![[Penginapan] Lake Tekapo Motels & Holiday Park [Penginapan] Lake Tekapo Motels & Holiday Park](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEinkTg6B4vDxVUMIPFPbt65prXyIkcPph84YBIs75NubGHpU0kOmM8OuHLc7LBEbsPJ3sSL3LSaxdrb5WHkkIs2024i5hoXIcl2tAQp7M9D3KBtUl61ZAKEmAhDypLF7IwxDGw6btR7CQoi/w300/mobil+kabin.jpg)
Lihat Detail
[Penginapan] Lake Tekapo Motels & Holiday Park
![]() |
Mobil sewaan di belakang kabin kami di Lake Tekapo Holiday Park |
Don't judge an accommodation by it's website! Website Lake Tekapo Motels & Holiday Park ini tidak begitu meyakinkan, namun kabin dan fasilitas yang kami dapatkan cukup lumayan, plus bonus pemandangan danau Tekapo yang bisa dilihat langsung dari dalam kabin :)
Ketika mencari akomodasi di Lake Tekapo, saya cukup bingung karena pilihan di Wotif sangat sedikit. Pilihan di website informasi lokal juga tidak ada yang cocok, terutama harganya :p Di Lake Tekapo ini banyak didirikan resort-resort mewah yang harganya tentu tidak sesuai dengan anggaran liburan kami. Ada satu hotel waralaba mewah yang terkenal di sini, yang harga vila untuk keluarganya di atas NZ$ 350. Not for us! Dengan anggaran maksimal NZ$ 150 per malam, akhirnya saya menemukan akomodasi yang sesuai untuk keluarga kami: kabin dengan kamar mandi dalam di Holiday Park.
Saya memesan langsung akomodasi ini di website mereka. Harga awal kabin ini adalah NZ$ 120 per malam untuk 2 orang. Anak-anak di bawah usia 14 tahun membayar tambahan NZ$10 per malam, sehingga total NZ$ 140 per malam untuk kami berempat. Ketika tiba di Holiday Park ini saya cukup was-was, takut akomodasinya tidak sesuai dengan yang kami harapkan. Berbeda dengan Holiday Park di Te Anau yang kelihatan baru dan terawat, bangunan-bangunan di Holiday Park ini tampak tua. Dari luar, kantor resepsionis tampak seperti gudang. Ketika masuk ke kompleks Holiday Park yang luas ini, kami melewati dua taman bermain, yang satu sudah rusak dan satunya tampak tua dan tidak terawat. Saya jadi semakin takut melihat kabin kami.
Ternyata yang saya khawatirkan tidak terjadi. Kabin kami yang kecil cukup bagus dan terawat. Ketika kami datang, kamar sudah bersih dan rapi, dengan sprei baru, berikut handuk dan sabun mandi baru. Ukuran kabin ini sekitar 4x7 meter, berisi satu ranjang dobel dan satu set ranjang susun (bunk bed). The Precils langsung excited mencoba naik turun ranjang susun ini. Ada dua set meja kursi seperti di kafe, yang juga bisa kami bawa ke teras. Ada satu TV kecil yang tidak pernah kami nyalakan. Di sudut lain ada fasilitas kulkas kecil, ketel listrik, pemanggang roti, dan bak cuci piring. Peralatan makan lengkap seperti piring, gelas, sendok, garpu juga disediakan di sini. Kamar mandi (pancuran), toilet dan wastafel yang lebih baru daripada kamar mandi di Te Anau, ada di dalam kabin di samping kamar.
Yang paling mengesankan dari penginapan ini adalah pemandangan luar biasa yang bisa kami lihat dari dalam kamar. Kabin kami terletak persis di pinggir Lake Tekapo, hanya dihalangi oleh padang bunga liar warna-warni. Setelah beres-beres barang bawaan kami, terutama bahan makanan, kami bisa santai sejenak di teras berlantai kayu, sambil memandang danau Tekapo dan gunung di belakangnya. Big A menyempatkan menulis jurnal perjalanan, dengan menyeret meja kursi kami keluar.
