau perbandingan bagi peneliti berikutnya.
      3. Sebagai media untuk menambah pengetahuan dan pengalaman penulis dalam mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh di bangku kuliah.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Air
1. Siklus Hidrologi
2. Sumber-Sumber Air
B. Kualitas Air
C. Persyaratan Kualitas Air
1. Syarat Fisik
    1. Suhu
    2. Warna
    3. Bau
    4. Rasa
    5. Kekeruhan
2. Syarat Kimia
3. Syarat Mikrobiologi
3. Syarat Radioaktif
D. Sumur Gali
1. Pengertian
2. Jenis – jenis Sumur Gali
3. Syarat – syarat Sumur Gali
KERANGKA KONSEP

A. Dasar Pemikiran Variabel yang akan diteliti
      1. Konstruksi Sumur Gali
      2. Kualitas fisik air
3. Kualitas kimia air
4. Kualitas bakteriologis air
B. Skema pola Pikir Variabel Yang Diteliti
C. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif
  1. Konstruksi sumur gali
  2. Kualitas fisik air
  3. Kualitas kimia air
4. Kualitas bakteriologis air
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian survei dengan pendekatan deskriptif yang bertujuan untuk memperoleh gambaran konstruksi sumur gali terhadap kualitas air mencakup kualitas fisik, kimia dan bakteriologis.
B. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Kelurahan Antang di wilayah kerja Puskesmas Antang.

C. Populasi dan Sampel
  1. Populasi
Yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah semua sumur gali yang ada di wilayah kerja Puskesmas Antang sebanyak 800 buah SGL.
  1. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah sebahagian dari seluruh sumur gali di Kelurahan Antang sebanyak 15 buah sumur gali dengan metode pengambilan sampel dilakukan secara Purpossive sampling dengan kriteria sebagai berikut :
1. Sumur gali digunakan sebagai sumber air minum keluarga
2. Sumur gali telah digunakan minimal 1 tahun
3. Pemilik berada ditempat dan bersedia sumurnya untuk dijadikan sampel

D. Pengolahan dan Penyajian Data
  1. Pengolahan Data
Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan bantuan komputer program SPSS for Windows versi 12.0.
  1. Penyajian Data
Penyajian data dilakukan dalam bentuk table distribusi frekuensi dan tabel silang antara variabel dependen dan independen yang bertujuan sebaran konstruksi sumur gali dengan syarat kualitas air sumur gali yang disertai penjelasan atau narasi.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    1. Konstruksi Sumur Gali
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebahagian besar sampel memiliki konstruksi sumur gali yang tidak memenuhi syarat (66,7 %). Hasil ini memberikan indikasi bahwa sebahagian besar sumur di wilayah kerja Puskesmas Antang memiliki konstruksi yang tidak memenuhi syarat.
Kostruksi sumur gali yang ditunjukkan pada penelitian ini sebagian besar tidak memenuhi syarat didukung dengan hasil penelitian tentang jarak sumur dari sumber pencemaran dominan memenuhi syarat (73,3 %) yakni minimal 10 meter, bibir sumur dominan memenuhi syarat (60,0 %) yakni tinggi ≥ 1 meter, dinding sumur dominan memenuhi syarat (73,3 %) dengan tinggi bibir sumur ≥ 3 meter.
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa masih terdapat sumur gali dengan konstruksi yang tidak memenuhi syarat (33,3 %) dan hal ini akan mempengaruhi kualitas air yang dihasilkan baik kualitas fisik, kimia maupun bakteriologis.
Konstruksi sumur gali yang tidak memenuhi syarat disebabkan oleh banyak faktor diantaranya adalah aspek pengetahuan yang dimiliki si pemiliki sumur terhadap dampak konstruksi sumur gali yang tidak memenuhi syarat. Selain itu, aspek pengetahuan yang lain mencakup ketidaktahuan pemilik sumur tentang konstruksi sumur yang memenuhi syarat juga turut mempengaruhi.
Aspek lain yang mempengaruhi konstruksi sumur tidak memenuhi syarat adalah keadaan perekonomian masyarakat yang menggunakan sumur sebagai sumber air dimana untuk membuat sumur dengan konstruksi sumur yang memenuhi syarat membutuhkan dana yang lebih besar seperti pengadaan semen dalam pembuatan lantai, dan dinding sumur.
    1. Kualitas Fisik Air Sumur Gali
Hasil penelitian menunjukkan bahwa masih terdapat sampel dengan kualitas fisik tidak memenuhi syarat sebagai sumber air keluarga (40,0 %). Angka ini masih dirasakan tinggi mengingat pencapaiannya mendekati 50 % sehingga diperlukan upaya yang maksimal dalam pemurnian fisik air sumur gali. Hasil ini juga dapat memberikan indikasi bahwa penyakit yang berhubungan dengan water born disease insidensinya tinggi pada daerah pengambilan sampel.
Kualitas fisik air sumur gali yang tidak memenuhi syarat biasanya dipengaruhi oleh keadaan musim sehingga jika pengambilan sampel dilakukan pada musim penghujan, kemungkinan yang terjadi adalah kualitas fisiknya menurun seperti meningkatnya tingkat kekeruhan sebab banyaknya larutan tersuspensi dalam air.
Faktor lain yang turut mempengaruhi kualitas fisik air adalah jarak sumur gali dengan sumber pencemaran dimana semakin dekat (kurang dari 10 meter) kemungkinan besar terjadinya pencemaran terhadap material kontaminan terjadi dan berlangsung dengan cepat mengingat jarak yang relatif dekat.
Hasil tabulasi silang distribusi kualitas fisik air terhadap konstruksi sumur menunjukkan bahwa sampel yang memiliki konstruksi yang tidak memenuhi syarat lebih dominan memiliki kualitas fisik air yang memenuhi syarat (70,0 %) sedangkan sampel dengan konstruksi sumur memenuhi syarat lebih dominan memiliki kualitas fisik air yang tidak memenuhi syarat (60,0%). Hal ini memberi indikasi bahwa kualitas fisik air tidak dipengaruhi oleh konstruksi sumur gali dimana sumur gali dengan konstruksi tidak memenuhi syarat tidak mempengaruhi kualitas fisik air yakni tidak berbau, tidak berasa, tidak keruh, tidak berwarna dan memiliki suhu yang optimal lebih dominan pada konstruksi sumur yang tidak memenuhi syarat.
    1. Kualitas Kimia Air Sumur gali
Hasil pemeriksaan kandungan kimia yaitu, pH, Fe dan Cl menunjukkan bahwa syarat kimia air pada air sumur gali lebih dominan tidak memenuhi syarat (53,3 %).
Hasil tabulasi silang distribusi kualitas kimia pada konstruksi sumur gali menunjukkan bahwa sumur dengan konstruksi sumur tidak memenuhi syarat dominan memiliki kualitas kimia yang memenuhi syarat (60,0 %) sedangkan sumur dengan konstruksi tidak memenuhi syarat dominan memiliki kualitas kimia yang tidak memenuhi syarat (80,0 %).
Sumur dengan konstruksi tidak memenuhi syarat namun memiliki kualitas kimia air yang memenuhi syarat dapat memberikan indikasi bahwa sumur pada konstruksi tidak memenuhi syarat biasanya masih bersifat tradisional sehingga hasil yang dihasilkan tidak terpengaruh oleh berbagai kemungkinan pencemaran dari bahan kimia. Selain itu, keadaan tanah turut mempengaruhi dimana pada penelitian ini tidak dibatasi pada keadaan jenis tanah dan jika dihubungkan dengan hal tersebut dapat memberi interpretasi bahwa dominan sumur memiliki konstruk dengan kemampuan filterisasi maksimal terhadap kandungan berbagai bahan kimia sehingga menghasilkan air dengan kualitas kimia yang memenuhi syarat.
    1. Kualitas Bakteriologis Air Sumur Gali
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dominan sampel air yang diperoleh dari sumur gali tidak memenuhi kualitas bakteriologis (53,3 %). Hal ini memberikan indikasi bahwa air sumur gali dominan tidak layak untuk digunakan sebagai sumber air minum namun karena aspek tertentu seperti ketidaktahuan masyarakat tentang kandungan bakteriologis dalam air sehingga sumber air ini masih tetap dipergunakan.
Kualitas bakteriologis air yang tidak memenuhi syarat dapat dipengaruhi oleh keadaan konstruksi sumur gali dimana konstruksi yang tidak memenuhi syarat memungkinkan air yang dihasilkan dapat terkontaminasi oleh bahan-bahan kontaminan yang mengandung mikrobiologi patogen. Hasil tabulasi silang menunjukkan bahwa sumur dengan konstruksi tidak memenuhi syarat dominan memiliki kualitas bakteriologis yang tidak memenuhi syarat (60,0 %) sedangkan sumur dengan konstruksi yang memenuhi syarat dominan memiliki kualitas bakteriologis yang memenuhi syarat (60,0 %). Hal ini memberikan indikasi bahwa konstruksi sumur gali mempengaruhi kualitas bakteriologis air.

KESIMPULAN DAN SARAN

  1. Kesimpulan
    1. Konstruksi sumur gali di wilayah kerja Puskesmas Antang cenderung tidak memenuhi syarat (66,7 %).
    2. Kualitas fisik air sumur gali di wilayah kerja Puskesmas Antang cenderung memenuhi syarat (60,0 %)
    3. Kualitas kimia air sumur gali di wilayah kerja Puskesmas Antang cenderung tidak memenuhi syarat (53,3 %)
    4. Kualitas bakteriologis air sumur gali di wilayah kerja Puskesmas Antang cenderung tidak memenuhi syarat (53,3 %).

  1. Saran
    1. Perlunya pemberian informasi tentang syarat konstruksi sumur gali yang memenuhi syarat yang disertai dengan pemberian bantuan material kepada masyarakat
    2. Pemurnian terhadap kualitas fisik, kimia dan bakteriologis perlu dilaksanakan baik dalam bentuk mekanis maupun kimia sehingga menghasilkan air dengan kualitas yang memenuhi syarat sebagai sumber air minum.
    3. Perlunya pemberian informasi tentang upaya yang dapat dilakukan masyarakat menyangkut tentang pemurnian fisik, kimia dan bakteriologs air sehingga masyarakat secara mandiri dengan informasi yang diperolehnya dapat melakukan sendiri proses pemurnian terhadap air sumur gali yang dimilikinya dan hal ini pula akan membantu menurunkan angka kejadian penyakit menular yang ditularkan melalui media air (Water borne disease).

DAFTAR PUSTAKA

Arya Wardana, Wisnu. 2001. Dampak Pencemaran Lingkungan. Penerbit Andi. Yogyakarta.

Badwi, 2000, Karakteristik Air Sumur Gali Di Kelurahan Lerekang Kecamatan Labakkang Kabupaten Pangkep Tahun 2000, Skripsi STIK Tamalatea Makassar.

Daud, Anwar. 2003. Penyediaan Air Bersih (PAB). Jurusan Kesehatan Lingkungan FKM Universitas Hasanuddin Makassar.

Depkes RI. 1990. Penmenkes No. 416 tentang Persyaratan Kualitas Air Bersih. Jakarta.

Depkes RI, 1996, Sistem Kesehatan Nasional, Jakarta.

Depkes RI, 2003, Indikator Indonesia Sehat 2010 dan Pedoman Penetapan Indikator Propinsi Sehat dan Kabupaten/Kota Sehat, Jakarta.

Depkes, RI. 2004, Profil Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan, Makassar.

Effendi, Hefni. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta.

Efendy, Nasrul, 1999, Dasar-Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat, Rineka Cipta, Jakarta.

Entjang, I., 1997, Ilmu Kesehatan Masyarakat, PT. Citra Aditya Bakti, Jakarta

Fandiaz, Srikandi. 1992. Populasi Air dan Udara. Kanisius. Yogyakarta.

FKM UMI, 2006, Panduan Penulisan Proposal Penelitian dan Skripsi, Makassar.

Kusnaedi. 2002. Mengelola Air Untuk Air Minum. Rineka Cipta. Jakarta.

Notoatmodjo, S, 2000. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.

Sugiono, Statistika Untuk Penelitian, CV Alfabeta, Bandung, 2002.

Sugiono. 2001. Metode Penelitian Administrasi. Alfabeta. Bandung.

Suripin, 2004, Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air, Penerbit Andi. Yogyakarta.

Sutrisno, Totok C, dkk, 2004. Teknologi Penyediaan Air Bersih. Rineka Cipta. Jakarta.