Di Holiday Park ini tersedia sambungan internet via wifi yang bisa dibeli NZ$10 untuk 24 jam. Ketika laptop kami sudah tersambung dengan internet, Si Ayah langsung duduk manis di depan laptop :p
![]() |
Kabin mungil kami tampak dari depan |
![]() |
The Precils menjelajah kabin |
![]() |
Little A menatap bebek-bebek yang bebas berkeliaran di depan kabin kami |
![]() |
The Precils bermain meniti kayu di samping kabin |
Sayangnya, di sini taman bermainnya tidak sebagus yang ada di Te Anau. Lagipula, playground tersebut cukup jauh dari kabin. Namun The Precils tidak kalah akal. Little A dengan cepat menemukan permainan baru: meniti gelondongan kayu yang dia temukan di samping kabin. Selain bermain titian, Little A juga sibuk mengejar bebek-bebek yang berkeliaran dengan bebas di sekitar kabin. Pada awalnya, Little A hanya memandang bebek-bebek yang lewat. Tapi lama-lama, dia mulai mengejar bebek-bebek tersebut. "The duckies need to sikat gigi," kata Little A.
Sebelum menyiapkan makan malam, saya punya PR cucian yang menumpuk. Selama dua hari di Te Anau dan sehari di Wanaka kami tidak mencuci baju. Big A dengan senang hati membantu saya mencuci baju di laundry umum yang ada di belakang kabin kami. Little A tidak mau kalah membantu memasukkan koin ke dalam slot mesin laundry. Untuk sekali mencuci baju, kita perlu koin $2 dan untuk mesin pengering juga perlu $2. Deterjen juga dijual di mesin otomatis seharga $2 per bungkus. Cucian langsung kering dan bisa dipakai lagi. Tips ketika bepergian: jangan merepotkan diri sendiri dengan menyetrika ;)
![]() |
Big A serius membaca sementara Si Ayah serius memasak |
![]() |
Makanan sudah siap tapi Big A masih asyik membaca |
![]() |
Jangan dilihat bentuknya, 'scramble' salmon ini enak banget! |
Cucian beres, saatnya menyiapkan makan malam istimewa: barbekyu salmon dari Mt Cook Alpine Salmon Farm. Lagi-lagi kami beruntung karena tempat piknik dan mesin barbekyu letaknya tepat di samping kabin. Fasilitas barbekyu dengan gas ini disediakan gratis. Di samping kabin ada tiga mesin barbekyu dan beberapa bangku-bangku kayu. Ketika kami bersiap-siap, sudah ada beberapa orang yang makan malam. Saya lumayan kerepotan menyalakan mesin barbekyu ini. Untung ada traveler lain yang berbaik hati membantu saya. Ternyata saudara-saudara, barbekyu jenis ini harus dinyalakan dengan korek api :D
Setelah berhasil nyala, saya letakkan dua potong salmon segar di atas aluminium foil. Bumbunya cukup mentega, garam dan lada hitam. Sementara itu, nasi, lalapan dan jus jeruk sudah siap. Ketika salmon mulai matang, saya tidak bisa membaliknya karena ikan ini lengket dengan foil. Si Ayah turun tangan memberi bantuan, berhasil membalik salmon ini sampai matang, tapi si salmon tidak berbentuk lagi. Alhasil, kami makan orak-arik salmon, bukan steak salmon :D Jangan salah, rasa salmon ini tidak dipengaruhi oleh bentuknya. Si Ayah berulang kali bergumam kalau ini salmon terenak yang pernah dia rasakan. The Precils pun makan sendiri dengan lahap. Kali ini benar-benar makan malam istimewa di tempat terbuka yang memesona.
![]() |
Breakfast with a view |
~ The Emak
![]() |
Mobil sewaan di belakang kabin kami di Lake Tekapo Holiday Park |
Don't judge an accommodation by it's website! Website Lake Tekapo Motels & Holiday Park ini tidak begitu meyakinkan, namun kabin dan fasilitas yang kami dapatkan cukup lumayan, plus bonus pemandangan danau Tekapo yang bisa dilihat langsung dari dalam kabin :)
Ketika mencari akomodasi di Lake Tekapo, saya cukup bingung karena pilihan di Wotif sangat sedikit. Pilihan di website informasi lokal juga tidak ada yang cocok, terutama harganya :p Di Lake Tekapo ini banyak didirikan resort-resort mewah yang harganya tentu tidak sesuai dengan anggaran liburan kami. Ada satu hotel waralaba mewah yang terkenal di sini, yang harga vila untuk keluarganya di atas NZ$ 350. Not for us! Dengan anggaran maksimal NZ$ 150 per malam, akhirnya saya menemukan akomodasi yang sesuai untuk keluarga kami: kabin dengan kamar mandi dalam di Holiday Park.