Tempo. 2001. Pencegahan Penyakit Berbasis Lingkungan Melalui JPSBK. (http:/www.tempo.co.id/pencegahan medikaansip/03.2001) di akses 19 Maret 20



Dokument lengkap dapat menghubungi

Rhano


Phone : 085242854524

KUALITAS AIR BERDASARKAN KONSTRUKSI SUMUR GALI (SGL)
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS ANTANG KOTA MAKASSAR
TAHUN 2006

Oleh

Joeharno, SKM

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia sebagai Negara berkembang menghadapi banyak masalah kesehatan sebagai Negara yang memasuki era industrialisasi bangsa Indonesia mengalami berbagai transisi epidemiologi, demografi dan lingkungan, transisi yang dapat dilihat dengan adanya masalah yang berkaitan erat dengan "tradisional hazard" akibat belum terpenuhinya sanitasi dasar khususnya penyediaan air bersih (Tempo, Maret 2001).
Air adalah kekayaan alam yang dikaruniakan Allah SWT sebagai sarana hidup dan kehidupan yang amat penting dan menyangkut hajat hidup manusia, hewan, maupun tumbuhan. Kehidupan di alam ini berkepentingan kepada air. Adanya kenyataan bahwa bumi yang kita huni ini dua pertiga adalah laut, lebih memperkuat lagi kedudukan dan kepentingan air bagi seluruh makhluk dan lingkungan dimana ia berada.(Hefni E, 2003).
Masalah penyediaan air bersih ini menjadi salah satu prioritas dalam perbaikan derajat kesehatan masyarakat. Mengingat keberadaan air sangat vital dibutuhkan oleh makhluk hidup. Kehidupan di muka bumi ini hanya dapat berlangsung dengan keberadaan air. Seiring meningkatnya kepadatan penduduk dan pesatnya pembangunan, maka kebutuhan air pun semakin meningkat. Sehingga dituntut tersedianya air yang sehat yang meliputi pengawasan dan penetapan kualitas air untuk berbagai kebutuhan dan kehidupan manusia yang bertujuan untuk menjamin tercapainya air minum maupun air bersih yang memenuhi syarat kesehatan bagi seluruh lapisan masyarakat.
Banyak penduduk yang terpaksa memanfaatkan air yang kurang bagus kualitasnya. Tentu saja hal ini akan berakibat kurang baik bagi kesehatan masyarakat pada jangka pendek, kualitas yang kurang baik dapat mengakibatkan muntaber, diare, kolera, tipus, atau disentri. Hal ini dapat terjadi pada keadaan sanitasi lingkungan yang kurang baik. Bila air tanah dan air permukaan tercemari oleh kotoran, secara otomatis kuman kuman tersebar ke sumber air yang dipakai untuk keperluan rumah tangga. Dalam jangka panjang, air yang berkualitas kurang dapat mengakibatkan penyakit keropos tulang, korosi gigi, anemia, dan kerusakan ginjal. Hal ini terjadi karena terdapatnya logam logam yang berat yang banyak bersifat toksik (racun) dan pengendapan pada ginjal (Kusnaedi, 2002).
Salah satu upaya perlindungan air adalah dibangunnya sarana air bersih baik secara individual maupun berupa bantuan proyek dari pemerintah yang bertujuan untuk menyediakan air yang sehat bagi masyarakat. Salah satunya yang paling umum digunakan adalah sumur gali (Hlida, 2004).
Program cakupan air bersih di kota Makassar Pada tahun 2004 sebesar 82,55% , sedangkan cakupan air minum pada tahun 2004 sebesar 80,85% untuk fisik, cakupan kualitas air bersih sebesar 87,02% terjadi peningkatan dibandingkan dengan tahun 2003 yaitu 83,43 (Dinkes Kota Makassar, 2004).
Menurut data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Makassar, tahun 2004, bahwa jumlah sarana sumur gali yang ada di Kota Makassar sebanyak 42.003 buah, sedangkan untuk Kelurahan Antang jumlah sarana sumur gali sebanyak 800 buah SGL.
Keberadaan sumur gali (SGL) baik dari. segi konstruksinya maupun jarak peletakan terhadap sumber pencemaran masih sangat memprihatinkan disebabkan karena adanya konstruksi SGL yang tidak memenuhi syarat kesehatan dan letaknya kurang diperhatikan, sehingga mempunyai resiko tinggi terjadinya pencemaran kualitas air baik yang berasal dari jamban, sampah dan dari air buangan lainnya (Profil Puskesmas Antang, 2004).
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis ingin mengetahui gambaran kualitas air baik kualitas fisik, kimia dan bakteriologis terhadap konstruksi sumur gali di wilayah kerja Puskesmas Antang.

B. Rumusan Masalah
  1. Bagaimana gambaran kualitas fisik air berdasarkan konstruksi sumur gali ditinjuau dari aspek keadaan dinding, bibir dan jarak sumur dari sumber pencamaran.
  2. Bagaimana gambaran kualitas kimia air sumur gali berdasarkan konstruksi sumur gali ditinjau dari aspek keadaan dinding, bibir dan jarak sumur dari sumber pencemaran.
  3. Bagaimana gambaran kualitas bakteriologis air berdasarkan konstruksi sumur gali ditinjau dari aspek dinding, bibir dan jarak sumur gali dari sumber pencemaran.
C. Tujuan Penelitian
  1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran kualitas air berdasarkan konstruksi sumur gali di wilayah kerja Puskesmas Antang.
  1. Tujuan Khusus
    1. Untuk mengetahui gambaran kualitas fisik air berdasarkan konstruksi sumur gali.
    2. Untuk mengetahui gambaran kualitas kimia air berdasarkan konstruksi sumur gali.
    3. Untuk mengetahui gambaran kualitas bakteriologis air berdasarkan konstruksi sumur gali.