Saya memesan langsung akomodasi ini di website mereka. Harga awal kabin ini adalah NZ$ 120 per malam untuk 2 orang. Anak-anak di bawah usia 14 tahun membayar tambahan NZ$10 per malam, sehingga total NZ$ 140 per malam untuk kami berempat. Ketika tiba di Holiday Park ini saya cukup was-was, takut akomodasinya tidak sesuai dengan yang kami harapkan. Berbeda dengan Holiday Park di Te Anau yang kelihatan baru dan terawat, bangunan-bangunan di Holiday Park ini tampak tua. Dari luar, kantor resepsionis tampak seperti gudang. Ketika masuk ke kompleks Holiday Park yang luas ini, kami melewati dua taman bermain, yang satu sudah rusak dan satunya tampak tua dan tidak terawat. Saya jadi semakin takut melihat kabin kami.
Ternyata yang saya khawatirkan tidak terjadi. Kabin kami yang kecil cukup bagus dan terawat. Ketika kami datang, kamar sudah bersih dan rapi, dengan sprei baru, berikut handuk dan sabun mandi baru. Ukuran kabin ini sekitar 4x7 meter, berisi satu ranjang dobel dan satu set ranjang susun (bunk bed). The Precils langsung excited mencoba naik turun ranjang susun ini. Ada dua set meja kursi seperti di kafe, yang juga bisa kami bawa ke teras. Ada satu TV kecil yang tidak pernah kami nyalakan. Di sudut lain ada fasilitas kulkas kecil, ketel listrik, pemanggang roti, dan bak cuci piring. Peralatan makan lengkap seperti piring, gelas, sendok, garpu juga disediakan di sini. Kamar mandi (pancuran), toilet dan wastafel yang lebih baru daripada kamar mandi di Te Anau, ada di dalam kabin di samping kamar.
Yang paling mengesankan dari penginapan ini adalah pemandangan luar biasa yang bisa kami lihat dari dalam kamar. Kabin kami terletak persis di pinggir Lake Tekapo, hanya dihalangi oleh padang bunga liar warna-warni. Setelah beres-beres barang bawaan kami, terutama bahan makanan, kami bisa santai sejenak di teras berlantai kayu, sambil memandang danau Tekapo dan gunung di belakangnya. Big A menyempatkan menulis jurnal perjalanan, dengan menyeret meja kursi kami keluar.
Di Holiday Park ini tersedia sambungan internet via wifi yang bisa dibeli NZ$10 untuk 24 jam. Ketika laptop kami sudah tersambung dengan internet, Si Ayah langsung duduk manis di depan laptop :p
![]() |
Kabin mungil kami tampak dari depan |
![]() |
The Precils menjelajah kabin |
![]() |
Little A menatap bebek-bebek yang bebas berkeliaran di depan kabin kami |
![]() |
The Precils bermain meniti kayu di samping kabin |
Sayangnya, di sini taman bermainnya tidak sebagus yang ada di Te Anau. Lagipula, playground tersebut cukup jauh dari kabin. Namun The Precils tidak kalah akal. Little A dengan cepat menemukan permainan baru: meniti gelondongan kayu yang dia temukan di samping kabin. Selain bermain titian, Little A juga sibuk mengejar bebek-bebek yang berkeliaran dengan bebas di sekitar kabin. Pada awalnya, Little A hanya memandang bebek-bebek yang lewat. Tapi lama-lama, dia mulai mengejar bebek-bebek tersebut. "The duckies need to sikat gigi," kata Little A.