D. Manfaat Penelitian
      1. Sebagai bahan informasi bagi pihak instansi yang terkait dalam upaya penyediaan air bersih yang memenuhi syarat kesehatan.
      2. Sebagai sumbangan ilmiah dan informasi dalam memperkaya khasanah ilmu pengetahuan utamanya di bidang kesehatan lingkungan serta dapat menjadi bahan bacaan atau perbandingan bagi peneliti berikutnya.
      3. Sebagai media untuk menambah pengetahuan dan pengalaman penulis dalam mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh di bangku kuliah.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Air
1. Siklus Hidrologi
2. Sumber-Sumber Air
B. Kualitas Air
C. Persyaratan Kualitas Air
1. Syarat Fisik
    1. Suhu
    2. Warna
    3. Bau
    4. Rasa
    5. Kekeruhan
2. Syarat Kimia
3. Syarat Mikrobiologi
3. Syarat Radioaktif
D. Sumur Gali
1. Pengertian
2. Jenis – jenis Sumur Gali
3. Syarat – syarat Sumur Gali
KERANGKA KONSEP

A. Dasar Pemikiran Variabel yang akan diteliti
      1. Konstruksi Sumur Gali
      2. Kualitas fisik air
3. Kualitas kimia air
4. Kualitas bakteriologis air
B. Skema pola Pikir Variabel Yang Diteliti
C. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif
  1. Konstruksi sumur gali
  2. Kualitas fisik air
  3. Kualitas kimia air
4. Kualitas bakteriologis air
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian survei dengan pendekatan deskriptif yang bertujuan untuk memperoleh gambaran konstruksi sumur gali terhadap kualitas air mencakup kualitas fisik, kimia dan bakteriologis.
B. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Kelurahan Antang di wilayah kerja Puskesmas Antang.

C. Populasi dan Sampel
  1. Populasi
Yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah semua sumur gali yang ada di wilayah kerja Puskesmas Antang sebanyak 800 buah SGL.
  1. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah sebahagian dari seluruh sumur gali di Kelurahan Antang sebanyak 15 buah sumur gali dengan metode pengambilan sampel dilakukan secara Purpossive sampling dengan kriteria sebagai berikut :
1. Sumur gali digunakan sebagai sumber air minum keluarga
2. Sumur gali telah digunakan minimal 1 tahun
3. Pemilik berada ditempat dan bersedia sumurnya untuk dijadikan sampel

D. Pengolahan dan Penyajian Data
  1. Pengolahan Data
Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan bantuan komputer program SPSS for Windows versi 12.0.
  1. Penyajian Data
Penyajian data dilakukan dalam bentuk table distribusi frekuensi dan tabel silang antara variabel dependen dan independen yang bertujuan sebaran konstruksi sumur gali dengan syarat kualitas air sumur gali yang disertai penjelasan atau narasi.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    1. Konstruksi Sumur Gali
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebahagian besar sampel memiliki konstruksi sumur gali yang tidak memenuhi syarat (66,7 %). Hasil ini memberikan indikasi bahwa sebahagian besar sumur di wilayah kerja Puskesmas Antang memiliki konstruksi yang tidak memenuhi syarat.
Kostruksi sumur gali yang ditunjukkan pada penelitian ini sebagian besar tidak memenuhi syarat didukung dengan hasil penelitian tentang jarak sumur dari sumber pencemaran dominan memenuhi syarat (73,3 %) yakni minimal 10 meter, bibir sumur dominan memenuhi syarat (60,0 %) yakni tinggi ≥ 1 meter, dinding sumur dominan memenuhi syarat (73,3 %) dengan tinggi bibir sumur ≥ 3 meter.
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa masih terdapat sumur gali dengan konstruksi yang tidak memenuhi syarat (33,3 %) dan hal ini akan mempengaruhi kualitas air yang dihasilkan baik kualitas fisik, kimia maupun bakteriologis.
Konstruksi sumur gali yang tidak memenuhi syarat disebabkan oleh banyak faktor diantaranya adalah aspek pengetahuan yang dimiliki si pemiliki sumur terhadap dampak konstruksi sumur gali yang tidak memenuhi syarat. Selain itu, aspek pengetahuan yang lain mencakup ketidaktahuan pemilik sumur tentang konstruksi sumur yang memenuhi syarat juga turut mempengaruhi.
Aspek lain yang mempengaruhi konstruksi sumur tidak memenuhi syarat adalah keadaan perekonomian masyarakat yang menggunakan sumur sebagai sumber air dimana untuk membuat sumur dengan konstruksi sumur yang memenuhi syarat membutuhkan dana yang lebih besar seperti pengadaan semen dalam pembuatan lantai, dan dinding sumur.
    1. Kualitas Fisik Air Sumur Gali
Hasil penelitian menunjukkan bahwa masih terdapat sampel dengan kualitas fisik tidak memenuhi syarat sebagai sumber air keluarga (40,0 %). Angka ini masih dirasakan tinggi mengingat pencapaiannya mendekati 50 % sehingga diperlukan upaya yang maksimal dalam pemurnian fisik air sumur gali. Hasil ini juga dapat memberikan indikasi bahwa penyakit yang berhubungan dengan water born disease insidensinya tinggi pada daerah pengambilan sampel.
Kualitas fisik air sumur gali yang tidak memenuhi syarat biasanya dipengaruhi oleh keadaan musim sehingga jika pengambilan sampel dilakukan pada musim penghujan, kemungkinan yang terjadi adalah kualitas fisiknya menurun seperti meningkatnya tingkat kekeruhan sebab banyaknya larutan tersuspensi dalam air.
Faktor lain yang turut mempengaruhi kualitas fisik air adalah jarak sumur gali dengan sumber pencemaran dimana semakin dekat (kurang dari 10 meter) kemungkinan besar terjadinya pencemaran terhadap material kontaminan terjadi dan berlangsung dengan cepat mengingat jarak yang relatif dekat.
Hasil tabulasi silang distribusi kualitas fisik air terhadap konstruksi sumur menunjukkan bahwa sampel yang memiliki konstruksi yang tidak memenuhi syarat lebih dominan memiliki kualitas fisik air yang memenuhi syarat (70,0 %) sedangkan sampel dengan konstruksi sumur memenuhi syarat lebih dominan memiliki kualitas fisik air yang tidak memenuhi syarat (60,0%). Hal ini memberi indikasi bahwa kualitas fisik air tidak dipengaruhi oleh konstruksi sumur gali dimana sumur gali dengan konstruksi tidak memenuhi syarat tidak mempengaruhi kualitas fisik air yakni tidak berbau, tidak berasa, tidak keruh, tidak berwarna dan memiliki suhu yang optimal lebih dominan pada konstruksi sumur yang tidak memenuhi syarat.
    1. Kualitas Kimia Air Sumur gali
Hasil pemeriksaan kandungan kimia yaitu, pH, Fe dan Cl menunjukkan bahwa syarat kimia air pada air sumur gali lebih dominan tidak memenuhi syarat (53,3 %).
Hasil tabulasi silang distribusi kualitas kimia pada konstruksi sumur gali menunjukkan bahwa sumur dengan konstruksi sumur tidak memenuhi syarat dominan memiliki kualitas kimia yang memenuhi syarat (60,0 %) sedangkan sumur dengan konstruksi tidak memenuhi syarat dominan memiliki kualitas kimia yang tidak memenuhi syarat (80,0 %).
Sumur dengan konstruksi tidak memenuhi syarat namun memiliki kualitas kimia air yang memenuhi syarat dapat memberikan indikasi bahwa sumur pada konstruksi tidak memenuhi syarat biasanya masih bersifat tradisional sehingga hasil yang dihasilkan tidak terpengaruh oleh berbagai kemungkinan pencemaran dari bahan kimia. Selain itu, keadaan tanah turut mempengaruhi dimana pada penelitian ini tidak dibatasi pada keadaan jenis tanah dan jika dihubungkan dengan hal tersebut dapat memberi interpretasi bahwa dominan sumur memiliki konstruk dengan kemampuan filterisasi maksimal terhadap kandungan berbagai bahan kimia sehingga menghasilkan air dengan kualitas kimia yang memenuhi syarat.
    1. Kualitas Bakteriologis Air Sumur Gali
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dominan sampel air yang diperoleh dari sumur gali tidak memenuhi kualitas bakteriologis (53,3 %). Hal ini memberikan indikasi bahwa air sumur gali dominan tidak layak untuk digunakan sebagai sumber air minum namun karena aspek tertentu seperti ketidaktahuan masyarakat tentang kandungan bakteriologis dalam air sehingga sumber air ini masih tetap dipergunakan.
Kualitas bakteriologis air yang tidak memenuhi syarat dapat dipengaruhi oleh keadaan konstruksi sumur gali dimana konstruksi yang tidak memenuhi syarat memungkinkan air yang dihasilkan dapat terkontaminasi oleh bahan-bahan kontaminan yang mengandung mikrobiologi patogen. Hasil tabulasi silang menunjukkan bahwa sumur dengan konstruksi tidak memenuhi syarat dominan memiliki kualitas bakteriologis yang tidak memenuhi syarat (60,0 %) sedangkan sumur dengan konstruksi yang memenuhi syarat dominan memiliki kualitas bakteriologis yang memenuhi syarat (60,0 %). Hal ini memberikan indikasi bahwa konstruksi sumur gali mempengaruhi kualitas bakteriologis air.

KESIMPULAN DAN SARAN

  1. Kesimpulan
    1. Konstruksi sumur gali di wilayah kerja Puskesmas Antang cenderung tidak memenuhi syarat (66,7 %).
    2. Kualitas fisik air sumur gali di wilayah kerja Puskesmas Antang cenderung memenuhi syarat (60,0 %)
    3. Kualitas kimia air sumur gali di wilayah kerja Puskesmas Antang cenderung tidak memenuhi syarat (53,3 %)
    4. Kualitas bakteriologis air sumur gali di wilayah kerja Puskesmas Antang cenderung tidak memenuhi syarat (53,3 %).

  1. Saran
    1. Perlunya pemberian informasi tentang syarat konstruksi sumur gali yang memenuhi syarat yang disertai dengan pemberian bantuan material kepada masyarakat
    2. Pemurnian terhadap kualitas fisik, kimia dan bakteriologis perlu dilaksanakan baik dalam bentuk mekanis maupun kimia sehingga menghasilkan air dengan kualitas yang memenuhi syarat sebagai sumber air minum.
    3. Perlunya pemberian informasi tentang upaya yang dapat dilakukan masyarakat menyangkut tentang pemurnian fisik, kimia dan bakteriologs air sehingga masyarakat secara mandiri dengan informasi yang diperolehnya dapat melakukan sendiri proses pemurnian terhadap air sumur gali yang dimilikinya dan hal ini pula akan membantu menurunkan angka kejadian penyakit menular yang ditularkan melalui media air (Water borne disease).

DAFTAR PUSTAKA

Arya Wardana, Wisnu. 2001. Dampak Pencemaran Lingkungan. Penerbit Andi. Yogyakarta.

Badwi, 2000, Karakteristik Air Sumur Gali Di Kelurahan Lerekang Kecamatan Labakkang Kabupaten Pangkep Tahun 2000, Skripsi STIK Tamalatea Makassar.

Daud, Anwar. 2003. Penyediaan Air Bersih (PAB). Jurusan Kesehatan Lingkungan FKM Universitas Hasanuddin Makassar.

Depkes RI. 1990. Penmenkes No. 416 tentang Persyaratan Kualitas Air Bersih. Jakarta.

Depkes RI, 1996, Sistem Kesehatan Nasional, Jakarta.

Depkes RI, 2003, Indikator Indonesia Sehat 2010 dan Pedoman Penetapan Indikator Propinsi Sehat dan Kabupaten/Kota Sehat, Jakarta.

Depkes, RI. 2004, Profil Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan, Makassar.

Effendi, Hefni. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta.

Efendy, Nasrul, 1999, Dasar-Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat, Rineka Cipta, Jakarta.

Entjang, I., 1997, Ilmu Kesehatan Masyarakat, PT. Citra Aditya Bakti, Jakarta

Fandiaz, Srikandi. 1992. Populasi Air dan Udara. Kanisius. Yogyakarta.

FKM UMI, 2006, Panduan Penulisan Proposal Penelitian dan Skripsi, Makassar.

Kusnaedi. 2002. Mengelola Air Untuk Air Minum. Rineka Cipta. Jakarta.

Notoatmodjo, S, 2000. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.

Sugiono, Statistika Untuk Penelitian, CV Alfabeta, Bandung, 2002.

Sugiono. 2001. Metode Penelitian Administrasi. Alfabeta. Bandung.

Suripin, 2004, Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air, Penerbit Andi. Yogyakarta.

Sutrisno, Totok C, dkk, 2004. Teknologi Penyediaan Air Bersih. Rineka Cipta. Jakarta.