Sebelum menyiapkan makan malam, saya punya PR cucian yang menumpuk. Selama dua hari di Te Anau dan sehari di Wanaka kami tidak mencuci baju. Big A dengan senang hati membantu saya mencuci baju di laundry umum yang ada di belakang kabin kami. Little A tidak mau kalah membantu memasukkan koin ke dalam slot mesin laundry. Untuk sekali mencuci baju, kita perlu koin $2 dan untuk mesin pengering juga perlu $2. Deterjen juga dijual di mesin otomatis seharga $2 per bungkus. Cucian langsung kering dan bisa dipakai lagi. Tips ketika bepergian: jangan merepotkan diri sendiri dengan menyetrika ;)
![]() |
Big A serius membaca sementara Si Ayah serius memasak |
![]() |
Makanan sudah siap tapi Big A masih asyik membaca |
![]() |
Jangan dilihat bentuknya, 'scramble' salmon ini enak banget! |
Cucian beres, saatnya menyiapkan makan malam istimewa: barbekyu salmon dari Mt Cook Alpine Salmon Farm. Lagi-lagi kami beruntung karena tempat piknik dan mesin barbekyu letaknya tepat di samping kabin. Fasilitas barbekyu dengan gas ini disediakan gratis. Di samping kabin ada tiga mesin barbekyu dan beberapa bangku-bangku kayu. Ketika kami bersiap-siap, sudah ada beberapa orang yang makan malam. Saya lumayan kerepotan menyalakan mesin barbekyu ini. Untung ada traveler lain yang berbaik hati membantu saya. Ternyata saudara-saudara, barbekyu jenis ini harus dinyalakan dengan korek api :D
Setelah berhasil nyala, saya letakkan dua potong salmon segar di atas aluminium foil. Bumbunya cukup mentega, garam dan lada hitam. Sementara itu, nasi, lalapan dan jus jeruk sudah siap. Ketika salmon mulai matang, saya tidak bisa membaliknya karena ikan ini lengket dengan foil. Si Ayah turun tangan memberi bantuan, berhasil membalik salmon ini sampai matang, tapi si salmon tidak berbentuk lagi. Alhasil, kami makan orak-arik salmon, bukan steak salmon :D Jangan salah, rasa salmon ini tidak dipengaruhi oleh bentuknya. Si Ayah berulang kali bergumam kalau ini salmon terenak yang pernah dia rasakan. The Precils pun makan sendiri dengan lahap. Kali ini benar-benar makan malam istimewa di tempat terbuka yang memesona.
![]() |
Breakfast with a view |
~ The Emak

Lihat Detail
Di Tepi Lake Tekapo Kisah Kami Abadi
![]() |
Foto Keluarga di tepi danau Tekapo |
Lake Tekapo adalah kota kecil yang terletak di antara Christchurch dan Queenstown. Kota ini menjadi persinggahan utama traveler yang melakukan perjalanan dari Christchurch ke Queenstown atau sebaliknya. Dengan mobil, Lake Tekapo bisa dicapai 3 jam dari Christchurch atau 3,5 jam dari Queenstown.
Biasanya para pelancong hanya singgah sebentar dan melihat keindahan danau Tekapo ini di sekitar Church of the Good Shepherd saja. Gereja tua yang dibangun tahun 1935 ini merupakan atraksi utama yang wajib disinggahi di Lake Tekapo. Bangunan cantik ini cukup fotogenik diambil gambarnya dari berbagai sudut. Tidak heran kalau gereja ini menjadi gereja yang paling banyak difoto di seluruh New Zealand. Si Ayah yang baru saja belajar fotografi cukup antusias ingin mengabadikan senja di sekitar gereja yang juga populer disewa untuk prosesi pernikahan ini.
Jarak gereja tua sekitar 1 km dari tempat kami menginap di Lake Tekapo Motels and Holiday Park. Kami naik mobil menuju ke sana setelah kenyang dengan makan malam. Di musim panas, matahari baru terbenam sekitar jam 9 malam. Semburat jingga dan merah jambu bergantian memenuhi langit. Little A dan Big A saya ajak bermain-main di padang bunga liar yang tumbuh di tepi danau. Bunga Russell Lupines atau lebih populer disebut Lupin berwarna ungu dan merah jambu ini tumbuh di musim panas, dari akhir November sampai awal Januari. Ketika musim dingin tiba, bunga-bunga cantik ini menghilang dan akan muncul lagi begitu musim panas tiba. Kami beruntung mengunjungi New Zealand ketika bunga-bunga ini mekar. Pemandangan cantik padang Lupin ini bisa kami jumpai di mana-mana, di Queenstown, Glenorchy, Te Anau, Wanaka dan paling banyak di Lake Tekapo ini.