Tempo. 2001. Pencegahan Penyakit Berbasis Lingkungan Melalui JPSBK. (http:/www.tempo.co.id/pencegahan medikaansip/03.2001) di akses 19 Maret 20



Dokument lengkap dapat menghubungi

Rhano


Phone : 085242854524

KUALITAS AIR BERDASARKAN KONSTRUKSI SUMUR GALI (SGL)
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS ANTANG KOTA MAKASSAR
TAHUN 2006

Oleh

Joeharno, SKM

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia sebagai Negara berkembang menghadapi banyak masalah kesehatan sebagai Negara yang memasuki era industrialisasi bangsa Indonesia mengalami berbagai transisi epidemiologi, demografi dan lingkungan, transisi yang dapat dilihat dengan adanya masalah yang berkaitan erat dengan "tradisional hazard" akibat belum terpenuhinya sanitasi dasar khususnya penyediaan air bersih (Tempo, Maret 2001).
Air adalah kekayaan alam yang dikaruniakan Allah SWT sebagai sarana hidup dan kehidupan yang amat penting dan menyangkut hajat hidup manusia, hewan, maupun tumbuhan. Kehidupan di alam ini berkepentingan kepada air. Adanya kenyataan bahwa bumi yang kita huni ini dua pertiga adalah laut, lebih memperkuat lagi kedudukan dan kepentingan air bagi seluruh makhluk dan lingkungan dimana ia berada.(Hefni E, 2003).
Masalah penyediaan air bersih ini menjadi salah satu prioritas dalam perbaikan derajat kesehatan masyarakat. Mengingat keberadaan air sangat vital dibutuhkan oleh makhluk hidup. Kehidupan di muka bumi ini hanya dapat berlangsung dengan keberadaan air. Seiring meningkatnya kepadatan penduduk dan pesatnya pembangunan, maka kebutuhan air pun semakin meningkat. Sehingga dituntut tersedianya air yang sehat yang meliputi pengawasan dan penetapan kualitas air untuk berbagai kebutuhan dan kehidupan manusia yang bertujuan untuk menjamin tercapainya air minum maupun air bersih yang memenuhi syarat kesehatan bagi seluruh lapisan masyarakat.
Banyak penduduk yang terpaksa memanfaatkan air yang kurang bagus kualitasnya. Tentu saja hal ini akan berakibat kurang baik bagi kesehatan masyarakat pada jangka pendek, kualitas yang kurang baik dapat mengakibatkan muntaber, diare, kolera, tipus, atau disentri. Hal ini dapat terjadi pada keadaan sanitasi lingkungan yang kurang baik. Bila air tanah dan air permukaan tercemari oleh kotoran, secara otomatis kuman kuman tersebar ke sumber air yang dipakai untuk keperluan rumah tangga. Dalam jangka panjang, air yang berkualitas kurang dapat mengakibatkan penyakit keropos tulang, korosi gigi, anemia, dan kerusakan ginjal. Hal ini terjadi karena terdapatnya logam logam yang berat yang banyak bersifat toksik (racun) dan pengendapan pada ginjal (Kusnaedi, 2002).
Salah satu upaya perlindungan air adalah dibangunnya sarana air bersih baik secara individual maupun berupa bantuan proyek dari pemerintah yang bertujuan untuk menyediakan air yang sehat bagi masyarakat. Salah satunya yang paling umum digunakan adalah sumur gali (Hlida, 2004).
Program cakupan air bersih di kota Makassar Pada tahun 2004 sebesar 82,55% , sedangkan cakupan air minum pada tahun 2004 sebesar 80,85% untuk fisik, cakupan kualitas air bersih sebesar 87,02% terjadi peningkatan dibandingkan dengan tahun 2003 yaitu 83,43 (Dinkes Kota Makassar, 2004).
Menurut data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Makassar, tahun 2004, bahwa jumlah sarana sumur gali yang ada di Kota Makassar sebanyak 42.003 buah, sedangkan untuk Kelurahan Antang jumlah sarana sumur gali sebanyak 800 buah SGL.
Keberadaan sumur gali (SGL) baik dari. segi konstruksinya maupun jarak peletakan terhadap sumber pencemaran masih sangat memprihatinkan disebabkan karena adanya konstruksi SGL yang tidak memenuhi syarat kesehatan dan letaknya kurang diperhatikan, sehingga mempunyai resiko tinggi terjadinya pencemaran kualitas air baik yang berasal dari jamban, sampah dan dari air buangan lainnya (Profil Puskesmas Antang, 2004).
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis ingin mengetahui gambaran kualitas air baik kualitas fisik, kimia dan bakteriologis terhadap konstruksi sumur gali di wilayah kerja Puskesmas Antang.

B. Rumusan Masalah
  1. Bagaimana gambaran kualitas fisik air berdasarkan konstruksi sumur gali ditinjuau dari aspek keadaan dinding, bibir dan jarak sumur dari sumber pencamaran.
  2. Bagaimana gambaran kualitas kimia air sumur gali berdasarkan konstruksi sumur gali ditinjau dari aspek keadaan dinding, bibir dan jarak sumur dari sumber pencemaran.
  3. Bagaimana gambaran kualitas bakteriologis air berdasarkan konstruksi sumur gali ditinjau dari aspek dinding, bibir dan jarak sumur gali dari sumber pencemaran.
C. Tujuan Penelitian
  1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran kualitas air berdasarkan konstruksi sumur gali di wilayah kerja Puskesmas Antang.
  1. Tujuan Khusus
    1. Untuk mengetahui gambaran kualitas fisik air berdasarkan konstruksi sumur gali.
    2. Untuk mengetahui gambaran kualitas kimia air berdasarkan konstruksi sumur gali.
    3. Untuk mengetahui gambaran kualitas bakteriologis air berdasarkan konstruksi sumur gali.

D. Manfaat Penelitian
      1. Sebagai bahan informasi bagi pihak instansi yang terkait dalam upaya penyediaan air bersih yang memenuhi syarat kesehatan.
      2. Sebagai sumbangan ilmiah dan informasi dalam memperkaya khasanah ilmu pengetahuan utamanya di bidang kesehatan lingkungan serta dapat menjadi bahan bacaan atau perbandingan bagi peneliti berikutnya.
      3. Sebagai media untuk menambah pengetahuan dan pengalaman penulis dalam mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh di bangku kuliah.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Air
1. Siklus Hidrologi
2. Sumber-Sumber Air
B. Kualitas Air
C. Persyaratan Kualitas Air
1. Syarat Fisik
    1. Suhu
    2. Warna
    3. Bau
    4. Rasa
    5. Kekeruhan
2. Syarat Kimia
3. Syarat Mikrobiologi
3. Syarat Radioaktif
D. Sumur Gali
1. Pengertian
2. Jenis – jenis Sumur Gali
3. Syarat – syarat Sumur Gali
KERANGKA KONSEP

A. Dasar Pemikiran Variabel yang akan diteliti
      1. Konstruksi Sumur Gali
      2. Kualitas fisik air
3. Kualitas kimia air
4. Kualitas bakteriologis air
B. Skema pola Pikir Variabel Yang Diteliti
C. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif
  1. Konstruksi sumur gali
  2. Kualitas fisik air
  3. Kualitas kimia air
4. Kualitas bakteriologis air
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian survei dengan pendekatan deskriptif yang bertujuan untuk memperoleh gambaran konstruksi sumur gali terhadap kualitas air mencakup kualitas fisik, kimia dan bakteriologis.
B. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Kelurahan Antang di wilayah kerja Puskesmas Antang.

C. Populasi dan Sampel
  1. Populasi
Yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah semua sumur gali yang ada di wilayah kerja Puskesmas Antang sebanyak 800 buah SGL.
  1. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah sebahagian dari seluruh sumur gali di Kelurahan Antang sebanyak 15 buah sumur gali dengan metode pengambilan sampel dilakukan secara Purpossive sampling dengan kriteria sebagai berikut :
1. Sumur gali digunakan sebagai sumber air minum keluarga
2. Sumur gali telah digunakan minimal 1 tahun
3. Pemilik berada ditempat dan bersedia sumurnya untuk dijadikan sampel

D. Pengolahan dan Penyajian Data
  1. Pengolahan Data
Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan bantuan komputer program SPSS for Windows versi 12.0.
  1. Penyajian Data
Penyajian data dilakukan dalam bentuk table distribusi frekuensi dan tabel silang antara variabel dependen dan independen yang bertujuan sebaran konstruksi sumur gali dengan syarat kualitas air sumur gali yang disertai penjelasan atau narasi.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    1. Konstruksi Sumur Gali
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebahagian besar sampel memiliki konstruksi sumur gali yang tidak memenuhi syarat (66,7 %). Hasil ini memberikan indikasi bahwa sebahagian besar sumur di wilayah kerja Puskesmas Antang memiliki konstruksi yang tidak memenuhi syarat.
Kostruksi sumur gali yang ditunjukkan pada penelitian ini sebagian besar tidak memenuhi syarat didukung dengan hasil penelitian tentang jarak sumur dari sumber pencemaran dominan memenuhi syarat (73,3 %) yakni minimal 10 meter, bibir sumur dominan memenuhi syarat (60,0 %) yakni tinggi ≥ 1 meter, dinding sumur dominan memenuhi syarat (73,3 %) dengan tinggi bibir sumur ≥ 3 meter.
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa masih terdapat sumur gali dengan konstruksi yang tidak memenuhi syarat (33,3 %) dan hal ini akan mempengaruhi kualitas air yang dihasilkan baik kualitas fisik, kimia maupun bakteriologis.
Konstruksi sumur gali yang tidak memenuhi syarat disebabkan oleh banyak faktor diantaranya adalah aspek pengetahuan yang dimiliki si pemiliki sumur terhadap dampak konstruksi sumur gali yang tidak memenuhi syarat. Selain itu, aspek pengetahuan yang lain mencakup ketidaktahuan pemilik sumur tentang konstruksi sumur yang memenuhi syarat juga turut mempengaruhi.
Aspek lain yang mempengaruhi konstruksi sumur tidak memenuhi syarat adalah keadaan perekonomian masyarakat yang menggunakan sumur sebagai sumber air dimana untuk membuat sumur dengan konstruksi sumur yang memenuhi syarat membutuhkan dana yang lebih besar seperti pengadaan semen dalam pembuatan lantai, dan dinding sumur.
    1. Kualitas Fisik Air Sumur Gali
Hasil penelitian menunjukkan bahwa masih terdapat sampel dengan kualitas fisik tidak memenuhi syarat sebagai sumber air keluarga (40,0 %). Angka ini masih dirasakan tinggi mengingat pencapaiannya mendekati 50 % sehingga diperlukan upaya yang maksimal dalam pemurnian fisik air sumur gali. Hasil ini juga dapat memberikan indikasi bahwa penyakit yang berhubungan dengan water born disease insidensinya tinggi pada daerah pengambilan sampel.
Kualitas fisik air sumur gali yang tidak memenuhi syarat biasanya dipengaruhi oleh keadaan musim sehingga jika pengambilan sampel dilakukan pada musim penghujan, kemungkinan yang terjadi adalah kualitas fisiknya menurun seperti meningkatnya tingkat kekeruhan sebab banyaknya larutan tersuspensi dalam air.
Faktor lain yang turut mempengaruhi kualitas fisik air adalah jarak sumur gali dengan sumber pencemaran dimana semakin dekat (kurang dari 10 meter) kemungkinan besar terjadinya pencemaran terhadap material kontaminan terjadi dan berlangsung dengan cepat mengingat jarak yang relatif dekat.
Hasil tabulasi silang distribusi kualitas fisik air terhadap konstruksi sumur menunjukkan bahwa sampel yang memiliki konstruksi yang tidak memenuhi syarat lebih dominan memiliki kualitas fisik air yang memenuhi syarat (70,0 %) sedangkan sampel dengan konstruksi sumur memenuhi syarat lebih dominan memiliki kualitas fisik air yang tidak memenuhi syarat (60,0%). Hal ini memberi indikasi bahwa kualitas fisik air tidak dipengaruhi oleh konstruksi sumur gali dimana sumur gali dengan konstruksi tidak memenuhi syarat tidak mempengaruhi kualitas fisik air yakni tidak berbau, tidak berasa, tidak keruh, tidak berwarna dan memiliki suhu yang optimal lebih dominan pada konstruksi sumur yang tidak memenuhi syarat.
    1. Kualitas Kimia Air Sumur gali
Hasil pemeriksaan kandungan kimia yaitu, pH, Fe dan Cl menunjukkan bahwa syarat kimia air pada air sumur gali lebih dominan tidak memenuhi syarat (53,3 %).
Hasil tabulasi silang distribusi kualitas kimia pada konstruksi sumur gali menunjukkan bahwa sumur dengan konstruksi sumur tidak memenuhi syarat dominan memiliki kualitas kimia yang memenuhi syarat (60,0 %) sedangkan sumur dengan konstruksi tidak memenuhi syarat dominan memiliki kualitas kimia yang tidak memenuhi syarat (80,0 %).
Sumur dengan konstruksi tidak memenuhi syarat namun memiliki kualitas kimia air yang memenuhi syarat dapat memberikan indikasi bahwa sumur pada konstruksi tidak memenuhi syarat biasanya masih bersifat tradisional sehingga hasil yang dihasilkan tidak terpengaruh oleh berbagai kemungkinan pencemaran dari bahan kimia. Selain itu, keadaan tanah turut mempengaruhi dimana pada penelitian ini tidak dibatasi pada keadaan jenis tanah dan jika dihubungkan dengan hal tersebut dapat memberi interpretasi bahwa dominan sumur memiliki konstruk dengan kemampuan filterisasi maksimal terhadap kandungan berbagai bahan kimia sehingga menghasilkan air dengan kualitas kimia yang memenuhi syarat.
    1. Kualitas Bakteriologis Air Sumur Gali
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dominan sampel air yang diperoleh dari sumur gali tidak memenuhi kualitas bakteriologis (53,3 %). Hal ini memberikan indikasi bahwa air sumur gali dominan tidak layak untuk digunakan sebagai sumber air minum namun karena aspek tertentu seperti ketidaktahuan masyarakat tentang kandungan bakteriologis dalam air sehingga sumber air ini masih tetap dipergunakan.
Kualitas bakteriologis air yang tidak memenuhi syarat dapat dipengaruhi oleh keadaan konstruksi sumur gali dimana konstruksi yang tidak memenuhi syarat memungkinkan air yang dihasilkan dapat terkontaminasi oleh bahan-bahan kontaminan yang mengandung mikrobiologi patogen. Hasil tabulasi silang menunjukkan bahwa sumur dengan konstruksi tidak memenuhi syarat dominan memiliki kualitas bakteriologis yang tidak memenuhi syarat (60,0 %) sedangkan sumur dengan konstruksi yang memenuhi syarat dominan memiliki kualitas bakteriologis yang memenuhi syarat (60,0 %). Hal ini memberikan indikasi bahwa konstruksi sumur gali mempengaruhi kualitas bakteriologis air.