![]() |
Senja di Church of the Good Shepherd, Lake Tekapo |
![]() |
Church of the Good Shepherd sebelum gelap |
Pagi harinya, setelah cek out dari penginapan, kami kembali mengunjungi gereja tua ini. Agenda utamanya adalah: foto keluarga :D Saya yang paling ngebet pengen punya foto keluarga yang lumayan, yang nantinya bisa dibingkai dan dipajang di ruang keluarga. Setelah gagal membuat foto keluarga di Milford Sound, saya ingin foto keluarga kali ini berhasil, dan sempurna. Pagi hari, saya berhasil membujuk anak-anak dan ayahnya untuk memakai 'seragam' foto keluarga kami: kaos putih dan celana jeans biru. Tidak ada alasan khusus untuk pilihan 'seragam' ini kecuali warna inilah yang kebetulan kami semua punya.
Sesi foto dimulai ketika The Precils asyik bermain di batu-batu di tepi danau. Setelah Si Ayah berhasil menyeting kameranya di tripod, kami berpose. Tuhan memberkati, Little A dan Big A sukarela tersenyum ketika difoto. Padahal semenit sebelumnya Big A manyun karena kepanasan. Kami ulangi foto sekali lagi di antara padang Lupin. Lagi-lagi saya cukup beruntung karena The Precils mau tersenyum. Begitu terdengar bunyi 'klik', anak-anak segera bubar sehingga foto keluarga tidak mungkin diulang lagi.
![]() |
Foto Keluarga di tepi danau Tekapo |

Lihat Detail
Mencicipi Salmon Terlezat di Dunia
![]() |
Peternakan Mt Cook Alpine Salmon |
Dalam perjalanan dari Wanaka ke Lake Tekapo, kami singgah di Mt Cook Alpine Salmon Farm, yang merupakan peternakan salmon tertinggi di dunia. Di sana kami mencicipi salmon (mentah) paling segar yang rasanya super lezat, tidak ada bandingannya :)
Perjalanan Wanaka - Mt Cook Alpine Salmon
Kami cek out dari Wanaka View Motel sekitar jam 10 pagi dan main-main sebentar di playground di pinggir danau. Setelah itu kami belanja sunblock, buah, dan sereal di supermarket New World. Ternyata saat itu, The Precils dan Si Ayah secara sembunyi-sembunyi membeli kartu ulang tahun untuk saya, baru ketahuan ketika kami sampai di Christchurch :) Kami juga membeli bekal makan siang, fish & chips yang rencananya kami makan di tempat piknik pinggir jalan, begitu kami merasa lapar.
Jarak Wanaka ke Lake Tekapo sekitar 200 km, bisa ditempuh dalam dua setengah jam dengan mobil. Kami memutuskan singgah di peternakan salmon ini karena sejalan dengan rute kami ke Lake Tekapo. Peternakan salmon sekitar 30 menit bermobil dari Lake Tekapo.
Ketika kami mulai melanjutkan perjalanan, saya tidak berharap akan menjumpai pemandangan seindah ketika road trip menuju Milford Sound. Ternyata saya salah. Sekitar satu jam perjalanan dari Wanaka menuju Omarama, kami melewati Lindis Pass. Ketika saya membaca tanda Lindis Pass (934m) di peta, saya bertanya-tanya, apa itu Lindis Pass. Saya dan Si Ayah main tebak-tebakan, apakah itu jembatan, terowongan atau sekadar jalan di atas lembah. Ternyata, Lindis Pass adalah jalan raya paling tinggi di Pulau Selatan Selandia Baru, yang melewati perbukitan yang dijadikan daerah konservasi. Ketika kami melewati terusan ini, warna kuning mendominasi bukit di kanan kiri jalan. Lautan bunga-bunga liar berwarna kuning membentuk pemandangan yang menakjubkan.