KESIMPULAN DAN SARAN

  1. Kesimpulan
    1. Konstruksi sumur gali di wilayah kerja Puskesmas Antang cenderung tidak memenuhi syarat (66,7 %).
    2. Kualitas fisik air sumur gali di wilayah kerja Puskesmas Antang cenderung memenuhi syarat (60,0 %)
    3. Kualitas kimia air sumur gali di wilayah kerja Puskesmas Antang cenderung tidak memenuhi syarat (53,3 %)
    4. Kualitas bakteriologis air sumur gali di wilayah kerja Puskesmas Antang cenderung tidak memenuhi syarat (53,3 %).

  1. Saran
    1. Perlunya pemberian informasi tentang syarat konstruksi sumur gali yang memenuhi syarat yang disertai dengan pemberian bantuan material kepada masyarakat
    2. Pemurnian terhadap kualitas fisik, kimia dan bakteriologis perlu dilaksanakan baik dalam bentuk mekanis maupun kimia sehingga menghasilkan air dengan kualitas yang memenuhi syarat sebagai sumber air minum.
    3. Perlunya pemberian informasi tentang upaya yang dapat dilakukan masyarakat menyangkut tentang pemurnian fisik, kimia dan bakteriologs air sehingga masyarakat secara mandiri dengan informasi yang diperolehnya dapat melakukan sendiri proses pemurnian terhadap air sumur gali yang dimilikinya dan hal ini pula akan membantu menurunkan angka kejadian penyakit menular yang ditularkan melalui media air (Water borne disease).

DAFTAR PUSTAKA

Arya Wardana, Wisnu. 2001. Dampak Pencemaran Lingkungan. Penerbit Andi. Yogyakarta.

Badwi, 2000, Karakteristik Air Sumur Gali Di Kelurahan Lerekang Kecamatan Labakkang Kabupaten Pangkep Tahun 2000, Skripsi STIK Tamalatea Makassar.

Daud, Anwar. 2003. Penyediaan Air Bersih (PAB). Jurusan Kesehatan Lingkungan FKM Universitas Hasanuddin Makassar.

Depkes RI. 1990. Penmenkes No. 416 tentang Persyaratan Kualitas Air Bersih. Jakarta.

Depkes RI, 1996, Sistem Kesehatan Nasional, Jakarta.

Depkes RI, 2003, Indikator Indonesia Sehat 2010 dan Pedoman Penetapan Indikator Propinsi Sehat dan Kabupaten/Kota Sehat, Jakarta.

Depkes, RI. 2004, Profil Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan, Makassar.

Effendi, Hefni. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta.

Efendy, Nasrul, 1999, Dasar-Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat, Rineka Cipta, Jakarta.

Entjang, I., 1997, Ilmu Kesehatan Masyarakat, PT. Citra Aditya Bakti, Jakarta

Fandiaz, Srikandi. 1992. Populasi Air dan Udara. Kanisius. Yogyakarta.

FKM UMI, 2006, Panduan Penulisan Proposal Penelitian dan Skripsi, Makassar.

Kusnaedi. 2002. Mengelola Air Untuk Air Minum. Rineka Cipta. Jakarta.

Notoatmodjo, S, 2000. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.

Sugiono, Statistika Untuk Penelitian, CV Alfabeta, Bandung, 2002.

Sugiono. 2001. Metode Penelitian Administrasi. Alfabeta. Bandung.

Suripin, 2004, Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air, Penerbit Andi. Yogyakarta.

Sutrisno, Totok C, dkk, 2004. Teknologi Penyediaan Air Bersih. Rineka Cipta. Jakarta.

Tempo. 2001. Pencegahan Penyakit Berbasis Lingkungan Melalui JPSBK. (http:/www.tempo.co.id/pencegahan medikaansip/03.2001) di akses 19 Maret 20



Dokument lengkap dapat menghubungi

Rhano


Phone : 085242854524