Melewati Lindis Pass, kami melanjutkan perjalanan melalui Twizel, kota kecil yang menjadi pintu menuju Mt Cook, gunung dengan puncak tertinggi di New Zealand. Di sekitar twizel, kami kembali mendapati pemandangan cantik, sungai dan danau kecil berwarna biru turquoise. Sekitar sepuluh menit dari Twizel, kami singgah sebentar di Lake Pukaki Information Centre. Danau Pukaki yang luas, dengan air biru turquoise dan Mt Cook sebagai latar belakang membuat mata kami memandang takjub. Kok bisa air danau ini sebegitu biru? Dari mengintip Wikipedia, saya jadi tahu kalau warna biru ini berasal dari tepung glasial, bentuk lembut dari batu glasier. Ah, andai dulu lebih memerhatikan pelajaran Geografi :p Kami menghabiskan makan siang kami di sini, sambil memandang rombongan turis yang berfoto ria di depan danau.
![]() |
Lindis Pass |
![]() |
Makan Siang di tepi danau Pukaki |
Dari Lake Pukaki, hanya perlu setengah jam untuk sampai di peternakan salmon. Jalurnya mudah sekali karena ada petunjuk arah di tiap tikungan jalan. Peternakan salmon ini dibangun di tepi jalur Hydro Canal, kanal air yang digunakan untuk memproduksi listrik. Berada di ketinggian hampir 2000 m di atas permukaan laut, lokasi peternakan salmon ini paling tinggi di dunia. Namun bukan hanya lokasinya saja yang istimewa, peternakan ini dioperasikan dengan konsep eco-sustainability. Mereka menggunakan 100% energi terbarukan dari tenaga surga dan mendaur ulang 100% limbah yang dihasilkan. Salmon-salmon yang diternakkan hidup di air yang sangat murni, yang bisa ditandingkan dengan air mineral kemasan. Mereka berani menjamin kalau ikan-ikan di peternakan ini hidupnya bahagia dan tidak stress (saya heran cara tahunya bagaimana). Dari fakta-fakta di atas, tidak heran kalau ikan salmon yang dibudidayakan di peternakan ini rasanya sangat segar dan lezat.
Sayang sekali ketika kami datang ke sana, peternakan ini sedang dalam perbaikan, sehingga kami tidak bisa mengikuti tur melihat dan memberi makan ikan-ikan. Yang bisa kami lakukan hanyalah membeli produk salmon di toko mereka. Ada beberapa macam produk salmon yang dijual, segar atau beku, dengan berbagai macam penyajian. Kami membeli satu kotak sashimi salmon seharga NZ$15 dan dua potong salmon steak seharga NZ$15 yang akan kami barbekyu untuk makan malam di Lake Tekapo.
Ketika merencanakan perjalanan road trip ke New Zealand, saya menantang Si Ayah untuk mencicipi salmon mentah. Kami memang sudah beberapa kali makan ikan salmon, tapi selalu dibakar sampai matang. Saya suka salmon yang masih agak basah dan juicy, sementara Si Ayah harus makan salmon yang 'garing'. Rasanya tidak ada tempat lain yang cocok untuk mencoba salmon sashimi mentah yang bisa langsung dimakan, selain di sini. Big A saja, yang biasanya pilih-pilih makanan, berani menerima tantangan saya ini. Saya juga memberanikan diri mencoba salmon mentah. Ternyata rasanya di luar dugaan saya: segar, manis dan lezat, sama sekali tidak seperti ikan :D Salmon segar ini juga tidak ada bau amis ikan sama sekali. Pantes saja banyak orang yang doyan makan salmon mentah dari restoran sushi.
Berikut adalah video Si Ayah yang akhirnya berani mencoba makan salmon sashimi ;)
Kami menikmati piknik makan sashimi di bukit di atas peternakan salmon ini. Dari atas bukit, kita bisa melihat pemandangan kanal air berwarna biru dengan latar belakang puncak Mt Cook yang berselimut salju. Little A senang sekali naik turun bukit kecil ini. Kami yang tidak begitu terburu-buru karena penginapan tinggal menyetir sekitar setengah jam dari sini, menyempatkan diri bermain-main sebentar di sekitar peternakan ini. Big A dan Little A duduk-duduk di atas mobil, makan coklat sambil melihat beberapa orang yang asyik memancing ikan, di samping caravan yang mereka parkir.
Untuk penggemar salmon, Mt Cook Alpine Salmon ini wajib dimasukkan itinerary ketika mengunjungi South Island New Zealand. Kalau ingin tahu jadwal tur dan maintenance mereka, lebih baik telpon dulu atau kunjungi website-nya di sini.
Untuk penggemar salmon, Mt Cook Alpine Salmon ini wajib dimasukkan itinerary ketika mengunjungi South Island New Zealand. Kalau ingin tahu jadwal tur dan maintenance mereka, lebih baik telpon dulu atau kunjungi website-nya di sini.
![]() |
Peternakan Salmon tertinggi di dunia. Mt Cook tampak di kejauhan. |
![]() |
Bunga-bunga liar di tepi kanal air |
![]() |
Little A seneng banget naik turun bukit ini |
~ The Emak
![]() |
Peternakan Mt Cook Alpine Salmon |
Dalam perjalanan dari Wanaka ke Lake Tekapo, kami singgah di Mt Cook Alpine Salmon Farm, yang merupakan peternakan salmon tertinggi di dunia. Di sana kami mencicipi salmon (mentah) paling segar yang rasanya super lezat, tidak ada bandingannya :)
Perjalanan Wanaka - Mt Cook Alpine Salmon
Kami cek out dari Wanaka View Motel sekitar jam 10 pagi dan main-main sebentar di playground di pinggir danau. Setelah itu kami belanja sunblock, buah, dan sereal di supermarket New World. Ternyata saat itu, The Precils dan Si Ayah secara sembunyi-sembunyi membeli kartu ulang tahun untuk saya, baru ketahuan ketika kami sampai di Christchurch :) Kami juga membeli bekal makan siang, fish & chips yang rencananya kami makan di tempat piknik pinggir jalan, begitu kami merasa lapar.
Jarak Wanaka ke Lake Tekapo sekitar 200 km, bisa ditempuh dalam dua setengah jam dengan mobil. Kami memutuskan singgah di peternakan salmon ini karena sejalan dengan rute kami ke Lake Tekapo. Peternakan salmon sekitar 30 menit bermobil dari Lake Tekapo.
Ketika kami mulai melanjutkan perjalanan, saya tidak berharap akan menjumpai pemandangan seindah ketika road trip menuju Milford Sound. Ternyata saya salah. Sekitar satu jam perjalanan dari Wanaka menuju Omarama, kami melewati Lindis Pass. Ketika saya membaca tanda Lindis Pass (934m) di peta, saya bertanya-tanya, apa itu Lindis Pass. Saya dan Si Ayah main tebak-tebakan, apakah itu jembatan, terowongan atau sekadar jalan di atas lembah. Ternyata, Lindis Pass adalah jalan raya paling tinggi di Pulau Selatan Selandia Baru, yang melewati perbukitan yang dijadikan daerah konservasi. Ketika kami melewati terusan ini, warna kuning mendominasi bukit di kanan kiri jalan. Lautan bunga-bunga liar berwarna kuning membentuk pemandangan yang menakjubkan.
Melewati Lindis Pass, kami melanjutkan perjalanan melalui Twizel, kota kecil yang menjadi pintu menuju Mt Cook, gunung dengan puncak tertinggi di New Zealand. Di sekitar twizel, kami kembali mendapati pemandangan cantik, sungai dan danau kecil berwarna biru turquoise. Sekitar sepuluh menit dari Twizel, kami singgah sebentar di Lake Pukaki Information Centre. Danau Pukaki yang luas, dengan air biru turquoise dan Mt Cook sebagai latar belakang membuat mata kami memandang takjub. Kok bisa air danau ini sebegitu biru? Dari mengintip Wikipedia, saya jadi tahu kalau warna biru ini berasal dari tepung glasial, bentuk lembut dari batu glasier. Ah, andai dulu lebih memerhatikan pelajaran Geografi :p Kami menghabiskan makan siang kami di sini, sambil memandang rombongan turis yang berfoto ria di depan danau.
![]() |
Lindis Pass |
![]() |
Makan Siang di tepi danau Pukaki |
Dari Lake Pukaki, hanya perlu setengah jam untuk sampai di peternakan salmon. Jalurnya mudah sekali karena ada petunjuk arah di tiap tikungan jalan. Peternakan salmon ini dibangun di tepi jalur Hydro Canal, kanal air yang digunakan untuk memproduksi listrik. Berada di ketinggian hampir 2000 m di atas permukaan laut, lokasi peternakan salmon ini paling tinggi di dunia. Namun bukan hanya lokasinya saja yang istimewa, peternakan ini dioperasikan dengan konsep eco-sustainability. Mereka menggunakan 100% energi terbarukan dari tenaga surga dan mendaur ulang 100% limbah yang dihasilkan. Salmon-salmon yang diternakkan hidup di air yang sangat murni, yang bisa ditandingkan dengan air mineral kemasan. Mereka berani menjamin kalau ikan-ikan di peternakan ini hidupnya bahagia dan tidak stress (saya heran cara tahunya bagaimana). Dari fakta-fakta di atas, tidak heran kalau ikan salmon yang dibudidayakan di peternakan ini rasanya sangat segar dan lezat.
Sayang sekali ketika kami datang ke sana, peternakan ini sedang dalam perbaikan, sehingga kami tidak bisa mengikuti tur melihat dan memberi makan ikan-ikan. Yang bisa kami lakukan hanyalah membeli produk salmon di toko mereka. Ada beberapa macam produk salmon yang dijual, segar atau beku, dengan berbagai macam penyajian. Kami membeli satu kotak sashimi salmon seharga NZ$15 dan dua potong salmon steak seharga NZ$15 yang akan kami barbekyu untuk makan malam di Lake Tekapo.
Ketika merencanakan perjalanan road trip ke New Zealand, saya menantang Si Ayah untuk mencicipi salmon mentah. Kami memang sudah beberapa kali makan ikan salmon, tapi selalu dibakar sampai matang. Saya suka salmon yang masih agak basah dan juicy, sementara Si Ayah harus makan salmon yang 'garing'. Rasanya tidak ada tempat lain yang cocok untuk mencoba salmon sashimi mentah yang bisa langsung dimakan, selain di sini. Big A saja, yang biasanya pilih-pilih makanan, berani menerima tantangan saya ini. Saya juga memberanikan diri mencoba salmon mentah. Ternyata rasanya di luar dugaan saya: segar, manis dan lezat, sama sekali tidak seperti ikan :D Salmon segar ini juga tidak ada bau amis ikan sama sekali. Pantes saja banyak orang yang doyan makan salmon mentah dari restoran sushi.
Berikut adalah video Si Ayah yang akhirnya berani mencoba makan salmon sashimi ;)
Kami menikmati piknik makan sashimi di bukit di atas peternakan salmon ini. Dari atas bukit, kita bisa melihat pemandangan kanal air berwarna biru dengan latar belakang puncak Mt Cook yang berselimut salju. Little A senang sekali naik turun bukit kecil ini. Kami yang tidak begitu terburu-buru karena penginapan tinggal menyetir sekitar setengah jam dari sini, menyempatkan diri bermain-main sebentar di sekitar peternakan ini. Big A dan Little A duduk-duduk di atas mobil, makan coklat sambil melihat beberapa orang yang asyik memancing ikan, di samping caravan yang mereka parkir.
Untuk penggemar salmon, Mt Cook Alpine Salmon ini wajib dimasukkan itinerary ketika mengunjungi South Island New Zealand. Kalau ingin tahu jadwal tur dan maintenance mereka, lebih baik telpon dulu atau kunjungi website-nya di sini.
Untuk penggemar salmon, Mt Cook Alpine Salmon ini wajib dimasukkan itinerary ketika mengunjungi South Island New Zealand. Kalau ingin tahu jadwal tur dan maintenance mereka, lebih baik telpon dulu atau kunjungi website-nya di sini.
![]() |
Peternakan Salmon tertinggi di dunia. Mt Cook tampak di kejauhan. |
![]() |
Bunga-bunga liar di tepi kanal air |
![]() |
Little A seneng banget naik turun bukit ini |
~ The Emak
Langganan:
Postingan (Atom)